Cerita Nihad, Mantan Budak Seks ISIS yang Lari, Terpisah dari Putranya

Minggu, 14 Mei 2017 – 05:52 WIB
Nihad Barakat Shamo Al-Awsi. Foto: AFP

jpnn.com, LONDON - Ini kisah tentang Nihad Barakat Shamo Al-Awsi, perempuan dari Yazidi, Irak utara....

Tiga tahun yang lalu, saat dia berusia 15, Nihad memiliki banyak teman. Dia menikmati semua pelajaran di sekolahnya. Terutama matematika dan bahasa Inggris. Nihad bercita-cita menjadi seorang guru.

BACA JUGA: Dituding Bikin ISIS Terkenal, Facebook, Google dan Twitter Dibawa ke Pengadilan

Namun kehidupan Yazidis muda yang cerah itu, suram seketika. Di suatu siang, seorang penduduk dari kota terdekat di mana Nihad tinggal membunyikan alarm: ISIS akan datang!

Nihad dan keluarganya (dia adalah satu dari 18 bersaudara), hanya punya dua pilihan. Masuk ISIS atau lari. Cita-cita Nihad ingin menjadi guru buyar seketika. ISIS mengangap Yazidis adalah masyarakat campuran Kristen, Islam dan iman kuno zoroastrianisme Persia, yang mengarah ke pemuja setan.

BACA JUGA: Episode Hidup Daniela, Agen FBI yang Menikah dengan Anggota ISIS

Jadi, Nihad dan keluarga berkemas. Dengan mobil, mereka lari menuju ke Gunung Sinjar. Namun di perjalanan mereka tertangkap di sebuah pos pemeriksaan. Nihad dibawa ke sebuah desa di perbatasan Irak-Syria, tempat para tahanan pria dipisahkan dari perempuan muda maupun sedikit tua.

Di sana, Nihad akhirnya kenal dengan apa dan siapa itu monster. "Saudara perempuan saya diperkosa di depan saya. Dia berteriak, memohon agar ibu saya datang untuk membantunya," kenang Nihad, saat bercerita kepada Fairfax Media, di markas besar yayasan amal berbasis di London, Yayasan AMAR.

BACA JUGA: Lagi, Propaganda ISIS Libatkan Bocah

Nihad kemudian dipindahkan ke Mosul, tempat seorang militan ISIS mengklaimnya. Nihad diperkosa berulang kali sebelum anggota ISIS itu tewas di medan perang dua bulan kemudian.

Nihad dengan cepat diklaim dan dipaksa menikah dengan monster lain, seorang pria bernama Abo Faris. Pria ISIS ini sudah memiliki istri dan seorang gadis Yazidi lain sebagai budaknya.

Nihad tahu, banyak budak ISIS meninggal dalam penahanan (perbudakan, penangkaran atau apalah namanya). Namun dia berusaha bertahan dan percaya bahwa suatu hari dia akan bersatu kembali dengan keluarganya.

"Saya sempat menemui saudara perempuan dan saudara laki-laki saya (sama-sama tertahan), dan saya berkata, 'mohon berpegang teguh pada harapan bahwa suatu hari nanti kita akan dibebaskan dan kita akan kembali ke kehidupan lama'," tutur Nihad.

Singkat cerita, Nihad hamil. Setelah rutin diperkosa dan disiksa, Nihad mengandung janin dalam rahimnya. "Saya membawa seorang pria ISIS kecil. Ketika saya hamil, saya berpikir mengapa ini terjadi. Saya terdiam, merasa tersesat. Namun suatu hari saya berhasil menelepon keluarga saya di luar, dan sejak saat itu saya kembali memupuk harapan lagi," ujarnya.

Nihad mencoba untuk menggugurkan kandungannya. Namun akhirnya anaknya itu lahir. Dia memberi nama Issa, bahasa Arab untuk Yesus. Issa akan berusia dua tahun pada Juli nanti.

Ketika Nihad melarikan diri, dia terpaksa meninggalkan Issa yang saat itu baru berumur tiga bulan, bersama ayahnya, Abo Faris. Pria itu tetap berada di Irak utara dan bersikeras untuk menjaga Issa.

Nihad pun berpikir, bahkan jika dia berhasil membawa Issa lari bersamanya, rakyatnya akan menolak anaknya. "Dia adalah bagian dari saya, tapi dia adalah salah satu dari penjahat. Bahkan jika saat ini saya berhasil menemuinya lagi, keluarga saya dan semua orang Yazidi akan mengatakan 'ini adalah anggota ISIS'," tuturnya.

Nihad lolos dari penculiknya karena perselisihan antara Abo Faris, istrinya dan gadis Yazidi lainnya. Ceritanya, untuk meredam pertengkaran 'keluarga' itu, Nihad dititipkan ke sepupu Abo Faris. Nah dari sana, dengan bantuan kelompok yang membantu wanita Yazidi, dia akhirnya bisa melarikan diri dari Mosul.

Namun meski dia telah bebas dari perbudakan ISIS, Nihad mengatakan bahwa dia tidak akan pernah merasa bebas. "Masih banyak orang Yazidi di bawah kendali ISIS dan karena saya masih memiliki anak laki-laki bersama mereka, saya tidak akan merasa bebas," ujarnya.

Nihad telah kehilangan dua saudara perempuan dan saudara laki-lakinya. Setahu dia, dua saudaranya yang lain dipaksa masuk pelatihan di kamp-kamp tempur. "Saya tidak pernah melupakan semua keluarga saya," ucapnya.

Nihad kini seorang pencari suaka yang sangat menginginkan kehidupan baru di Australia. Dia telah mengajukan permohonan untuk perlindungan, bersama dengan saudara perempuannya, tiga saudara laki-laki, keponakan, ibu dan keluarga mertuanya yang selamat dari ISIS.

Di Australia, program perlindungan untuk perempuan Yazidi berbeda dengan di sejumlah negara lain. Di Negeri Kanguru itu, mereka boleh tinggal dan berkumpul dengan keluarganya.

Untuk 2017-18, Australia menerima 18.750 orang yang melarikan diri dari penganiayaan. Pada bulan Maret, pemerintah Australia mengumumkan telah memberikan visa perlindungan kepada 12.000 orang yang mengungsi karena konflik di Syria dan Irak.

Pengungsi yang menderita penyiksaan dan trauma ditawarkan layanan konseling khusus saat mereka tiba di Australia. Nihad dan keluarganya membutuhkan itu.

Nihad adalah satu dari 6800 Yazidis yang telah ditangkap untuk menjadi budak seks maupun pejuang versi ISIS.

Sebuah penelitian dari London School of Economics menemukan 9900 Yazidis terbunuh atau diculik selama Agustus 2014. Diperkirakan 3100 Yazidis yang terbunuh itu, hampir setengahnya dieksekusi oleh tembakan, pemenggalan kepala atau dibakar hidup-hidup. Yang lainnya meninggal karena luka-luka, kelaparan dan dehidrasi saat pengepungan di Gunung Sinjar. Sementara lebih dari sepertiga dari mereka yang diculik masih dalam status hilang.

Nihad kini lebih berani dan terbuka dengan dunia. Meskipun stigma Nihad tak bisa lepas dari label budak seks ISIS, dia berkomitmen untuk mengatakan kepada dunia tentang apa yang dia dan rakyatnya alami.

Nihad Barakat Shamo Al-Awsi. Foto: Liliana Zaharia/from smh 

"Saya ingin semua orang membayangkan penderitaan yang kami alami. Saya ragu bisa pulih selamanya dari trauma. Namun terlepas dari semua kesulitan yang saya derita, saya telah memutuskan untuk melanjutkan hidup dan ingin sukses meski kesedihan di dalam diri ini begitu dalam," kata Nihad.

Dia berharap akhir tahun ini semua urusan perlindungan bisa diselesaikan dan dia bisa segera memulai hidup baru di Australia. Nihad masih berambisi menyelesaikan pendidikan, kembali ke tujuan sebelum ISIS menghitamkan hidupnya.

"Saya ingin pergi ke sana, melanjutkan semua, untuk menjadi guru," itu cerita Nihad. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat, Belajar Agama Harus Sampai ke Intinya


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler