jpnn.com, JATINANGOR - Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) menggelar kuliah umum tentang radikalisme bagi praja dan civitas academica. Dalam acara ini, hadir sebagai narasumber, yakni Direktur The Wahid Foundation Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid dan perwakilan dari Polri.
Kegiatan ini diselenggarakan sebagai bentuk pencegahan masuknya paham radikalisme di lingkungan IPDN.
BACA JUGA: Gelar Latihan Bersama Taruna Akpol dan TNI, Hadi Minta Praja IPDN Jaga Nama Baik
Acara ini diikuti secara luring oleh seluruh praja IPDN kampus Jatinangor dan juga diikuti secara daring oleh civitas academica yang berada di IPDN kampus daerah.
Rektor IPDN Dr. Hadi Prabowo mengatakan pihaknya ingin memberikan pengetahuan terkait upaya antisipasi dan strategi mengatasi gerakan radikalisme dan intoleran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
BACA JUGA: Beri Kuliah Umum di IPDN, ST Burhanuddin Bicara soal Kewenangan
Hadi mengatakan acara ini dilaksanakan untuk memproteksi diri praja agar praja mengetahui perbedaan radikalisme dan intoleransi serta bagaimana upaya-upaya mengantisipasinya.
“Ketidaktahuan para praja kepada beberapa tokoh yang disinyalir menganut paham-paham tertentu, menjadi intropeksi kami khususnya bagian yang mengendalikan mahasiswa atau praja untuk lebih berhati-hati," kata dia dalam keterangannya, Rabu (22/6).
BACA JUGA: Kunjungi IPDN Jatinangor, Ahmad Doli Tak Ingin Ada yang Kurang
Sejauh ini, Hadi memastikan IPDN steril dari paham-paham radikalisme. Namun, dia menyadari perlunya penguatan keilmuan agar paham tersebut bisa dihindari.
Dalam acara ini, hadir juga sebagai narasumber Plh. Kasubdit Kontranaratif Ditcegah Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana, Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme Mabes Polri Islah Bahrawi, dan pengamat terorisme Sofyan Sauri.
"Kami hadirkan Bu Yenny Wahid, AKBP Mayndra Eka, Bapak Sofyan, dan Islah Bahrawi untuk memperluas pemahaman praja terkait hal tersebut. Semoga setelah ini, praja tahu mana yang benar-benar harus dijauhi dan mana yang harus dibela,” ujarnya.
Hadi juga menegaskan IPDN merupakan lembaga pendidikan kepamongprajaan yang dilandasi oleh jiwa Pancasila, cinta NKRI, dan mengedepankan nilai-nilai kebangsaaan. Karena itu, para praja harus mampu menghadapi radikalisme dan selalu menjaga kerukunan.
“Di IPDN tidak benar ada pengajian yang beraliran wahabi atau paham-paham menyimpang lainnya, kalau sudah lulus jadi ASN, itu bukan tanggung jawab IPDN lagi karena mereka akan menghadapi kompleksitas dan tekanan kehidupan yang berlainan," ujarnya.
Pada kesempatan ini Yenny Wahid menyampaikan perbedaan terkait radikalisme dan intoleransi. Menurutnya, intoleransi adalah sikap dan tindakan yang bertujuan menghambat atau menentang hak-hak kewarganegaraan yang dijamin konstitusi. Intoleransi bisa terjadi terhadap orang yang berbeda agama, maupun satu keyakinan.
Sementara radikalisme, merupakan partisipasi atau kesediaan ikut dalam peristiwa-peristiwa yang melibatkan kekerasan atas nama agama, etnis, maupun politik. Menurutnya, radikalisme tidak hanya berkaitan dengan agama apalagi dengan satu agama tertentu.
“Radikalisme bisa dilakukan oleh siapa saja, dari agama apa saja, dari kelompok politik mana saja, asal dia bersedia untuk berpartisipasi dengan menggunakan kekerasan dalam mewujudkan agenda-agendanya," ujarnya. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wapres hingga Puan Maharani Sampaikan Harapan kepada IPDN, Apa Isinya?
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga