jpnn.com, JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai ada hal penting yang harus dikuasai calon panglima yang akan menggantikan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Yakni, harus memahami dan sangat menguasai tentang perang hibrida, teknologi informatika, media sosial dan teritorial.
BACA JUGA: Pemerintah Diingatkan Soal Ibu Kota Negara yang Baru, Penting!
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto diketahui akan memasuki masa pensiun pada November 2021 ini.
"Saya melihat bahwa sangat tepat dalam kurun waktu sekarang ini panglima TNI dijabat orang yang paham perang hibrida, teknologi informatika, media sosial, dan teritorial," ujar Susaningtyas menanggapi rencana pergantian panglima TNI, di Jakarta, Rabu (16/6).
Hadi Tjahjanto merupakan abituren Akademi TNI AU pada 1986.
BACA JUGA: Luar biasa, Presiden Sampai Membahas Porang dan Sarang Burung Walet
Dia adalah kader kedua TNI AU di posisi panglima TNI setelah seniornya Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto, yang adalah tamatan Akademi TNI AU pada 1973.
Panglima TNI merupakan seorang perwira tinggi TNI aktif yang pernah atau masih menjabat kepala staf matra TNI. Baik itu TNI AL, TNI AU atau TNI AD.
BACA JUGA: Waspadai 4 Indikator Berkembangnya Radikalisme!
Dengan demikian, peluang ke posisi panglima TNI ada pada Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Yudo Margono (Korps Pelaut, lulus Akademi TNI AL 1988, kelahiran 26 November 1965).
Kemudian, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo (Korps Penerbang, lulusan Akademi TNI AU 1988, kelahiran 9 April 1966).
Serta Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Andika Perkasa (Korps Infantri, lulusan Akademi Militer 1987, kelahiran 21 Desember 1964).
Pola pendidikan di Akademi ABRI -Kepolisian Republik Indonesia masih menjadi bagian ABRI saat itu- berubah pada 1988.
Pada tahun itu terjadi dua kali penerimaan taruna dengan peralihan pola pendidikan dari empat tahun menjadi tiga tahun pendidikan.
Menurut Nuning, anggota DPR tidak akan sembarangan untuk mendukung salah satu kandidat yang akan menjabat panglima TNI.
Menurut wanita yang biasa disapa Nuning ini, calon panglima TNI juga harus memahami tentang ancaman terorisme dan radikalisme.
Lebih dari itu, lanjut dia, prestasi dan pengalaman akademik sebagai keniscayaan untuk dikuasai.
"Adapun calon panglima TNI juga harus menjaga secara baik kedaulatan NKRI sebaik mungkin, siap menjaga agar tidak terjadi disintegrasi," kata dia.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah perkembangan lingkungan strategis pada tataran global dan regional, sehingga dibutuhkan sosok panglima TNI yang memiliki dampak penangkalan bagi petinggi militer internasional.
"Penting sekali jika panglima TNI disegani dunia internasional. Akan sangat baik jika panglima TNI adalah schollar warrior, perwira akademisi serta memiliki prestasi akademiknya," ucapnya.
Kemudian pertimbangan kebutuhan organisasi TNI dalam kurun waktu ke depan sebagai bagian modernisasi Alutsista, sehingga dibutuhkan kemampuan manajemen tempur dan diplomasi militer yang handal.
Ia menyatakan, berdasarkan pasal 13 ayat 4 UU Nomor 34/2004 memang mengamanatkan jabatan panglima TNI dapat dijabat perwira tinggi TNI aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf matra TNI.
"Ini artinya Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Andika Perkasa, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Yudo Margono, dan Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo memiliki peluang yang sama untuk menjabat panglima TNI," kata dia.
Meski harus bergantian, tambah dia, namun pada kenyataannya presiden yang menentukan siapa yang akan menjabat. "Hak prerogatif presiden itu memang tidak dapat diintervensi siapapun," pungkas Nuning.(Antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang