jpnn.com - JAKARTA - PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) benar-benar mengalami dilema. Di tengah upayanya mencegah pencemaran tanah menggunakan mikroorganisme dengan proyek Bioremediasi di Riau, para pelaksana proyek tersebut dinyatakan bersalah.
Tidak hanya karyawan, tapi kontraktor CPI divonis bersalah oleh pengadilan. Mereka pun yang dinyatakan melakukan tindak pidana masuk penjara karena proyek bioremediasi dituduh memulihkan tanah bersih.
BACA JUGA: Yuddy Sampaikan Pesan Jokowi: Honorer Harus Sabar dan Tawakal
Masing-masing, Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, Widodo, Alexia, Bachtiar Abdul Fatah serta dua kontraktor CPI, Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo justru dituduh korupsi serta dipenjara dan didenda ratusan juta dan dituntut ganti rugi milyaran rupiah karena dianggap proyek bioremediasi hanya mengolah tanah bersih.
Tapi lebih ironi lagi, saat menjalankan proyek Bioremediasi tersebut, CPI malah dilaporkan warga. Dua fakta ini tentunya saling bertentangan dengan satu dan yang lainnya. Di satu sisi warga menghendaki lahannya agar tidak tercemari, namun oleh penegak hukum lainnya mempersoalkan proyek tersebut.
BACA JUGA: Datangi KPK, Basrief Laporkan Kekayaan dan Kangen-Kangenan
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pembawa Suara Pemberantas Korupsi, Kolusi Kriminal Ekonomi Republik Indonesia (Lembaga IPSPK3-RI) melaporkan CPI ke Mabes Polri dan Kepolisian Daerah (Polda) Riau awal Oktober 2014. Laporan ini terkait adanya tanah warga di sekitar wilayah operasi migas CPI yang terpapar minyak.
“Betul. Saya laporkan ke Mabes Polri dan Polda Riau. Rabu, 1 Oktober 2014, tepatnya pukul 14.00 WIB. Saya dimintai keterangan oleh pihak Polda Riau,” ujar Ketua Umum Lembaga IPSPK3-RI, Ganda Mora.
BACA JUGA: Berharap Pendataan Honorer K2 Kelar Akhir Bulan Ini
Menurut Ganda, dilaporkannya perusahaan asing milik AS tersebut terkait keluhan warga masyarakat Minas, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau. “Warga Minas melaporkan CPI yaitu Muara, Hendra dan Rekman, Asmida dan Herlina,” ucap Ganda.
Laporan ke Mabes Polri dengan No 22/Lap-IPSPK3-RI/VI/2014 telah diterima pada 2 Agustus 2014. Laporan ke Polda Riau dengan No 61 Lap-IPSPK3-RI/IX/2014 diterima pada 23 September 2014.
Warga Minas merasa janji CPI untuk melakukan bioremediasi pada lahan mereka tidak kunjung dilaksanakan. Garda mengatakan, pihak PT CPI berulang kali survei ke lapangan soal adanya laporan warga tersebut.
“Terkait pembuangan, pihak CPI mengakui dan tuntutan warga pun dijanjikannya. Warga meminta pihak CPI membersihkan dan memberi kompensasi atas pembuangan limbah,” tuturnya.
Di sinilah ironinya. Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, Widodo, Alexia, Bachtiar Abdul Fatah serta dua kontraktor CPI, Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo justru dituduh korupsi serta dipenjara dan didenda ratusan juta dan dituntut ganti rugi milyaran rupiah karena dianggap proyek bioremediasi hanya mengolah tanah bersih.
Padahal sepanjang kasus proyek bioremediasi bergulir, CPI dan pengacara para karyawannya telah menjelaskan bahwa proyek bioremediasi dilakukan dalam rangka memulihkan tanah yang terkontaminasi minyak dari operasi migas CPI di masa lalu. Tanah yang dibersihkan berasal dari survei tim CPI dan juga berdasarkan laporan masyarakat yang menemukan adanya tanah yang terpapar minyak.
Lebih ironis lagi bahwa saat ini Kepala Balai Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau telah memberi ultimatum kepada CPI untuk segera menuntaskan bioremediasi sampai 2015. Artinya proyek bioremediasi ini memang nyata dan telah diketahui oleh lembaga pemerintah berwenang untuk memulihkan tanah yang terpapar minyak. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Desak Sebelum 2015, Nasib Honorer K2 Sudah Jelas
Redaktur : Tim Redaksi