jpnn.com, SURABAYA - Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dinilai kurang sesuai dengan sistem yang telah diterapkan oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya.
Menyikapi hal itu, Kepala Dispendik Pemko Surabaya Ikhsan berdiskusi dengan Ketua Dewan Pendidikan Martadi di kantor humas pemkot, Jumat (15/3)
BACA JUGA: Sandiaga: UN Bagian Pemborosan Tidak Berkeadilan
Beberapa poin dari permendikbud akan dikomunikasikan dengan pemerintah pusat. Pertama, sistem zonasi sekolah dengan ditambah Tes Potensi Akademik (TPA). Jika berpedoman pada aturan ini, penentuan kelulusan siswa di suatu sekolah dilihat dari seberapa dekat jarak rumah siswa menuju sekolah tersebut.
Kedua, nilai Ujian Nasional (UN) tidak lagi dipakai sebagai acuan masuk ke jenjang SMP dan SMK.
BACA JUGA: HNW Yakin Penghapusan Ujian Nasional Jawab Keluhan Masyarakat
Bahwa Surabaya punya cara sendiri untuk menyeleksi siswa baru. Setidaknya ada jalur kawasan yang merupakan bekas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), jalur reguler, mitra keluarga, inklusi, prestasi dan satu atap.
BACA JUGA: Sandiaga: UN Bagian Pemborosan Tidak Berkeadilan
BACA JUGA: Sistem Zonasi PPDB 2019, Cek Domisili Siswa Gunakan Aplikasi
“Walikota Kota Surabaya programnya itu jangan sampai ada anak yang tidak sekolah. Tentunya kemudian kita mencoba mengakomodir. Mereka tidak punya wadah di sekolah-sekolah yang menggunakan model dari Permendikbud 51 ini,” ungkap Ikhsan.
Dengan tidak di akuinya nilai Unas, tentunya ada beberapa hal yang kemudian bisa mempengaruhi anak-anak sendiri. Ketika nilai UN kemudian tidak sebagai syarat kelulusan kemudian juga tidak untuk dipakai lanjutkan ke sekolah berikutnya .
“Saya sudah dengar dari anak-anak. Ngapain kita capek-capek belajar untuk Unas, toh nilainya enggak kepakai,” kata Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Martadi.
Siswa-siswi yang berprestasi tidak lagi bisa bersekolah disekolah favorit. “Mereka bisa pesimis. Misal anak SMPN 1 mau masuk SMAN 5 Surabaya, enggak bisa. Lha rumahnya di wiyung, misalnya,”ungkap Martadi.
BACA JUGA: HNW Yakin Penghapusan Ujian Nasional Jawab Keluhan Masyarakat
Permendikbud ini, jika ditetapkan di Surabaya tidak perlu terlalu kaku. Variabel untuk zonasi hanya jarak. “Menurut saya ini boleh. Tapi bukan satu satunya. Tidak adil seorang anak tidak bisa memilih tempat tinggal divonis harus sekolah di daerah situ,” pungkasnya.
Dispendik Surabaya masih punya waktu sampai bulan April untuk mendiskusikan aturan baru PPDB ini dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (rpp/rud)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Dukung Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun 2019
Redaktur & Reporter : Soetomo