Catatan Kritis Gerindra untuk Pertanggungjawaban Pemerintah soal APBN 2019

Selasa, 18 Agustus 2020 – 20:38 WIB
Heri Gunawan. Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Gerindra DPR RI memberikan sejumlah catatan kritis untuk laporan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN 2019.

Catatan Fraksi Gerindra itu disampaikan juru bicaranya, Heri Gunawan dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (18/8).

BACA JUGA: Alasan Sri Mulyani APBN 2019 Mengalami Defisit

Hergun -panggilan akrabnya- mengawali pandangan fraksinya dengan menyentil pemerintah yang gagal mencapai target indikator asumsi makro APBN 2019.

"Dari tujuh indikator asumsi dasar ekonomi makro, hanya dua indikator mencapai target yang ditetapkan, yaitu indikator inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ucap Hergun dalam sidang paripurna yang berlangsung secara fisik dan virtual itu.

BACA JUGA: Semua Fraksi DPR Setuju RUU Pertanggungjawaban APBN Dibahas Lebih Lanjut

Tingkat inflasi pada 2019 sebesar 2,72 persen atau di bawah target yang telah ditetapkan dalam APBN 2019 sebesar 3,50 persen. Adapun rata-rata nilai tukar dolar AS (USD) pada tahun lalu di kisaran Rp 14.146 atau lebih rendah dari asumsi di APBN 2019 sebesar Rp 15.000.

"Namun, lima indikator asumsi dasar ekonomi makro meleset dari target yang ditetapkan," tuutur wakil ketua Fraksi Gerindra DPR itu.

BACA JUGA: Sodorkan Asumsi Makro RAPBN, Jokowi Sebut Ekonomi Akan Tumbuh 4,5-5,5 Persen

Hergun memerinci, kelima indikator yang tak tercapai antara lain nilai Indonesian Crude Price (ICP) USD 62 per barel atau lebih rendah dari target 70 USD per barel.

Selanjutnya ialah lifting minyak bumi yang hanya mencapai 746 ribu dari target 775 ribu barel per hari. Adapun lifting gas bumi hanya tercapai 1,05 juta dari target 1,25 juta barel setara minyak per hari.

"Penting kiranya untuk kita ketahui, secara umum dapat dikatakan bahwa capaian dan realisasi dari asumsi pada APBN TA 2019 meleset dari target yang ditetapkan," tegasnya.

Dua indikator penting lainnya yaitu tingkat bunga surat perbendaharaan negara (SPN) bertenura 3 bulan dan pertumbuhan ekonomi. Realisasi SPN 3 bulan di angka 5,6 persen lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan sebesar 5,3 persen.

Adappun ekonomi Indonesia selama tahun 2019 hanya tumbuh sebesar 5,02 persen. Capaian itu lebih rendah dari target 5,3 persen yang dipatok dalam APBN 2019.

"Bahkan jika dibandingkan dengan RPJMN, pertumbuhan ekonomi di 2019 seharusnya mencapai 8,0 persen," sebut Hergun.

Legislator asal Sukabumi, Jawa Barat itu lantas menyoroti sikap pemerintah yang cenderung menyalahkan faktor gejolak ekonomi eksternal dan global. Padahal, katanya, porsi ekonomi eksternal dan global dalam struktur PDB Indonesia tidaklah signifikan.

Anggota Komisi XI DPR itu menegaskan, peran ekspor dan impor masing-masing masih di bawah 20 persen. "Capaian pemerintah yang hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen kurang memenuhi ekspektasi rakyat," kritiknya.

Fraksi Gerindra juga menilai besarnya tambahan anggaran pembangunan ternyata belum mampu mendatangkan perbaikan pada fundamental ekonomi dan mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi.

 "Yang terjadi malah sebaliknya, penurunan jika dibandingkan realisasi tahun sebelumnya tahun 2018 yang mencapai 5,17 persen," sambung ketua DPP Gerindra ini.

Pada bagian rekomendasi, Fraksi Gerindra meminta pemerintah lebih serius dalam melaksanakan APBN yang sudah disepakati bersama dengan DPR. Gerindra juga meminta pemerintah lebih realistis dalam mematok asumsi-asumsi dalam perencanaan APBN.

"Dengan harapan bahwa catatan-catatan di atas menjadi koreksi yang konstruktif bagi pelaksanaan APBN tahun-tahun yang akan datang," tegasnya.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler