Campuran Bahan Bakar Nabati ke Solar Dinaikkan Hingga 15 Persen

Selasa, 24 Maret 2015 – 09:00 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mulai 1 April nanti pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) resmi dinaikkan sampai 15 persen. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa pencampuran BBN ke setiap liter solar punya banyak manfaat. Selain mengurangi impor, bisa meningkatkan lapangan kerja baru.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, penghematan devisa adalah dampak yang langsung terasa. Sebab, tambahan BBN dari 10 persen menjadi 15 persen membuat impor solar berkurang. "Mengurangi sekitar 5,3 juta kiloliter (kl) solar," ujarnya di kantor Kementerian ESDM kemarin.

BACA JUGA: Lee Kuan Yew Disebut Punya Andil Besar dalam Pembangunan Batam, Apa Saja Ya?

Jika dirupiahkan, penghematan itu setara dengan USD 2,54 miliar atau Rp 33 triliun (kurs Rp 13 ribu). Manfaat lain, yakni peningkatan tenaga kerja, diyakini bukan sekadar omong kosong. Hitungannya, bakal ada serapan tenaga kerja baru sampai 296.250 pekerja.

"Peningkatan lapangan kerja karena industri BBN meningkat," ucap Rida. Berdasar data yang dia pegang, saat BBN 10 persen, sudah ada 250 ribu pekerja yang terserap. Nah, saat komposisi BBN dinaikkan menjadi 15 persen, jumlah pekerja seharusnya mencapai 671.250.

BACA JUGA: Citilink Buka Rute Baru dari Batam ke Tiga Daerah Ini

Bertambahnya jumlah pekerja adalah keniscayaan karena meningkatnya target produksi. Yakni 5,3 juta kl yang berarti naik 1,9 juta kl dari B-10 yang hanya sebesar 3,4 juta kl. Nilai tambah industri hilir kelapa sawit mencapai Rp 10,9 triliun per tahun.

Target lainnya, peningkatan pendapatan petani kelapa sawit sampai 32,2 persen. Kalau semua berjalan sesuai rencana, penerimaan negara dari sawit dipastikan ikut terkatrol. "Kalau harga sawit rata-rata USD 146,62 per ton, bea keluar yang diterima mencapai Rp 30 triliun," jelasnya. 

BACA JUGA: Elpiji 3 Kg Sering Langka, Ini Saran DPR untuk Pemerintah

Rida menambahkan, payung hukum yang digunakan adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2015. Kebijakan tersebut bersifat menyeluruh karena ditujukan untuk semuanya. Baik PSO, non-PSO, Pertamina, maupun non-Pertamina. Meski demikian, harga indeks pasar (HIP) biodiesel belum bisa ditentukan karena menunggu hitungan Kemenkeu. (dim/c9/tia) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beras Impor Tetap Marak, Ternyata Diselundupkan Lewat Jalur Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler