jpnn.com, INDRAMAYU - Sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu masih berpotensi mengalami kekeringan ekstrim pada dasarian II Juli 2019.
Instansi terkait pun telah menyalurkan air bersih ke sejumlah desa yang mengalami krisis air untuk pertanian.
BACA JUGA: Jamuan Buah Tropis Ala Presiden Jokowi Membuka Pintu Ekspor
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy mengatakan, ratusan pompa sudah diturunkan untuk disiagakan di Indramayu agar petani dapat terus mendapatkan pasokan air.
Luas sawah yang terkena kekeringan di Kabupaten Indramayu seluas 6.935 ha. Pemerintah bersama petani telah melakukan upaya untuk penyelamatan areal sawah yang terkena kekeringan tersebut melalui giliran pembagian air dan pompanisasi dari sumber sumber air yang masih ada.
BACA JUGA: Kembangkan Industri Pangan Lokal, Kementan Gandeng Empat Instansi Ini
"Upaya tersebut telah menyelamatkan areal padi seluas 2.589 ha. Salah satu upaya penanganan Kekeringan dilakukan di Desa Soge, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Indramayu yang mengalami kekeringan sekuas 250 ha. Dengan umur tanaman 30 HST," terang Sarwo Edhy.
Upaya yang dilakukan adalah mengambil air dari saluran pembuang menggunakan pompa 3 inch. Dalam 16 jam dapat mengairi 1 ha. Jika menggunakan pompa air 8 inch, dapat mengairi 1 ha dalam 6 jam.
BACA JUGA: Sesuai Arahan Jokowi, Kementan Dorong Pasar Ekspor Produk Pertanian
"Untuk bisa mengalirkan air ke lahan , petani menggunakan pompa modifikasi untuk mengalirkan air dari sungai ke saluran supaya bisa dipompa dengan pompa yanh 3 inc atau 10 inc," jelasnya.
Agar cadangan sumber air lebih maksimal dan lancar, Ditjen PSP juga akan membangun talang air, long storage serta perbaikan saluran irigasinya.
"Yang penting tanaman padinya terselamatkan. Namun dampaknya petani di ujung (hilir) tidak kebagian air," tuturnya.
Kabupaten Indramayu memang dikenal sebagai daerah dengan potensi air yang rendah dan mayoritas petani tidak mengindahkan rekomendasi petugas untuk bertanam.
"Potensi sumber air juga hanya bisa mengairi sawah yang terdekat dengan sumber air," ujarnya.
Karenanya, pompanisasi bisa menjadi jalan bagi sawah yang terletak jauh dari sumber air. Namun, penggunaan pompanisasi juga membutuhkan upaya lainnya agar petani mendapatkan air yang merata.
Lebih lanjut Sarwo Edhy menuturkan, jika pemerintah telah mengupayakan berbagai upaya untuk mengatasi kekeringan tersebut, utamanya bagi daerah yang terkenal rawan kekeringan.
Mulai dari perbaikan saluran irigasi (jitut dan jides), mobilisasi pompa air untuk mengamankan standing corp terutama pada daerah yang masih memiliki sumber air (sumur pantek, sungai dan lain sebagainya).
Kemudian melakukan penerapan teknologi yang efektif dan efisien supaya areal yang terairi lebih luas, seperti gilir giring, intermiten dan sebagainya.
Sedangkan pada areal yang akan tanam, dilakukan perhitungan kecukupan air hingga panen dengan memanfaatkan informasi iklim (KATAM TERPADU). Dan petani direkomendasikan menggunakan varietas padi tahan kekeringan dan umur genjah.
"Pemantauan standing corp melalui remote sensing juga tetap dilakukan pemerintah untuk tindakan penyelamatan atas wilayah yang mengalami kekeringan," sambungnya.
Atisipasi kekeringan terus akan dilakukan. Utamanya agar dampak kekeringan tidak semakin meluas dan daerah yang mengalami kekeringan bisa terselamatkan produksinya.
Sebelumnya, Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn, menyebutkan, berdasarkan peta prakiraan curah hujan dasarian II Juli 2019 Provinsi Jawa Barat, disebutkan bahwa curah hujan dengan kriteria rendah berpeluang sangat kuat mendominasi seluruh wilayah di Provnsi Jawa Barat.
"Peluang kejadian curah hujan kriteria rendah (lebih dari 50 mm) diprakirakan di kisaran lebih dari 90 persen di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat," ujar pria yang biasa disapa Faiz itu.
Faiz menambahkan, BMKG pun telah mengeluarkan peringatan dini kekeringan per 30 Juni 2019, untuk daerah yang mengalami tidak hujan berturut-turut lebih dari 60 hari.
Di Wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan), daerah yang berpotensi mengalami kondisi itu adalah Indramayu Barat bagian selatan, seperti Gantar, Bantar, Bantarhuni, Cipancuh dan Temiyang.
"Daerah itu berpotensi mengalami kekeringan ekstrim," kata Faiz.
Selain Indramayu barat bagian selatan, potensi kekeringan ekstrim juga terjadi di Kabupaten Bekasi (Lemah Abang, Pebayuran) dan Kabupaten Karawang (Pasir Ukem, Pataruman). Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu, Edi Kusdiana, menyatakan, pihaknya sejauh ini sudah menyalurkan bantuan air bersih di dua desa ya g mengalami krisis air bersih. Yakni Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat dan Desa/Kecamatan Krangkeng.
"Kami kirim air bersih sebanyak enam tangki yang masing-masing berkapasitas 8.000 liter air. Jadi totalnya 48 ribu liter air bersih yang sudah dikirim," terang Edi.
Edi menyatakan, desa-desa yang mengalami krisis air bersih diminta untuk melayangkan surat permintaan air bersih. Pihaknya siap mengirimkan bantuan air bersih yang diminta warga. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raih Manfaat Ekonomi, Belanda Siap Promosikan E-Cert
Redaktur : Tim Redaksi