jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 untuk segmen komunitas di wilayah Jawa Tengah dengan "Lindungi Generasi Muda dari Kekerasan Seksual di Media Sosial" pada Senin (22/4).
Rektor Universitas Putra Indonesia Astri Dwi Andriani mengatakan penggunaan internet juga memiliki dampak negatif khususnya saat tidak diiringi etika, salah satunya kekerasan seksual di ranah digital.
BACA JUGA: Kemajuan Teknologi Digital RRC Berpotensi Hadirkan Ancaman
Pada ranah digital, kekerasan seksual memiliki banyak nama seperti Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS), Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak menunjukkan, kasus KBGS mencapai 2.566 pada 2020.
BACA JUGA: Konsisten Hasilkan Platform Digital, ID Food Boyong 2 Penghargaan Ini
Terkait hal tersebut, Asri menyampaikan perihal pengertian terhadap kekerasan seksual yang menjadi aktivitas ancaman bagi seluruh korban.
"Pengertian dari kekerasan seksual adalah segala bentuk pelibatan seseorang dalam aktivitas seksual, baik itu disertai dengan ancaman, bujuk rayu, atau bahkan memanfaatkan ketidaktahuan orang untuk memberikan consent (persetujuan), terutama pada anak-anak," ujarnya.
BACA JUGA: Anwar Usman Masih Pakai Fasilitas Ketua MK
Dosen, Pengusaha, dan Praktisi Digital Anang Darmawan mengatakan KBGS hampir terjadi di semua platform media sosial termasuk Facebook, Whatsapp, YouTube, Twitter, Instagram, TikTok, Snapchat, dan lainnya.
"Pelecehan yang sering terjadi di media sosial dapat berupa rayuan, godaan, atau perbuatan tidak menyenangkan yang dapat dilakukan dengan chatting, komentar, direct message, mengirim foto, video bermuatan seksual, atau pornografi melalui media sosial," kata Anang.
Berdasarkan riset dari Riset Association for Progressive Communication (APC) ada tiga tipe orang yang paling beresiko mengalami kekerasan seksual digital, yaitu seseorang yang terlibat dalam hubungan intim, profesional yang sering terlibat ekspresi publik (aktivis, jurnalis, penulis, aktor, musisi), dan penyintas korban penyerangan fisik.
KBGS memberi efek yang besar pada korbannya, seperti yang disampaikan oleh Wakil Koordinator Mafindo Wilayah Jombang Anik Nur Qomariyah.
Dia mengatakan psikologis, sosial, ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri seseorang dapat berdampak secara negatif karena KBGS.
"Korban atau penyintas ini bisa mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga titik tertentu di mana beberapa korban atau penyintas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi," jelas Anik.
Oleh karena itu, dia menyampaikan sebaiknya ketahui pemicu terjadinya KBGS yang bisa karena faktor motivasi atau tujuan.
"Motivasi bisa seperti balas dendam, cemburu, agenda politik, kemarahan, agenda ideologi, hasrat seksual, kebutuhan keuangan, atau menjaga status sosial. Sementara tujuan bisa karena ingin menyakiti psikologis, fisik, instrumental, atau penegakan norma," katanya.
Dia mengingatkan bahwa memperjuangkan keadilan bagi perempuan terutama di kasus-kasus KBGS adalah tugas bersama.
Apalagi perempuan masa kini memiliki kekuatan besar, empati, dan kemauan untuk bergerak, berkolaborasi, dan berdaya bersama-sama.
Perlu diingat saat mengalami KBGS, seseorang dapat menyimpan barang bukti seperti screenshot atau URL, melakukan pemetaan resiko, cek prioritas kebutuhan dan keamanan, susun kronologi, melaporkan platform ke digital terkait, dan melaporkan ke polisi.
Namun demikian, KBGS juga dapat dicegah. Seseorang dapat membatasi interaksi di ranah digital, mengaktivasi fitur private, menggunakan password yang kuat, tidak sembarang posting foto, selalu berpikir sebelum posting, dan melaporkan ke pihak berwajib agar terhindari dari KBGS.
"Dari isu kekerasan seksual di media sosial adalah pentingnya pendidikan dan peningkatan kesadaran untuk mencegah tindakan ini. Kita perlu memperkuat pengaturan privasi dan mendukung komunikasi yang etis. Kerjasama yang efektif antara pengguna, platform media sosial, dan pihak berwenang juga krusial untuk menangani insiden dan mendukung korban. Bersama-sama kita dapat menciptakan lingkungan digital lebih aman dan inklusif," katanya. (rhs/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ciri-Ciri Pelaku Pembunuhan Wanita Hamil di Kelapa Gading Terekam CCTV
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti