Caleg PSI Memprotes Keras PMK tentang Pajak e-Commerce

Senin, 14 Januari 2019 – 23:53 WIB
Ilustrasi revolution digital. Foto: bizi

jpnn.com, JAKARTA - Pakar ekonomi digital Indonesia sekaligus caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk Dapil Jabar III Daniel Tumiwa mengaku kecewa atas dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pengenaan pajak e-commerce.

Peraturan itu mewajibkan calon pengusaha pemula memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebelum terjun ke marketplace terhitung mulai April tahun ini.

BACA JUGA: Menteri Sri Mulyani Bangga Punya Ruang Menyusui

“Pemerintah lebih baik cari cara agar 56 juta pelaku UMKM yang sudah kita miliki saat ini beramai-ramai memanfaatkan platform teknologi dalam kegiatan bisnisnya, bukannya memangkas insentif seperti itu," ujar Daniel dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Senin (14/1).

"Di mana-mana yang menjadi subjek pengenaan pajak adalah bisnis-bisnis yang sudah bertumbuh dan stabil. Kalau baru mau memulai saja sudah dipajaki, siapa nanti yang mau jadi pengusaha? Syarat tambahan NPWP bagi pebisnis yang baru terjun ke marketplace ini jelas berpotensi membunuh industri!” tambahnya.

BACA JUGA: Pitria Nopa Asriani Siap Suarakan Aspirasi Jambi di Senayan

Daniel yang merupakan mantan CEO OLX Indonesia ini menerangkan berkat kehadiran marketplace lokal semacam Tokopedia dan Bukalapak, sekarang di Indonesia bisa lahir jutaan pelaku UMKM berlatar belakang ibu rumah tangga dan mahasiswa.

“Bisa dibayangkan jika calon-calon pebisnis ini dihadapkan pada dua opsi platform berjualan, antara marketplace yang mensyaratkan NPWP dengan sosial media yang menggratiskan layanannya, kira-kira mereka akan memilih yang mana? Tentu saja media sosial, kan?” cetusnya.

BACA JUGA: Terbukti Memfitnah, Anggota FPI Minta Maaf ke Caleg PSI

Daniel kemudian mengingatkan apabila aturan ini benar-benar diterapkan dan pengusaha-pengusaha rintisan ini ke media sosial untuk berjualan, maka kontrol pemerintah atas transaksi-transaksi yang terjadi akan semakin minim.

Akbiatnya, lanjut dia, kualitas barang dagangan semakin tidak terjamin, penipuan rawan terjadi. Dan risiko yang terbesar adalah, data-data pribadi masyarakat yang merupakan komoditas paling berharga di masa kini akan sepenuhnya menjadi milik pengelola media sosial.

"Peran pemerintah dalam perlindungan konsumen nantinya akan seperti apa?” ujar Daniel yang turut menyusun peta jalan e-commerce Indonesia bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi ini.

Daniel mengatakan bahwa selama ini pelaku bisnis digital tidak ada yang pernah meminta perlakuan khusus dari pemerintah. Lebih lanjut, salah satu pendiri Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) ini juga memastikan bahwa suara-suara yang diwakilinya saat ini merupakan pembayar dan akan terus membayar pajak.

Maka dari itu, Daniel berharap betul pemerintah dapat mempertimbangkan ulang keputusan tersebut. Apalagi mengingat, E-commerce secara nyata telah memberi jalan bagi siapa pun untuk menghasilkan uang dengan modal kreativitas dan semangat kegotongroyongan,

“Jika pemerintah serius dengan janjinya menjadi akselerator ekonomi digital, maka seharusnya berikan program pendampingan usaha bagi pengusaha-pengusaha digital baru. Jangan melihat mereka sebagai potensi penerimaan negara semata. Kritik ini saya sampaikan sebagai calon legislator yang mendukung Capres dan Cawapres Jokowi-Amin,” tutup Daniel. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Produk UKM Masih Sulit Bersaing di E-Commerce


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler