jpnn.com - Bertugas memimpin negara menjadikan presiden dituntut memiliki kesehatan yang selalu prima. Tak terkecuali Presiden Jokowi saat ini. Salah seorang dokter yang bertugas memastikan kesehatannya adalah Kolonel Nalendra yang kini juga menjabat kepala RSAL dr Ramelan Surabaya.
Laporan Muniroh, Surabaya
BACA JUGA: Sosok GKR Mangkubumi di Mata Anak-anak Sultan HB X Lainnya
SUSAH-susah gampang menemui sosok satu ini. Hampir setiap pekan, dia pergi-pulang Istana Negara dan Surabaya terkait dengan dua jabatan yang diembannya. Yaitu, sebagai kepala RSAL dr Ramelan dan anggota tim ahli dokter kepresidenan Jokowi. Dia adalah Kolonel Laut (K) dr IGD Nalendra D.I. SpB SpBTKV (K), 51.
Ditemui pada Rabu lalu (6/5), Nalendra baru datang dari Jakarta. Beberapa jam kemudian, pada hari yang sama, dia sudah mesti bertolak ke Papua. Nalendra akan mendampingi Jokowi selama kunjungan di Jayapura.
BACA JUGA: Jembatan Kutai Kartanegara yang Sebentar Lagi Hidup Kembali
Sosok Nalendra begitu sederhana. Mengenakan seragam militer lengkap, gurat wajahnya langsung menampakkan senyum saat disapa. ”Presiden itu lambang negara. Saya menyebutnya RI I. Harus terjaga kesehatan dan keselamatannya. Kalau terjadi apa-apa, itu berarti yang diserang negara,” ujarnya.
Menurut dia, menjadi dokter ahli presiden memang tidak mudah. Dia harus memastikan kesehatan fisik sang pemimpin negara. Terpilihnya Nalendra sebagai dokter presiden melalui beberapa tahap.
BACA JUGA: Kisah Menegangkan Evakuasi WNI di Yaman, tak berani Jawab SMS Istri
Hal itu dimulai saat RI I dan II terpilih pada Juli tahun lalu. Ketua dokter kepresidenan masa SBY mencari tim baru. Tim tersebut terdiri atas dokter pribadi presiden, dokter pribadi wakil presiden, dan tim dokter ahli kepresidenan Jokowi. Nalendra dipercaya tergabung dalam tim ahli.
Bedanya dengan dokter pribadi, tim ahli beranggota para akademisi dan guru besar di bidang kedokteran. Kebanyakan mereka berasal dari kepolisian atau militer yang memiliki sertifikasi keahlian.
Pemilihan anggota berdasar pada keputusan presiden (keppres) dan di bawah tanggung jawab sekretaris negara. Saat ini ketua tim adalah Prof dr Azis dan sekretarisnya, Dr drg Seno. Anggota tim ahli berjumlah 35 orang, sedangkan dokter pribadi presiden dan wakil presiden hanya lima orang.
Nalendra mengungkapkan, tim ahli tidak hanya menangani presiden yang sedang menjabat, tapi juga mantan presiden beserta istri. Mereka juga mendampingi presiden saat berkunjung ke luar negeri. Nalendra menyatakan bangga bisa mengemban tugas itu. ”Saya anggap sebagai ibadah. Alhamdulillah jadi banyak teman,” ujarnya.
Dokter dengan dua anak tersebut menambahkan, salah satu tugasnya adalah menyiapkan fasilitas emergency di setiap lokasi kunjungan presiden. Hal tersebut dilakukan sebelum presiden tiba. Artinya, dalam setiap kunjungan presiden, Nalendra harus berangkat lebih dahulu. Biasanya dia tiba sehari sebelumnya.
Saat Jokowi berkunjung ke Papua pada 8–9 Mei, Nalendra harus sudah berada di sana pada 6 Mei. Tanpa sempat tidur pulas, dia harus mengecek hotel tempat menginap dan kesiapan tim kesehatan. Nalendra juga menyiapkan rumah sakit rujukan jika terjadi hal emergency.
Institusi kesehatan yang dipilih harus memiliki peralatan lengkap. Namun, itu bergantung pada daerahnya. Jika sangat terpencil, tim ahli akan berusaha memaksimalkan fasilitas yang ada. Contohnya, di Lombok yang hanya memiliki RS tipe C. Lantaran tidak layak evakuasi darat, tim dokter pun menyiapkan helikopter. Kalau kunjungan ke gunung, dokter membuat ICU mini. ”Kami harus mengetahui medannya. Rumah sakitnya dipilih karena kalau terjadi apa-apa, yang dihujat rakyat Indonesia ya kami,” ujar alumnus FK Unair angkatan 1982 itu.
Untuk di Jawa Timur, rumah sakit rujukannya adalah RSAL dr Ramelan. Tim yang dilibatkan termasuk dari RSAL dr Soetomo dan Dinkes Jatim. Selama perjalanan protokoler yang mengiringi presiden menuju lokasi kunjungan, ada ambulans lengkap dengan dokter pribadi yang menyertai.
Nalendra mengatakan telah mendampingi Jokowi ke banyak tempat. Namun, dia tidak mau ditugasi ke luar negeri. Alasannya, dia tidak bisa meninggalkan Surabaya dalam waktu lama. Dia memiliki tugas yang tak kecil di RSAL dr Ramelan.
Dalam sebulan, Nalendra setidaknya tiga kali mendampingi presiden. Setiap kali pendampingan bisa sampai empat hari. ”Tugas banyak dan cukup menyita waktu. Tapi, rasanya senang,” ungkapnya.
Selain itu, dia memeriksa makanan sang presiden. Mulai bahan mentah, proses memasak, hingga penyajian. Minuman juga dicek. ”Takut ada bahan beracun. Misalnya, arsenik atau formalin. Kalau tidak layak, tidak boleh dikonsumsi,” ucap ayah Didi Iswara Wardhana dan Dyaifa Iswara Wardhani tersebut.
Selama ini kesehatan Jokowi tidak banyak bermasalah. Kalaupun ada, hanya sakit pegal karena padatnya jadwal kunjungan. ”Alhamdulillah, masyarakat kita ini paling senang bertemu dengan presiden. Jarang ada pemimpin yang mau ke daerah terpencil. Makanya, mulai dari tempat helikopter mendarat sampai lokasi, yang nyalamin Bapak (Jokowi) banyak. Tangannya sampai tergores karena ditarik-tarik. Yang kasihan Paspampres,” ujarnya, lantas tertawa.
Nalendra menambahkan, sebagai dokter presiden, dirinya cukup dekat dengan Jokowi. Menurut dia, Jokowi adalah pribadi yang penuh pertimbangan. Dengan kondisi itu, terkadang keputusan yang dikeluarkan tidak bisa cepat.
Bagi sebagian orang, itu dianggap tidak tegas. Padahal, sikap tersebut diambil lantaran Jokowi tidak mau grusa-grusu. ”Jadi presiden itu beban besar. Pekerjaan yang tidak mudah. Kok orang semudah itu menghujat,” ucapnya.
Nalendra mencontohkan, seluruh dokter presiden pernah dikumpulkan. Ketika itu masalah cicak versus buaya sedang panas. Jokowi meminta didampingi para dokter di Istana Bogor. Ketika itu, Jokowi ’’bermeditasi’’ untuk mencari jalan keluar.
Menurut Nalendra, Jokowi selalu menunggu timing saat mengeluarkan keputusan. Contoh yang terbaru kasus penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan oleh Bareskrim Polri. Dia menyebutkan, Jokowi tidak emosional. ”Beliau lebih suka di Bogor karena tenang. Keesokan harinya, beliau bisa mengambil keputusan masalah KPK dan polisi,” ucapnya.
Nalendra menambahkan, cita-citanya menjadi dokter bermula dari sang ayah yang bertugas di TNI-AL. Menurut dia, dokter adalah profesi yang dibutuhkan masyarakat. Setelah lulus dari Unair, Nalendra bertugas sebagai dokter pasukan di beberapa lokasi konflik. Misalnya, di Timor Timor (kini Timor Leste), Ambon, dan saat pembebasan sandera KM Sinar Kudus di Somalia. Termasuk sebagai dokter pasukan elite antiteror Denjaka TNI-AL. Dia juga terlihat dalam operasi penanggulangan bencana se-Indonesia. Nalendra mengabdi di RSAL dr Ramelan sejak 1998. Selama bertugas, dia dikenal sebagai dokter yang murah hati.
Tidak jarang dia mengoperasi pasien tidak mampu dengan gratis. Dia mencari dana dan bekerja sama dengan beberapa media untuk pembiayaan operasi. ”Urip itu urup. Harapan saya bisa bermanfaat untuk Nusantara. Itu saja,” tegasnya.
Nalendra terpilih sebagai kepala RSAL dr Ramelan pada Maret 2015. Sebelumnya, dia mengepalai RS Tanjung Pinang Riau dan RS Mintoharjo Jakarta. ”Selama di Riau itu, saya harus menyeberang laut dengan memakai kapal kecil untuk menuju RS,” ujarnya.
Saat ini Nalendra berusaha untuk selalu meningkatkan mutu layanan RSAL dr Ramelan yang sudah bertipe A. Dia juga ingin membangun trauma center. Tujuannya, menurunkan angka penderita cacat akibat kecelakaan.
RSAL dr Ramelan memulainya dengan mendirikan satu-satunya bengkel ortopedi di Surabaya. Termasuk yang bisa mengaplikasikan tangan robot atau bionic hand pertama di Indonesia.
Bagi Nalendra, kebahagiaan itu sederhana. Dia menyatakan, hatinya bisa plongsaat presiden kembali terbang ke Istana Negara dengan selamat dan sehat dari setiap kunjungannya.
Dia juga mengungkapkan, Jokowi memberikan teladan kepadanya. Mantan wali kota Solo itu begitu sederhana. ”Makannya tidak aneh-aneh. Sukanya minum air putih saat pagi. Tirakatnya juga kuat. Saya tidak lepas puasa Senin-Kamis karena beliau,” ujar suami Leni Naveiati SH tersebut. (*/c7/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjuangan Tim Kemenlu Mengevakuasi WNI dari Konflik Yaman
Redaktur : Tim Redaksi