jpnn.com - KUNINGAN - Juhanda (32), tersangka pelemparan bom Molotov di depan Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur, lahir di Desa Bunigeulis, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, Jabar.
Dia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Juharta dan Juharnah, penduduk RT 09/02, Dusun Manis, Desa Bunigeulis, Kecamatan Hantara.
BACA JUGA: Selamat Anda Mendapatkan Satu Unit Mobil Kijang Innova
Dibesarkan di Bunigeulis, lantas merantau ke Jakarta setelah lulus SMK swasta di kota Kuningan.
Di ibukota, Juhanda bekerja sebagai pedagang asongan, dan setiap tahun pulang kampong, pas Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA: Inilah Pernyataan Sikap MUI Gorontalo
Pekerjaan sebagai pedagang asongan itu dilakoni Juhanda sampai tahun 2007.
Kepala Desa Bunigeulis, Didi Yosefa membenarkan jika Juhanda merupakan warganya yang lahir di desa tersebut.
BACA JUGA: Mobil Terbakar di SPBU, Bocah Usia 4 Tahun...Innalillahi
Namun sejak tahun 2014 lalu atau selepas bebas bersyarat dari Lapas Tangerang, Juhanda sudah bukan lagi warga Bunigeulis lantaran sudah mengajukan surat pindah.
“Memang betul sebelumnya Juhanda atau akrab dipanggil Kendo merupakan warga kami. Kedua orang tuanya, serta adik-adiknya ada di Bunigeulis sampai sekarang. Namun di tahun 2014, Kendo mengajukan surat perpindahan. Yang datang ke balai desa dan mengajukan surat permohonan pindah adalah orang tuanya. Kendo sendiri masih di Tangerang,” jelas Didi diamini Sekretaris Desa Bunigeulis, Inar Rusdinar kepada Radar Cirebon (jawa POs Group), kemarin (14/11) sore.
Menurut Didi, dia merasa kaget ketika melihat tayangan di televisi yang menampilkan wajah Juhanda, pelaku aksi bom molotov di area parkir di depan Gereja Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur.
Dia tak asing dengan wajah Kendo karena sejak kecil sering bertemu.
“Begitu melihat tayangan di telivisi, saya kaget. Kemudian disebutkan juga oleh penyiar kalau pelaku kelahiran Ciniru, Kabupaten Kuningan. Ternyata di memang berasal dari Desa Bunigeulis. Tadi pagi (14/11), ada petugas kepolisian yang datang dan memberitahu soal Juhanda. Petugas meminta agar saya membawa kedua orang tua pelaku ke Polsek Ciniru,” terang Didi.
Inar menambahkan, selama ini dia sangat mengenal pribadi Juhanda atau Kendo.
Sebab sejak SD sampai SMP bareng satu sekolah, kemudian berpisah ketika melanjutkan ke SMA.
Menurut Inar, dirinya merupakan kakak kelas Kendo beda dua tahun, dan sering main bersama.
“Dari kecil sampai SMK, saya sering bertemu dengan Kendo. Yah namanya satu desa, pasti sering bertemu. Tak ada yang aneh dalam diri Kendo. Sama seperti yang lainnya. Anaknya juga rajin, dan tak pernah membantah perintah orang tuanya. pokoknya tidak ada yang ganjil dari sikap Kendo,” terang Inar.
Seingat Inar, Kendo pulang terakhir kali ke desanya di tahun 2007.
Setelah tahun itu, dia tidak pernah lagi bertemu. Hubungan antar orang tuanya dengan Kendo juga seperti terputus karena Kendo tidak pernah menghubungi orang tuanya.
“Saya masih ingat, tahu-tahu di tahun 2011, ada surat dari kepolisian yang memberitahukan kalau Juhanda terlibat kasus bom buku dan di Puspitek Serpong Tangerang. Jadi, ketemu langsung dengan Kendo itu tahun 2007. Orang tuanya juga sudah pasrah,” papar Inar yang menjabat sekdes Bunigeulis di kediaman Juhanda.
Saat Radar datang ke rumah Juharta, ternyata kedua orang tua Juhanda sudah dibawa ke Polsek Ciniru untuk dimintai keterangan.
Ditunggu hingga pukul 17.30, kedua orang tua Juhanda tak kunjung datang.
Akhirnya, Radar menyambangi Polsek Ciniru yang berjarak sekitar 6 kilometer dari Bunigeulis.
Setibanya di Mapolsek Ciniru, rupanya kedua orang tua Juhanda yang didampingi Kades sudah pulang kembali ke rumahnya.
“Barusah Pak Juharta dan istrinya bersama pak kades, sekitar 10 menitan pulang dari Polsek. Tadi ada petugas dari Polres Kuningan yang meminta keterangan dari kedua orang tuanya,” sebut seorang anggota Polsek Ciniru. (ags/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bicara soal Bom di Telepon, Ibu Rumah Tangga Diturunkan dari Sriwijaya
Redaktur : Tim Redaksi