jpnn.com - Cak Lontong berhasil menjadi komedian papan atas Indonesia. Jadwal on air dan off air pria bernama asli Lies Hartono itu pun kiat padat. Bahkan sebulan kadang cuma nganggur dua hari.
Glandy Burnama, Jakarta
BACA JUGA: Ha ha, Cak Lontong Ngaku Terinspirasi Mario Teguh
Senin siang (18/9) itu, Lies Hartono meluangkan waktu bertemu Jawa Pos di studio NET. di kawasan Pancoran, Jakarta Timur.
Dia hendak taping program kuis lawak Waktu Indonesia Bercanda (WIB). Lies menjadi pembawa acara di kuis yang jawabannya kerap bikin geleng-geleng kepala saking absurdnya itu.
BACA JUGA: Fitri Tropica Juga Kesal dengan Jawaban Cak Lontong
Pukul 12.30 WIB, pelawak yang punya nama panggung Cak Lontong tersebut tiba. Dia lantas mengajak Jawa Pos ke ruang make-up, tempat rekan-rekannya sudah menunggu. Yakni Bedu Tohar, Insan Nur Akbar, dan Peppy.
Dengan tampang serius, pria asal Surabaya itu membuka obrolan. ”Sampean (Anda) mau wawancara apa lagi?” katanya. Itu memang bukan kali pertama Jawa Pos melakukan wawancara khusus dengan Lies.
BACA JUGA: Jawaban Cak Lontong Bikin Bedu Emosi, Marah-marah
”Daripada wawancara saya, mending wawancara orang yang belum punya kerja. Kalau diberitakan, mereka langsung dapat pekerjaan,” candanya.
Leluconnya memang selalu sederhana, tidak mengejek, tidak vulgar. Misalnya, ketika membawakan acara WIB, dia sempat memberikan pesan.
”Anda harus berhenti nonton WIB. Kalau nontonnya sambil lari-lari, memangnya bisa?” Awalnya terdengar serius dan menimbulkan pertanyaan, tapi ujung-ujungnya bikin tertawa.
Bapak dua anak itu lantas bercerita mengenai gaya leluconnya. Sekilas gaya bicaranya mirip motivator atau dosen yang berwibawa. Gaya dan pembawaan serius di awal itu tampak luar saja. Prinsip itulah yang dia pegang.
Dia akan membuat orang telanjur berpikir serius dan logis, lantas di bagian akhir mengubahnya menjadi humor.
Itulah lawakan yang cerdas. Yakni lawakan yang membuat seseorang berpikir logis dulu terhadap suatu hal, baru tertawa.
Bagi suami Lila Saraswati tersebut, bercanda tak melulu didapatkan dengan lelucon slapstik atau yang sifatnya menghina.
”Melawak itu harus bisa membuat derajat kita lebih baik, bukan malah merendahkan,” tutur pria yang mengawali karir hiburan lewat program Komedi Kampus So Pasti di SCTV pada 1992 tersebut.
Ketika menerima tawaran untuk menjadi stand-up comedian atau MC, Cak Lontong mengaku tak punya persiapan khusus. Semua berjalan natural dan mengalir.
Alhasil, semua lawakannya benar-benar lucu. Tanpa ada kesan dibuat-buat. ”Lucu itu nggak usah dipaksakan, nggak usah dipikir serius,” tip Cak Lontong yang lahir di Magetan pada 7 Oktober 1970.
Bagi pria yang sempat bekerja di bagian quality control di perusahaan elektronik milik Jepang tersebut, persiapan hanyalah membaca materi yang diberikan penyelenggara dan mengikuti brifing.
Ide candaan atau lawakan datang dari mana saja. Bisa dari browsing, update isu terkini, pengalaman sendiri, atau hasil mengobrol bersama orang lain. Ide-ide lawakan itu lantas dia kemas dengan improvisasi dan dijelaskan dengan logis tapi nyeleneh.
Elemen penting dalam lawakannya adalah kejutan. Itulah sebabnya, lawakannya selalu membuat tertawa di bagian akhir. Yakni adanya penjelasan absurd dari suatu hal.
Misalnya, ”Kalau mau kuliah jangan salah ambil jurusan. Anda mau kuliah di UI Depok, jangan ambil jurusan Pulogadung.”
”Saya coba kasih penjelasan yang nggak dipikirkan banyak orang. Itu yang membuat lawakan unik,” kata alumnus Teknik Elektro ITS tersebut.
Menjadi lucu, lanjut Lies, tidak memiliki rumus atau resep. Yang penting adalah kemampuan melakukan improvisasi dan luasnya wawasan. Aktif melawak sejak awal 2000 dari acara-acara off air, pengalaman Lies sudah banyak.
Nama Cak Lontong sendiri mulai dia gunakan sejak 1990-an. Lontong adalah nama julukannya saat kecil dulu lantaran badannya kurus dan lurus kayak lontong. Lantaran semakin sering melawak, dia punya banyak ide dan mahir berimprovisasi.
Alhasil, Cak Lontong sering kebanjiran job. Dalam sebulan dia pernah hanya libur atau menganggur dua hari.
Begitu banyak job acara on air dan off air yang harus diisi. Dalam urusan job, dia dibantu tiga temannya sebagai tim manajemen pribadi.
Uniknya, saat di rumah, Cak Lontong tak selucu di televisi. ”Saya jarang melucu kalau di rumah. Anak sama istri saya sudah keseringan dengar saya melawak di televisi,” katanya santai.
Lies juga sering menggunakan motivasi sebagai candaannya. Alih-alih memberikan motivasi dengan kata-kata mutiara, komedian yang sempat mengisi acara Pasukan Humor di JTV (Jawa Pos Group) pada 2001 itu lebih suka memberikan motivasi sarat humor.
Misalnya, ”Jika kamu takut sakit hati karena diputusin pacarmu, lebih baik kamu putus duluan sebelum jadian.”
Motivasi akan terasa biasa kalau disampaikan dengan kata mutiara. Lagi pula, motivasi yang diberikan belum tentu benar dan mengena.
Tetapi, kalau disampaikan secara absurd atau lucu, motivasi punya nilai tambah. Benar atau salah, mengena atau tidak, motivasi yang disampaikan dengan humor setidaknya bisa bikin tertawa atau minimal tersenyum.
Saking banyaknya referensi dan ide, Cak Lontong mengaku hampir tidak pernah kesulitan mencari bahan lawakan.
Menurut dia, hal tersulit dalam melawak adalah menguasai situasi dibanding mencari bahan humor. Misalnya ketika dia diminta tampil di acara reuni.
”Masak saya tampil di depan orang-orang yang lagi asyik temu kangen sama makan. Mau melawak selucu apa pun ya saya diabaikan,” kata Cak Lontong.
Supaya lawakannya nyambung dengan audiens dan bisa menguasai situasi, dia selalu bertanya terlebih dahulu mengenai siapa saja yang datang dan jenis acara.
Dengan demikian, Cak Lontong bisa melontarkan lawakan yang sesuai dengan sasaran. Kalau di depan anak SMA atau kuliah, biasanya lawakan terkait dengan pergaulan atau urusan cinta.
Jika diminta melawak di depan karyawan perusahaan atau pejabat negara, dia sering melontarkan lelucon mengenai pekerjaan.
Sebelum melawak di acara apa pun, Lies menerapkan satu hal yang sama. Yakni, lawakan tidak boleh mengandung muatan SARA, afiliasi politik, atau penghinaan terhadap pihak lain. Itu berlaku saat Lies melawak di depan orang biasa maupun pejabat negara.
”Bagi saya, definisi lucu adalah tertawa karena terhibur, bukan tertawa untuk mengejek,” katanya.
Lies mengaku pernah mendapat sambutan negatif. Yakni, tidak ada orang yang tertawa karena lawakannya di sebuah acara yang tak bisa dia ingat.
Bagi dia, kalau penonton tertawa syukur, kalau tidak ya tidak apa-apa. ”Yang penting tugas saya ngomong di depan mereka sudah lunas,” ujarnya.
Selain melawak sendiri, Cak Lontong sering berkolaborasi dengan sesama pelawak. Sebelum tampil, dia suka bercanda bersama komedian rekannya. Sesekali mereka merencanakan hendak melawak soal apa setelah mendapat arahan dari kru atau panitia.
Melihat cara Cak Lontong menjelaskan sesuatu dengan logis dan lucu, banyak yang bertanya-tanya berapa IQ-nya. Cak Lontong mengungkapkan tidak pernah mengukur IQ.
Namun, dia percaya bahwa tingginya IQ berbanding lurus dengan tinggi badan. ”Hmm…karena badan saya tingginya 184 cm, mungkin IQ saya juga tinggi kali ya,” guraunya.
Menutup wawancara siang itu, Cak Lontong kembali bercanda. ”Saya sudah bosan diwawancarai. Mending wawancara yang belum terkenal aja,” kata dia, lantas tertawa pelan. (*/c9/oki)
Redaktur & Reporter : Soetomo