jpnn.com, JAKARTA - Demokrasi Indonesia dianggap sedang mengalami kemerosotan pada akhir-akhir ini. Perlu adanya sebuah tindakan nyata, di mana dimulai pada proses kepemimpinan di Pilkada Serentak 2024 mendatang.
Gagasan itu disuarakan dalam simposium bertajuk ‘Menemukan akar masalah rendahnya Komitmen Kepala Daerah dalam Melaksanakan Fungsi-fungsi Pemerintahan’, sebagai rangkaian Prakongres III NasDem.
BACA JUGA: Romo Benny Ingatkan Bahaya Kartel Politik yang Mengancam Demokrasi di Pilkada 2024
Hadir sebagai pembicara kunci Prof Dr. Ryaas Rasyid. Pembicara lainnya Prof Muhammad (Eks Ketua DKPP) hingga Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio. Diskusi dipandu Ketua DPP NasDem Atang Irawan.
Ryaas Rasyid melihat demokrasi tak boleh memesorotkan kecerdasan sebab itu membunuh demokrasi sendiri. Partai politik, menurut Rasyid perlu membahas serius secara internal.
BACA JUGA: Pakar: Calon Independen Lebih Baik Bagi Demokrasi ketimbang Kotak Kosong
Kepala daerah, menurut Rasyid, hanyalah bagian dari hal besar yaitu sistem. Inilah yang perlu ditata ulang.
“Kepala daerah salah satu mesin. Saya mau bilang korupsi hanya bisa diperbaiki dengan menata ulang manajemen kita, tidak bisa hanya memperkuat KPK, jaksa, polisi. Semakin banyak orang anda tangkap, tidak akan bisa, karena dia direproduksi oleh sistem,” kata Rasyid di Auditorium NasDem Tower, Jakarta, Senin (19/8).
Sementara itu, Ketua DPP NasDem Atang Irawan mengajak publik untuk bersama menemukan akar permasalahan akselerasi pimpinan daerah dalam menjalankan fungsi representatif.
“Demokrasi itu harusnya linier dengan kesejahteraan masyarakat. Dan leadership ini penting dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat,” tutur Atang.
Hari ini, NasDem mengajak pakar membedah masalah tersebut. Sebab, menurut Atang, parpol juga kesulitan bagaimana menemukan benang merah tidak efektifnya kebijakan publik di daerah.
“Ketika pimpinan daerah misalkan tidak menjalankan fungsi-fungsi dengan baik. Beda dengan parlemen, anggota DPR bisa di-PAW, kepala daerah tidak bisa di-PAW,” beber Atang.
Terakhir, Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio menganggap keterbatasan sumber daya seperti keterbatasan anggaran Pemda dan ketergantungan pada pemerintah pusat saat ini masih tinggi. Sumber daya manusia terampil juga sulit didapat. Selain itu, masalah lainnya adalah terbatasnya infrastruktur.
Lalu, Agus menganalisis masih ada disparitas antardaerah, yakni adanya ketimpangan pembangunan dan kapasitas aparat Pemda yang lemah di tata kelola.
“Ketergantungan pada pemerintah pusat tinggi, ketergantungan pada arahan dan regulasi dari pemerintah pusat yang sering membatasi fleksibilitas Pemda. Tata kelola lemah, masalah korupsi tinggi dengan kapasitas manajerial rendah,” tandas Agus. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diskusi 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi, Demokrasi Sedang Tak Baik-baik Saja
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga