Catatan Mbak Bivitri: Proses Legislasi Cipta Kerja Terburuk di Era Reformasi

Sabtu, 17 Oktober 2020 – 13:31 WIB
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menyerahkan laporan hasil kerja Panja RUU Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/10). Foto: Ricardo/JPNN.COM

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi proses legislasi Omnibus Law Cipta Kerja.

Menurutnya, pengambilan keputusan atas rancangan undang-undang (RUU) itu di DPR pada 5 Oktober lalu merupakan praktik paling buruk pascareformasi.

BACA JUGA: Inilah Nama-nama Penggugat UU Cipta Kerja di MK, Ada Pelajar

"Ini praktik yang sangat buruk. Dalam catatan kami bahkan ini yang terburuk dalam proses legislasi selama ini, terutama pascareformasi," kata Bivitri dalam sebuah diskusi daring bertema Omnibus Law dan Aspirasi Publik, Sabtu (17/10).

Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu lantas menyinggung perubahan naskah RUU Cipta Kerja yang sebelumnya telah diketok palu di DPR. Menurutnya, hal itu menjadi satu indikator pengambilan keputusan atas RUU itu sangat buruk.

BACA JUGA: Sebelum Sampai ke Presiden, RUU Ciptaker Sudah Dibahas Detail

"Apakah mengubah-ubah naskah dan tidak ada informasi dan sebagainya melanggar hukum tata negara? Secara prosedural, iya. Secara prinsip melanggar juga," ujar dia.

Seharusnya, kata Bivitri, naskah final RUU Cipta Kerja sudah final sejak pengambilan keputusan tingkat I di DPR atau sebelum dibawa ke rapat paripurna. Namun hingga RUU itu disetujui untuk disahkan dalam paripurna DPR, naskahnya masih berubah-ubah.

BACA JUGA: Pak Presiden, Simak Nih Saran Bang Hotman Soal Omnibus Law Cipta Kerja

"Seharusnya naskah final sudah ada. Itu kelaziman dan diatur dalam undang-undang. Jadi biasanya pembahasan UU dari Panja, tim perumus, lalu keputusan tingkat satu, dan keputusan tingkat dua. Di tingkat satu itu harusnya ada naskah lengkapnya," ungkap dia.

Lebih lanjut Bivitri menyoroti pembahasan RUU Cipta Kerja yang terburu-buru. Akibatnya, proses legislasi RUU sapu jagat itu buruk dan menyalahi prosedur.

"Jarak antara persetujuan-persetujuan itu, sampai di tingkat satu itu sekitar dua jam saja," beber dia.

Sebelumnya dalam rapat paripurna di Kompleks PArlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/10), DPR dan pemerintah menyetujui RUU Cipta Kerja untuk disahkan.

Ada tujuh fraksi di DPR menyetujui RUU itu, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Adapun dua fraksi lainnya, yakni PKS dan Partai Demokrat menolak pengesahan tersebut.(ast/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler