jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk mencabut draf Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI dalam Memberantas Terorisme. Pasalnya, perpres itu dinilai telah melampaui undang-undang (UU) yang sudah ada.
“Terlalu luas diatur dalam perpres (pelibatan TNI). Kalau materi seperti itu sama seperti UU, padahal ini adalah perpres, harus tidak melampaui undang-undang,” ujar Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar kepada wartawan pada Sabtu (6/6).
BACA JUGA: Terduga Teroris Mempawah Ditangkap, Densus 88 Temukan Bahan Peledak hingga Topi Lambang ISIS
Wahyudi menekankan, draf perpres yang sudah diserahkan ke DPR pada 20 Mei 2020 itu juga kesannya melampaui undang-undang yang di atasnya.
“Saran saya draf ini diperiksa kembali, harus dalam konteks perbantuan saja. Jadi, menutut saya ditarik kembali, dibahas ulang, didorong UU Perbantuan TNI,” sambungnya.
BACA JUGA: Terduga Teroris Asal Solo Meninggal di Jakarta, Dimakamkan di Sukoharjo
Menurut Wahyudi, UU Perbantuan TNI akan memberikan batas jelas dalam operasi militer selain perang (OMSP).
“Dengan begitu (UU Perbantuan), lebih jelas pelibatan TNI baik itu dalam penanganan terorisme, atau sekarang dalam geliat penanganan COVID-19. Belum ada UU tugas perbantuan atau rule TNI dalam urusan berbagai macam hal OMSP,” urai dia.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Fadli Zon Ungkit PKI Lagi, FPI Meradang, PPPK Mohon Bersabar Dulu
Wahyudi tak manampik adanya mandat reformasi untuk merevisi UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Namun draf perpres yang menjadi sorotan ini disebutkannya tak sesuai dengan peran TNI, khususnya dalam hal perbantuan.
“Itu memang ada mandat, tapi peraturan presiden (perpres) ini kalau dibaca materi terlalu luas, tidak semata-mata mengakomodiasi perbantuan,” imbuh Wahyudi.
Dia menambahkan, meski pemberantasan terorisme itu termasuk OMSP, tetapi karena penanganan teroris termasuk dalam aspek penegakan hukum, maka pelibatan TNI sangat terbatas dan mekanismenya perbantuan.
“Kalau dilhat perpres ini sangat spesifik karena berbicara segala aspek. Jadi ada banyak ketidaktemuan, apa yang diatur dengan UU Terorisme dan UU TNI dengan Perpres ini,” sambungnya.
Kekhawatiran lainnya adalah belum adanya aspek pertanggungjawaban tanpa adanya revisi UU Peradilan Militer.
“Apabila ada praktik yang menyalahi, apakah melalui instutusi peradilan militer atau sipil,” tegasnya.
Wahyudi mengemukakan DPR seyogyanya membuka penbahasan RUU Perbantuan diiringi pengembalian draf prepres tersebut atau merekomendasikan ke pemerintah untuk mencabutnya.
“Karena masuk ke DPR fungsinya rekomendasi. Ini semua keputusan ada pada presiden. Ini jadi pertanyaan, apakah saat direkomendasikan dicabut akan dicabut pemerintah, ini pertanyaan,” tandas dia. (cuy/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan