Cegah Keterlambatan Penanganan Speech Delay pada Anak

Sabtu, 30 Agustus 2014 – 21:45 WIB
Foto ilustrasi diperagakan Ribka Trisnawati dan Nabilla Razqa Aqueena - Foto: Dite Surendra/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - Seorang anak dikatakan memiliki gangguan apabila kemampuan tidak seimbang terhadap usia tumbuh kembangnya. Speech delay atau keterlambatan berbicara adalah kasus gangguan yang sering ditemukan pada anak balita. Bunda wajib cermat dan tanggap mencari solusi akan kondisi tersebut.

Menurut riset National Institute on Deafness and Other Communication Disorders, sekitar 5 persen bayi lahir berpeluang mengalami gangguan bicara yang terlihat pada tahun pertama. Faktor penyebab sebagian besar gangguan tersebut dapat diketahui.

BACA JUGA: Siap Masuk Dunia Kerja, Ini Tips Lakoni Interview

Dokter Mira Irmawati SpA(K) menjelaskan, seorang anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara saat kemampuan struktur dan fungsi tubuh tidak sesuai dengan usianya. Salah satunya, ketidakmampuan balita mengucapkan suku kata.

Sebenarnya kondisi balita mengalami gangguan terlambat bicara dapat dideteksi sejak usia tiga bulan. Pada usia tersebut, bayi normal sudah memiliki kemampuan tersenyum, tertawa, mengoceh tidak jelas (babbling), bahkan berteriak. Bunda wajib mengamati tumbuh kembang buah hatinya. Bila anak tidak memiliki kemampuan seperti bayi normal, orang tua wajib segera berkonsultasi kepada ahlinya.

BACA JUGA: Minum Kopi bisa Melindungi Mata dari Kebutaan

Berdasar pengamatan spesialis anak yang berdinas di RSUD dr Soetomo Surabaya itu, orang tua sering terlambat mengetahui buah hatinya mengalami speech delay. Paling sering, imbuh dia, bunda baru sadar dan membawa ke dokter saat anak sudah berusia dua tahun. ’’Biasanya orang tua kurang mencermati secara detail tumbuh kembang anak. Disangka anaknya normal, namun ternyata buah hatinya mengalami keterlambatan bicara,’’ ujar spesialis anak konsultan tumbuh kembang itu.

Memang tidak ada kata terlambat untuk sebuah pengobatan. Meski demikian, Mira selalu menganjurkan agar pengobatan dilakukan sedini mungkin. Dengan demikian, anak segera mendapatkan terapi yang dibutuhkan.

BACA JUGA: Kanker Payudara Pembunuh Terganas

Terapi merupakan langkah penyembuhan bagi anak speech delay. Waktu terapi yang dibutuhkan setiap anak berbeda-beda. Bergantung pribadi anak dan support dari orang tua. ’’Anak dengan gangguan perilaku (autisme) kebanyakan menghabiskan waktu lebih lama dalam proses terapi,’’ kata staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unair Surabaya itu.

Bila dibiarkan, speech delay berdampak buruk. Misalnya, anak tidak mampu menyerap mata pelajaran di sekolah, perkembangan kognitif anak terhambat, dan menjadi pemarah. Anak juga tidak dapat berkomunikasi dengan teman sebaya, menjadi pendiam, atau enggan mengungkapkan pendapat karena rasa percaya diri yang kurang.

Keterlambatan bicara yang dialami beberapa anak dapat disertai dengan kelainan bawaan. Misalnya, cacat pada wajah (rahang kecil dan mulut besar), badan pendek, ukuran kepala bayi besar, dan gangguan mata. ’’Tidak semua anak speech delay disertai dengan cacat pada tubuh,’’ jelas dokter 39 tahun tersebut.

Semakin hari makin banyak faktor penyebab kasus speech delay. Diterangkan dokter kelahiran Malang, 16 Maret 1975, tersebut, sekitar 10–20 persen anak dengan keterlambatan bicara disebabkan kelainan organik. Meliputi, gangguan pendengaran, organ bicara (lidah dan gigi), kelainan otak, dan kelainan kromosom. Sisanya, 80 persen dipengaruhi kekurangan stimulasi dari lingkungan sekitar. Terutama, berkaitan dengan pola asuh orang tua.

Mira selalu menganjurkan setiap orang tua agar selalu mengajak interaksi atau komunikasi kepada bayi sejak dalam kandungan. ’’Stimulasi atau komunikasi kepada bayi dalam kandungan itu menjadi langkah ampuh pencegahan kasus speech delay. Ajaklah bicara atau ceritakan sesuatu secara rutin,’’ terangnya.

Keterlambatan bicara yang disebabkan lingkungan umumnya lebih mudah disembuhkan daripada pengaruh kelainan organ. (bri/c10/c7/nda)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Iguana, Hobi Plus Investasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler