jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan para calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capoim KPK) yang sekarang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR, juga menandatangani sebuah kontrak politik.
Kontrak politik itu menurut politikus PPP itu, juga diteken oleh para pimpinan KPK yang sekarang menjabat ketika dulu mereka mengikuti fit and proper test di komisi bidang hukum DPR. Hanya saja waktu itu tidak dibuka ke publik dan tidak diributkan.
BACA JUGA: PP GMKI Desak DPR Pilih Capim KPK yang Berintegritas dan Profesional
"Bahkan pimpinan KPK yang dulu itu, di luar kontrak itu buat kontrak juga (ada dua kontrak-red). Coba tanya Pak Agus, Laode, Saut. Kami enggak mau hal-hal yang tidak dibuka ke publik itu kami buka," kata Arsul di DPR, Kamis (12/9).
Untuk itu, legislator asal Jawa Tengah ini meminta para pimpinan KPK yang sekarang menjabat bisa lebih terukur dalam melakukan kritik terkait revisi UU KPK, maupun proses seleksi capim.
BACA JUGA: Di Depan Komisi III, Capim Ini Blak-blakan Mengkritik KPK
Soal ada tidaknya implikasi hukum dari kontrak politik tersebut, Arsul menyebutkan bahwa dokumen yang diteken para capim itu sifatnya sebuah komitmen terhadap apa yang mereka sampaikan dalam proses seleksi di pansel, maupun saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
"Itu sebuah komitmen, janji. Karena itu komitmen dan janji, itu adalah suatu keterikatan. Dengan siapa? Dengan pemerintah, presiden yang diwakili pansel. Antara calon dengan DPR. Sehingga ada kewajiban moral untuk memenuhi," jelas Arsul.
BACA JUGA: Capim KPK: OTT Tidak Haram, tetapi Perlu Diubah
Dia mencontohkan, bila sekarang para capim KPK menyatakan lembaga antirasuah itu memerlukan kewenangan menghentikan perkara alias SP3, maka setelah terpilih dan menjabat, mereka harus konsisten dengan perkataan tersebut. Jangan kemudian berbalik sikap karena tekanan masyarakat sipil atau sebagian akademisi.
"Penegak hukum tidak boleh begitu. Pola pikirnya, komunikasi publiknya harus konsisten. Yang boleh enggak konsistem itu politisi, karena politik itu dinamis. Tetapi enggak ada penegak hukum dinamis," ucap Arsul.
Oleh karena itu, dia menekankan kepada para capim KPK yang mengikuti FnP di Komisi III, jika tidak tidak setuju katakan tidak. Semisal sial revisi UU KPK, atau adanya kewenangan SP3 hingga dibentuknya dewan pengawas.
"Jangan karena pengin dipilih, lalu anda mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani dan pikiran anda. Itu saja message di belakang kontrak politik itu. Supaya konsisten," tandasnya.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam