jpnn.com - JAKARTA- Keluarga dan pendidikan dasar jadi fondasi kuat bagi anak-anak untuk mencegah propaganda radikal. Orang tua harus peka terhadap lingkungan dan perkembangan anak. Sekolah juga harus ajarkan ajaran-ajaran soal kedamaian dan kebaikan.
“Jika orang tuanya pecinta negara maka banyak hal yang harus dilakukan mereka untuk mencegah sang anak dari propaganda radikal. Jangan lupa keluarga dan pendidikan dasar adalah pondasi penting bagi perkembangan anak,” kata psikolog Anak dan Keluarga dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Anna Surti Ariani, Selasa (24/5).
BACA JUGA: 544 Guru Terbaik Bersaing Lagi di Ajang Nasional
Saat itu, dia juga mengomentari video yang memperlihatkan anak-anak Indonesia dan Malaysia sedang berlatih menggunakan senjata di Syria yang muncul minggu lalu.
Menurutnya, hal utama yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah anak dari propaganda radikal adalah membekali dengan kemampuan berpikir kritis.
BACA JUGA: Inapkan 2.500 Peserta Lomba di Rumah Warga, Mendikbud Klaim Hemat Sampai...
Dengan begitu, anak tak mudah percaya dengan informasi yang didapatkan dari orang lain. “ Ini penting karena anak biasanya menerima mentah-mentah apa yang dikatakan orang lain,” katanya.
Dia menyarankan agar orang tua selalu menjalin kedekatan dengan anak. Sehingga anak nyaman bicara dengan keluarga. Orang tua juga harus selalu mengenali teman-teman anak-anak.
BACA JUGA: 75 Persen Siswa Indonesia tak Berprestasi
“Perhatikan bagaimana mereka berinteraksi dan carikan aktivitas positif buat mereka. Termasuk perubahan yang dialami anak-anak. Misalnya anak jadi semakin kasar, atau terus protes pada kebijakan pemerintah yang disiarkan televisi, atau menganggap paham radikal tertentu sebagai hal yang benar,” kata Anna.
Anna juga minta para orang tua untuk memperhatikan benda-benda yang dimiliki anak, apakah ada yang terlihat terlalu ekstrim.
Di sisi lain, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Adab dan Ilmu Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Zubair mengatakan, video itu adalah satu bentuk propaganda untuk memperlihatkan bahwa anak-anak juga bisa dekat dengan kekerasan.
Namun, video itu tidak berlaku di Indonesia yang mengutamakan kedamaian dalam perbedaan dalam menjalankan agama.
“Video itu jelas-jelas adalah propaganda untuk mengajak anak-anak ikut dalam kegiatan radikal tanpa mengetahi konteksnya. Padahal agama selalu mengajarkan kedamaian dan harmoni,” kata Zubair.
Menurutnya, hal in harus jadi perhatian bersama karena bisa saja video itu lolos dan dipertotonkan ke sekolah-sekolah dasar tanpa ada pihak yang bisa mencegah.
“Saya pernah menyaksikan sebuah sekolah dasar memutar sebuah tayangan perang di Palestina yang penuh kekerasan dan banyak melibatkan anak-anak,” kata Zubair. Hal-hal inilah yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan keluarga.
“Kemenetrian Agama dan Kementerian Pendidikan harus punya mekanisme kontrol terhadap tayangan dan content yang diajarkan di sekolah-sekolah dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Sehingga anak-anak bisa terbebas dari propaganda radikal,” kata Zubair.
Zubair tak menampik bahwa keluarga adalah hal terpenting untuk menghindarkan anak-anak dari propaganda radikal. “Keluarga adalah hal penting untuk mencegah propaganda itu,karena keluarga adalah pihak terdekat dengan sang anak,” katanya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asyik...Siswa SMK Happy Tinggal di Rumah Warga
Redaktur : Tim Redaksi