Cara Tedjo Dinilai Mirip Yassona Intervensi PPP

Rabu, 26 November 2014 – 14:43 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Menkopolhukam Tedjo Edhi Purdijatno dinilai tidak paham konstitusi karena telah meminta kapolri  tak memberi izin penyelenggaraan Munas Partai Golkar di Bali.

Menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, permintaan Tedjo memerlihatkan ia tidak mengerti kegiatan partai politik dijamin konstitusi sebagai manifestasi dari kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat.

BACA JUGA: Agung Ditantang Mengadu ke Mahkamah Partai

"Kemerdekaan parpol untuk menyelenggarakan kegiatan politik juga merupakan bagian dari hak asasi manusia," kata Said di Jakarta, Rabu (26/11).

Dalam peraturan perundang-undangan, kata Said, tegas dinyatakan partai politik sarana aspirasi partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia dan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi.

BACA JUGA: Golkar Dinilai Mirip Anak Perusahaan Bakrie Group

Jadi, kegiatan partai politik seperti halnya Munas Partai Golkar harus dipandang sebagai bentuk kebebasan masyarakat dalam berekspresi di bidang politik. Dan hal itu tidak boleh dilarang.

"Bahwa ada dinamika yang terjadi di internal Partai Golkar yang sempat menimbulkan kericuhan, itu pun tidak bisa dijadikan alasan oleh pemerintah untuk menghambat pelaksanaan kegiatan Munas Partai Golkar dengan cara melarang Kepolisian mengeluarkan izin acara," ujarnya.

BACA JUGA: Apresiasi Langkah Antisipatif KPU Jika DPR Tolak Perppu Pilkada

Menurut Said, kalau alasannya khawatir kericuhan muncul kembali saat Munas digelar di Bali, sehingga berdampak negatif bagi pariwisata, pemikiran tersebut dinilai cara pandang yang keliru.

Karena Polri diperintahkan oleh undang-undang memberi jaminan keamanan dan ketertiban, termasuk memberikan pelayanan perizinan.

Artinya, kalau masyarakat yang berhimpun dalam sebuah partai politik ingin mengembangkan kehidupan berdemokrasi sebagai bagian dari hak asasi manusia dengan cara menggelar suatu kegiatan, maka sudah menjadi kewajiban bagi Polri melayani permintaan izin penyelenggaan acara dan mengamankan kegiatan tersebut.

"Bukan justru sebaliknya. Lagipula, kericuhan di internal Partai Golkar itu cuma keributan kecil saja. Tidak bisa dikualifikasi sebagai suatu ancaman atau gangguan keamanan yang berskala besar. Polri kita ini hebat. Mengamankan Munas Golkar bagi Polri itu urusan seujung kuku," katanya.

Menurut Said, Tedjo mungkin mengira Polri sebagai institusi yang tidak akan mampu mengamankan Munas.

"Saya curiga, jangan-jangan Tedjo sedang memainkan skenario politik kepentingan tertentu," katanya.

Kecurigaan Said hadir karena Menkopolhukam justru meminta Golkar menggelar Munas di bulan Januari 2015, sebagaimana keinginan kubu Agung Laksono.

Selain itu juga pernyataannya yang bernada mencibir Aburizal Bakrie sebagai ketua umum yang sedang dipermasalahkan oleh faksi Agung tersebut.

"Itu semakin menguatkan indikasi adanya agenda politik Tedjo yang merupakan orang penting di salah satu partai politik pecahan Golkar. Jika demikian adanya, maka pemanfaatan kekuasaan oleh seorang menteri mengintervensi permasalahan internal partai politik akan sangat berbahaya bagi konsolidasi demokrasi kita ke depan," katanya.

Said melihat apa yang dilakukan oleh Tedjo mirip dengan apa yang dilakukan Menkumham Yasonna Laoly dalam persoalan internal PPP. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingatkan Pihak Luar Tak Ganggu Golkar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler