jpnn.com, BOGOR - Ancaman radikalisme dan terorisme menjadi concern besar bangsa Indonesia.
Masih banyaknya sel-sel terorisme di tanah air dan kelompok radikal ISIS yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu target propaganda dan aksi mereka.
BACA JUGA: Militer Filipina Temukan Paspor WNI di Markas Pemberontak
Bahkan momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Jakarta 2017 pun juga dimanfaatkan untuk memecah belah masyarakat melalui hasutan dan berita hoaks.
Kondisi itulah yang mengharuskan bangsa Indonesia memiliki tameng untuk membendung propaganda radikalisme dan terorisme.
BACA JUGA: Ini Penyebab Wanita Mudah Terpapar Paham Radikal
Salah satunya kewajiban untuk memperdalam agama sampai ke intinya.
Tujuannya, agar tidak mudah terpengaruh radikalisme dan terorisme yang menggunakan agama sebagai 'kendaraan' mereka.
BACA JUGA: Cegah Radikalisme di Kampus, BNPT Gandeng Umaha
"Belajar agama harus sampai ke intinya dan jangan cuma sampai kulitnya. Karena kalau orang belajar sampai ke intinya, tentu dia tidak akan melukai, menyalahkan, apalagi menyesatkan orang lain," ungkap Ketua Dewan Pakar Badan Pembina Rohani Mental Islam Nasional KH Ridwan Muhammad Yusuf pada peringatan Isra Mikraj di Kantor BNPT, Sentul, Bogor, Kamis (27/4.
Untuk memperjelas pemahaman itu, Kiai Ridwan Muhammad memberi contoh filosofi kelapa.
Sejak masih berupa kelapa sampai menjadi santan butuh proses dan pendalaman di tiap levelnya.
Dari contoh itu, menurutnya, orang bisa mengukur tingkat atau level keagamaan mereka.
"Maka sudah semestinya orang Islam berkonsentrasi pendalaman akidahnya atau pendalaman materi tentang hakikat hidup dan tentang Islam, agama yang dipeluknya. Ketika orang menemukan agama hanya di permukaan, maka di situlah akan muncul iblis yang akan mengajak berperang satu sama lain," tutur Kiai Ridwan.
Untuk itu, Kiai Ridwan mengaku telah membuat program kepada para ulama.
Yaitu, ulama bersatu nasional untuk membahas kembali tentang agama yang diajarkan itu harus lembut dan nikmat karena Islam itu adalah rahmatan lil alamin.
Pasalnya, saat ini telah dijadikan kelompok radikalisme dan terorisme untuk melancarkan aksinya.
Dia bercerita bahwa awalnya Allah mengirimkan nabi pertama ke bumi yaitu Nabi Adam AS saat bumi tidak damai. Begitu juga dengan nabi kedua dan selanjutnya.
Bahkan, ada nabi yang diturunkan, tapi umatnya dihancurkan. Ada juga nabi yang diturunkan, tapi umatnya ditenggelamkan, dan sebagainya.
Maka Allah kemudian menurunkan rasulullah Muhammad SAW untuk mendamaikan bumi ini dengan cara menyebarkan cinta.
"Kita belajar agama itu untuk menemukan nikmat dan lembutnya agama itu. Bukan untuk merusak perdamaian, apalagi membunuh sesama manusia," tukasnya.
Dia menegaskan bahwa hidup itu intinya cuma satu. Yaitu menanamkan cinta di hati orang lain dan tidak melukai serta menyakiti siapa pun.
"Kalau cinta sudah di dada, rahmatan lil alamin juga pasti tembus di dada. Kalau dia bekerja, maka ia akan menjadi profesional dan tidak memandang siapa pun yang dia kenal," imbuh Kiai Ridwan.
Dia meyakini bila umat islam memiliki pemahaman agama yang kuat serta bisa menjalankan nilai-nilai agama itu dengan baik, pasti tak satu pun paham radikalisme dan terorisme yang bisa memengaruhinya.
Apalagi, pemahaman itu ditambah penguatan ideologi bangsa yaitu Pancasila, maka bangsa Indonesia tidak akan bisa tersentuh oleh paham-paham negatif itu. Dengan demikian NKRI akan semakin kuat. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Depan Jokowi, Wapres AS Bicara Terorisme
Redaktur & Reporter : Ragil