jpnn.com, JAKARTA - Sesepuh Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau yang kerap disapa Buya Syafii meminta umat Islam janganlah terjebak dalam sifat berlebih-lebihan.
Termasuk soal fanatisme kelompok dan kekaguman pada figur tertentu yang diidolakan.
“Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakan spiritual. Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengeritik keras fenomena yang tidak sehat ini. Ahmad Syafii Maarif,” tulis Buya Syafií di akunnya di Twitter @SerambiBuya hari ini.
Memang, sejauh ini sebutan gelar habib kembali diungkit dan menjadi pembicaraan utama akhir-akhir ini.
BACA JUGA: Oh Ternyata, Lurah Petamburan tak Tertular Covid-19 di Acara Maulid Nabi dan Pernikahan Anak Rizieq
Bahkan, kata habib atau yang dikenal masyarakat sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW seringkali masuk dalam deretan trending topic di Twitter belakangan ini. Pembahasan itu terjadi usai pemimpin FPI Rizieq Syihab kembali ke tanah air.
Fenomena itu menjadi booming sebab beberapa tokoh yang menyebut dirinya keturunan Rasulullah memang memiliki banyak sekali pengikut.
BACA JUGA: Tegas, Letjen Doni Monardo Minta Tracing Semua Warga yang Berpotensi di Petamburan
Di sinilah, yang digelisahkan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Perihal habib yang memiliki banyak pengikut, Buya Syafii mengingatkan agar masyarakat tak terjebak dalam sifat berlebih-lebihan.
Sebab, terlalu mengagung-agungkan sang habib, kata Buya Syafii, tak ubahnya suatu perbudakan spiritual yang tentu disebabkan oleh fanatisme berlebihan.
Sebelumnya, Ketua PCNU Kota Pasuruan, KH Mohammad Nailur Rochman mengingatkan:, ajaran dalam Islam tidak membenarkan bahwa dengan modal "kemuliaan" kemudian boleh merendahkan siapa saja, boleh melakukan apa saja, boleh mengatakan apa saja, termasuk menebar "kalam fahisy" yang berupa olokan-olokan penghinaan dan ujaran penuh caci maki dan kebencian.
"Nabi Muhammad SAW adalah manusia terbaik dan Nabi yang paling istimewa, itupun ada batasan jangan sampai menuhankan Nabi, karena bagaimanapun Nabi bukanlah Tuhan. Jika untuk mencintai manusia paling mulia saja tidak boleh melebihi batas ke"hamba"an, maka mencintai manusia biasa juga harus terukur sesuai ketentuan, tidak berlebih-lebihan," tutur Pengasuh Pesantren Bay al-Hikmah, Pasuruan. (ngopibareng/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Natalia