jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menilai persoalan ekonomi terlalu diprioritaskan pada masa pandemi penyakit virus corona 2019 (COVID-19).
Taufan menyampaikan pendapatnya dalam konferensi video Komnas HAM tentang Catatan Kritis Atas Penanganan COVID-19 di Indonesia, Selasa (28/7).
BACA JUGA: Kritik Pedas Komnas HAM Soal Protokol Kesehatan dan Inkonsistensi Pemerintah
"Kami melihat dalam perjalanan penanganan COVID-19 itu selama lima bulan terakhir, ekonomi itu sebagai panglima," katanya.
Menurut Taufan, sangat mudah melihat urusan ekonomi menjadi panglima dalam penanganan COVID-19. Dia lantas merujuk pada keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
BACA JUGA: Sri Mulyani Pasang Foto di Bantuan Hand Sanitizer, Komnas HAM: Tidak Etis
"Perppunya juga soal ekonomi, bukan soal kesehatan. Jadi kami melihat semestinya kesehata yang dijadikan dasar kebijakan, jadi ini terbalik begitu," ucapnya.
Taufan juga menyoroti birokratisasi penanganan pandemi. Contohnya adalah ketika ada pemda ingin menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan penularan COVID-19, ternyata tak dikabulkan oleh pemerintah pusat.
BACA JUGA: Daerah Lain Harus Meniru Cara Anies Baswedan Menangani Covid-19
Menurut Taufan, terdapat beberapa daerah batal menerapkan PSBB lantaran rumitnya birokrasi. Dari situ, pemda lantas menyiasatinya dengan membuat kebijakan sendiri yang tidak menyerupai PSBB.
"Tata kelola jadi sedikit kacau karena daerah merasa ada birokrasi yang cukup membatasi mereka, maka mereka ambil terobosan sendiri, inisatif sendiri," ucap Taufan.
Selanjutnya, Komnas HAM juga memberikan catatan kritis soal pelayanan kesehatan. Menurut Taufan, masih terdapat perlakuan berbeda terhadap masyarakat yang berupaya mengakses layanan kesehatan terkait COVID-19.
"Kemudian pelayanan kesehatan yang diskriminatif, satu daerah dengan daerah lain, kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat lain," paparnya.(mg10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan