jpnn.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang menjadi persoalan global turut menghantam perekonomian nasional, termasuk sektor yang sejatinya paling kuat menghadapi krisis yakni Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Meski demikian, pemerintah tidak tinggal diam dan telah melakukan berbagai langkah menyelamatkan ekonomi nasional.
BACA JUGA: Ida Fauziyah Sebut 1,7 Juta Pekerja Terdampak Covid-19
Chief Economist BNI Ryan Kiryanto menyatakan bahwa episentrum Covid-19 sudah sampai ke Amerika latin, seperti Brasil.
Di Asia, yang masih menjadi sorotan ialah Indonesia dan India.
BACA JUGA: Sandiaga Uno Minta Pemerintah Bantu UMKM
Beberapa negara lain seperti Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, sudah selesai dengan Covid-19, termasuk Tiongkok di mana pertama kali kasus corona ditemukan.
Nah, kurva Covid-19 di Indonesia malah mulai menyalip Singapura.
BACA JUGA: Jangan Lupa, Transaksi Kartu Kredit BNI Syariah Wajib Pakai PIN
"Memang perlu kewaspadaan tinggi," ujar Ryan dalam Webinar "Satukan Negeri, Majukan UMKM" yang digagas JPNN.com, Genpi.co dan BNI, Rabu (8/7).
Dalam webinar yang dipandu praktisi marketing strategy Don Kardono itu, Ryan mengatakan di tengah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memang perlu kewaspadaan tinggi.
Protokol kesehatan tetap menjadi acuan masyarakat dalam beraktivitas di mana pun.
Ryan menjelaskan bahwa ekonomi babak belur karena pandemi Covid-19.
Dampak Covid-19 telah menyebabkan multikrisis. Episentrum yang awalnya di Tiongkok, melebar ke mana-mana.
Transmisinya dari jalur perdagangan, kemudian ke keuangan. "Sehingga terjadilah financial stress," tegasnya.
Rupiah sempat terkoreksi. Indeks harga saham gabungan atau IHSG sempat jatuh.
Itu semua, kata Ryan, akibat respons negatif atau kepanikan di tengah pandemi Covid-19.
"Orang jadi bertanya, kapan pelandaian ini selesai? Karena itu di tengah ketidakpastian, muncullah reaksi berlebihan," katanya.
Roland Berger, perusahaan konsultan strategis dan bisnis internasional menyatakan bahwa ada beberapa sektor yang terdampak serius.
Seperti pariwisata, travel, penerbangan, ritel tetapi bukan yang masuk kategori barang cepat habis.
Menurut Ryan, The Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD sudah mengingatkan bahwa semuanya akan melewati perjalanan panjang atau maraton, bukan sprint.
Oleh sebab itu, Ryan mengingatkan UMKM juga harus mempersiapkan napas panjang untuk berlari maraton.
"Pesan kami kepada bapak ibu pelaku UMKM persiapkan stamina, daya tahan, energi, karena kita akan melalui perjalanan cukup panjang. Berapa lama, bisa satu hingga dua tahun ke depan. Intinya akan mendaki," jelas Ryan.
Meski demikian, kata Ryan, untuk sektor UMKM yang bergerak di bidang kesehatan seperti masker, alat pelindung diri, apotek, akan diuntungkan.
Sebab, ujar dia, pandemi Covid-19 ini telah membuat masyarakat Indonesia menjadi sangat concern terhadap isu kesehatan. Semua protokol kesehatan untuk Covid-19 dilakukan.
"Ini membuat sektor kesehatan mendapat berkah dari Covid-19," tegasnya.
Lebih lanjut Ryan menjelaskan ada good news dari kondisi global.
Per Mei 2020, kata Ryan, kurva The Manufacturing Purchasing Managers Index dunia sudah mulai mengarah ke atas, meskipun masih jauh dari angka 50.
Angka 50 mengindikasikan kondisi normal dan sehat. Di bawah 50 menunjukkan ekonomi mengalami kontraksi. Di atas 50 menunjukkan ekonomi ekspansif.
Sayangnya, angka Indonesia masih jauh di bawah 50.
"Sekarang Indonesia 25 sampai 30, jauh di bawah threshold 50. Jadi, sekarang kita mengalami kontraksi, terutama di kuartal dua kemarin. Jadi, kemungkinan pertumbuhan ekonomi kita akan kontraksi," kata dia.
Dia menambahkan, The Manufacturing Purchasing Managers Index di Eropa juga sudah mengarah ke atas.
Selain itu, ekonomi Tiongkok sudah menggeliat ketika membuka lockdown April 2020 lalu. Angka The Manufacturing Purchasing Managers Index Tiongkok sudah menyamai kondisi sebelum pandemi Covid-19.
Menurutnya, memang ada satu atau dua kasus Covid-19 baru di Tiongkok, tetapi itu bukanlah gelombang kedua seperti yang dikatakan banyak orang. "Itu hanya ekses saja," tegasnya.
Ryan mengatakan, Tiongkok memang sudah membuka ekonomi, tetapi pertumbuhannya masih lemah.
Sebab, ujar Ryan, isu sentral yang terjadi saat ini, pabrik sudah mulai berproduksi tetapi konsumsi atau pembeli masih lemah. Inilah kenapa pemerintah di sana menggulirkan banyak stimulus fiskal.
"Supaya masyarakat di Tiongkok itu bisa membeli produk yang dihasilkan produsen domestiknya," kata dia.
Berbeda dengan India, Rusia, dan Brasil, kemungkinan masih akan memperpanjang kebijakan lockdown-nya.
Sebab, ujar dia, mungkin saja masih banyak masyarakat yang kurang disiplin sehingga muncul kasus baru.
"Inilah yang kami sampaikan ke depan bahwa kita masih akan melakukan perjalanan yang cukup panjang," kata Ryan.
Lantas bagaimana dengan outlook ekonomi dunia? Dalam kesempatan itu, Ryan menjelaskan bahea pada intinya ekonomi global akan turun bahkan mengalami kontraksi.
Berdasar data terbaru Juni 2010, IMF memprediksi ekonomi global akan tumbuh -4,9 persen.
OECD memprediksi -7,6 sampai -6 persen. Bank Dunia, memprediksi -5,2 persen.
"Jadi, sangat jatuh. Kita maklum karena negara besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok tumbuhnya negatif," jelasnya.
Namun, dia bilang bahwa tahun depan dengan recovery ekonomi yang cepat, maka perekonomian dipredoksi akan meningkat. "Range-nyakemungkinan 5 persen, tetapi bisa seperti 2019. Masih butuh waktu," tegasnya.
Lebih lanjut Ryan menuturkan bahwa betul seperti yang dikatakan Presiden Jokowi bahwa masyarakat akan terus hidup berdampingan dengan Covid-19.
"Sampai kapan, mungkin sampai vaksin diproduksi massal, diperjualbelikan di masyarakat, dan bisa dibeli di apotek-apotek dekat rumah warga. Mungkin itu baru bisa hidup tidak lagi dengan Covid-19," ujarnya.
Namun, Ryan menegaskan, yang penting ialah dalam situasi apa pun protokol kesehatan harus dijalankan.
Paket stimulus harus terus digelontorkan, terutama untuk keluarga berpenghasilan rendah.
"Terlebih untuk mereka yang kehilangan pekerjaan karena dirumahkan, pabrik tutup, dan sebagainya, termasuk rumah tangga rentan harus dijaga agar mereka bisa konsumsi," pungkasnya. (boy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy