jpnn.com, JAKARTA - Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM sudah terbiasa menerima ujian. Namun, ujian karena pandemi Covid-19 kali ini berbeda. Sebab, tidak ada kisi-kisi persoalan yang harus dihadapi mengingat belum pernah terjadi di belahan negara mana pun.
“UMKM biasa terima ujian. UMKM biasa melalui berbagai cobaan. Kali ini ujian terbesar adalah Covid-19. Parahnya, ujian ini tidak pernah ada bocoran kisi-kisi, dan tidak pernah ada pelajaran pelajaran sebelumnya,” kata Founder Fokus UMKM dan CEO Lunas Cak Samsul Hadi dalam Webinar "Satukan Negeri, Majukan UMKM" yang digagas JPNN.com, Genpi.co dan BNI, Rabu (8/7).
BACA JUGA: Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, UMKM Diminta Siapkan Napas Panjang Untuk Mendaki
Ia mengakui ujian karena pandemi Covid-19 ini berbeda dengan apa yang pernah dialami UMKM selama ini. Covid-19 datang tanpa diketahui, dan membuat semuanya berubah. “Di situlah kemudian petaka ini kami rasakan,” tegasnya.
Menurut Cak Samsul, perubahan yang tidak disangka itu menghantam jantung bisnis yakni pemasaran. Sebab, orang tidak boleh bergerak, bepergian, maupun berdekatan. Cak Samsul mengakui UMKM tidak pernah bersiap untuk menghadapi kondisi ini. “Di situlah pasar berubah, berkurang, bahkan ada yang mati sama sekali karena pasar, mal, tidak boleh dibuka untuk mencegah penyebaran Covid-19,” kata dia.
BACA JUGA: Bersinergi untuk PEN, Bank BJB Jalin Kerja Sama Penjaminan Kredit UMKM
Cak Samsul bersama organisasinya telah melakukan pendataan kurang lebih sebulan sejak April 2020, terkait UMKM yang terkena dampak pandemi Covid-19. “Khusus untuk UMKM yang kami dampingi, yang terdampak langsung itu ada 3593 UMKM,” ungkapnya.
Cak Samsul dan kawan-kawan kemudian menyiapkan pendampingan untuk membantu UMKM yang mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19. “Kami siapkan 407 mentor di 33 provinsi. Proses mentoring sebagian besar dilakukan online, karena tidak memungkinkan untuk bertemu langsung,” kata Cak Samsul.
BACA JUGA: Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah Meluncurkan Penjaminan Kredit Modal Kerja UMKM
Dia mengatakan, berdasar persoalan yang dihadapi, ada tiga alternatif penyelesaian yang bisa diambil oleh UMKM dalam menghadapi persoalan ini. Menurutnya, yang paling ideal adalah melakukan adaptasi atau menyesuaikan dengan perubahan perilaku konsumen.
Sebab, di masa Covid-19, konsumen lebih memerhatikan kesehatan, banyak tidak keluar rumah, dan kebanyakan melakukan order melalui sarana digital. Namun, Samsul menyayangkan tidak semua bidang bisnis dan usaha bisa beradaptasi. Contohnya, perhotelan, transpotasi, pariwisata dan lainnya. “Maka pilihan kedua adalah pivot, yakni berubah drastis melakukan hal yang selama ini tidak dilakukan,” ungkapnya.
Cak Samsul mencontohkan misalnya salah satu UMKM di Sidoarjo, Jawa Timur, yang awalnya menjahit tas, berubah melakukan penjahitan masker. Pertimbangannya, karena masa pandemi tas mungkin kurang dibutuhkan. Namun, permintaan masker lebih tinggi. “Karena mereka harus bertahan hidup,” tegasnya.
Cak Samsul mengatakan ada pula sektor usaha tertentu yang tidak memungkinkan tetap bertarung dalam situasi pandemi Covid-19 ini. “Maka yang dilakukan adalah tiarap, agar pendarahan tidak makin parah,” katanya.
Cak Samsul melihat ada UMKM yang harus menyetop bisnisnya sambil menunggu situasi membaik. Namun, persoalannya tidak ada yang tahu kapan situasi pandemi Covid-19 ini membaik. “Mereka memilih untuk tiarap karena tidak punya daya tahan untuk maraton. Berjalan saja tidak sanggup apalagi mau maraton, sehingga pilihannya berhenti,” ungkapnya.
“Di situlah kemudian kami melihat ujian sebenarnya dari UMKM,” pungkas Samsul. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy