jpnn.com - BATAM - Badan Pengusahaan (BP) Batam baru-baru ini meluncurkan Host to Host, sebuah sistem berbasis online dalam pembayaran jasa kepelabuhan di kota industri tersebut.
Dengan meluncurnya sistem ini diharapkan dapat menambal kebocoran yang mengakibatkan kerugian negara lewat pelabuhan.
BACA JUGA: Gimana Nih, Peredaran Narkoba Makin Mengerikan
BP Batam mengakui banyak kerugian negara terjadi akibat piutang tidak tertagih karena banyak kapal yang kabur setelah proses bongkar muat selesai.
"Umur piutang malah ada yang sampai diatas 6 tahun. Dan ini menjadi masalah karena menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," kata Direktur Publikasi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono, seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group) hari ini (15/9).
BACA JUGA: Bikin Pengunjung Keder, Penjagaan Lapas Diperketat
Menurutnya, ada sekitar 80 perusahaan yang memiliki piutang tidak tertagih sebesar Rp 200 miliar dan itu sangat merugikan negara.
Akibat dari hal tersebut, BPK dan BPKP mempertanyakannya. Karena pada laporan yang diberikan kepada kedua institusi tersebut, BP Batam melampirkan jumlah piutang tersebut, namun secara kasat mata tidak bisa dibuktikan.
BACA JUGA: Tak Punya Dokumen Resmi, WN Tiongkok Nekat Kerja di Pontianak
Andi kemudian mengutarakan BP Batam akan segera melakukan pemanggilan terhadap 80 perusahaan tersebut lewat surat kabar.
"Mereka harus memenuhi kewajibannya kepada negara," imbuh Andi.
Setelah pemanggilan, maka BP Batam akan menandatangai Memorandum of Understanding (MoU) dengan Jaksa Agung Muda dalam bidang perdata umum sebagai pengacara negara untuk melakukan penagihan.
"Maka dengan itu, masa manual sudah selesai dan akan dilanjutkan dengan masa online. Kami ingin buka lembaran baru yang dijiwai spirit transparansi dan kejujuran," jelasnya.
Sistem Host to Host berbasis online ini memiliki kelebihan untuk memaksimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Sistem ini berlaku untuk pembayaran kegiatan jasa kepelabuhanan oleh BP Batam yang dilakukan pada pelabuhan umum dan non umum," ungkapnya.
Ia menambahkan pada peraturan ini para pengguna jasa terlebih dahulu melakukan registrasi untuk memperoleh penyataan umum kapal (PUK) dan kemudian harus menyetorkan dana sebagai deposit sebesar 125 persen dari nilai estimasi biaya yang disetorkan pada pihak bank yang ditunjuk penyedia jasa dengan menggunakan rekening atas nama pengguna jasa.
BP Batam sebagai penyedia jasa menyediakan jasa kepelabuhan meliputi jasa kapal, jasa barang, jasa alat dan jasa penunjang kepelabuhan.
"Dana sebesar 125 persen dari nilai estimasi seluruh layanan jasa yang diberikan kepelabuhanan dana tersebut di freeze di akun pengguna jasa, dana akan berkurang ketika pengguna jasa telah menggunakan jasa kepelabuhan setelah terbit perintah bayar," lanjutnya.
Deposit 125 persen ini sudah diterapkan di berbagai pelabuhan di seluruh dunia."Di pelabuhan Citra Kabil begitu juga dengan pelabuhan yang dikelola Pelindo sudah menerapkan hal tersebut selama dua tahun," jelasnya.
Sementara terkait dengan waktu tunggu (dwelling time), Andi mengakui bahwa di Batam tidak ada hal tersebut.
"Di Batam dwelling time bukan masalah karena sifatnya yang merupakan pelabuhan bebas," ungkapnya.
Sedangkan di tempat lain seperti di Pelabuhan Belawan Sumatera Utara, hal tersebut menjadi masalah karena ada pemeriksaan pabean. "Kalau mengenai proses bongkar muat itu masalah kapasitas pelabuhan dan peralatan," jelasnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah seorang pengusaha penyedia jasa crane di pelabuhan, Abdul Razak.
Menurutnya, di Batam tidak ada dwelling time. "Begitu turun, barang langsung bisa diangkat," jelasnya.(leo/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Iduladha yang Suram Bagi Penjual Hewan Kurban
Redaktur : Tim Redaksi