jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menolak penggabungan volume produksi antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Menurutnya, penggabungan itu hanya akan meningkatkan jumlah pengangguran. Selama ini SKT mempekerjakan banyak karyawan.
BACA JUGA: Jangan Tambah Surat Suara untuk Pemilih Pindahan, Bisa Berbahaya
Menurut Firman, kalau volume produksi digabung dengan SKM maka bakal banyak produsen rokok yang mengurangi jumlah karyawan sebagai langkah efisiensi. Hal ini jelas merugikan.
Dikatakan, ratusan ribu orang akan kehilangan pekerjaan seketika, jika kebijakan penggabungan ini diterapkan.
BACA JUGA: Batasan Produksi SKT Dinaikkan, Banyak Pihak Diuntungkan
"Kami keberatan dengan hal ini, masyarakat banyak harus dipikirkan juga,” ujar Firman di Jakarta, Jumat (1/3).
Firman dalam keterangan tertulis yang diterima media ini menjelaskan, basis dan konstituennya berasal dari daerah penghasil tembakau dan beberapa diantaranya telah menggantungkan hidup menjadi buruh dan pekerja pada produsen kretek tangan.
BACA JUGA: Industri Hasil Tembakau Hidupi Jutaan Masyarakat Indonesia
“Contohnya perusahaan Sukun yang memiliki tenaga kerja mencapai 10.000 orang dan kini tinggal 4.500 orang saja. Padahal perusahaan tersebut milik pribumi yang harus dibantu,” tuturnya.
Firman memprediski, tahun ini tidak akan ada pembahasan mengenai perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Harusnya pemerintah pro aktif mencari sumber income lain, jangan hanya rokok dan tembakau yang diurus,” tegas Firman.
Firman yang juga Ketua Pansus RUU Pertembakauan DPR RI tersebut menilai terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 yang mengatur di dalamnya penyederhanaan tarif cukai tembakau (simplifikasi tarif cukai) akan merugikan masyarakat Indonesia.
BACA JUGA: Mulai Hari ini Seluruh Tiket KA Lokal Bisa Dibeli Lewat KAI Access
Pasalnya, jutaan buruh linting kretek sangat tergantung hidupnya dari industri nasional hasil tembakau (IHT). "Saya mohon kebijakan ini (simplifikasi tarif cukai) betul-betul diperhatikan dan kalau perlu ditunda. Kalau saya berpandangan bahwa kebijakan ini sangat merugikan masyarakat Indonesia," kata Firman.
Firman menambahkan, jumlah pabrik IHT setiap tahun mengalami penurunan yang sangat drastis. Data jumlah pabrik rokok tiap tahun berkurang alias pabrik gulung tikar. Tahun 2006, jumlah pabrik sebanyak 4.669. Saat ini, jumlah pabrik sebanyak 728. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cukai Rokok Batal Naik, Misbakhun Puji Keberpihakan Jokowi
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad