jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menerima sejumlah aduan dari warga Rusun Marunda terkait pencemaran batu bara di wilayah tersebut.
Parahnya, pencemaran tersebut berdampak pada kesehatan warga terutama anak-anak. Dari masalah pernapasan (ISPA), gatal-gatal pada kulit, hingga sekolah dan ruang bermain anak yang penuh pencemaran abu batu bara.
BACA JUGA: KPAI Temukan Hal Gawat di Rusun Marunda, Mengancam Anak-Anak
Retno menceritakan, saat turun langsung ke lapangan pada Jumat (11/3), sejumlah warga mengeluhkan permasalahan yang mereka hadapi.
Adapun tujuannya ke lokasi adalah menyediakan ruang bagi warga untuk menyampaikan kesaksiannya atas dampak pencemaran abu batu bara.
BACA JUGA: Polemik Kali Mampang, Pemprov DKI Beberkan Daftar Panjang Upaya Atasi Banjir
“Secara umum warga menyampaikan bahwa dampak pencemaran mulai dirasakan pada tahun 2018 hingga sekarang. Makin hari semakin memburuk terhadap kesehatan warga termasuk anak-anak,” ungkap Retno Listyarti dalam keterangannya, Minggu (13/3).
Salah seorang warga menceritakan bahwa keluarganya mengalami penyakit kulit yang menimbulkan gatal di sekujur tubuh.
BACA JUGA: Meski Pandemi, Bank DKI Catat Pertumbuhan Laba 25,27 Persen pada 2021, Keren!
Keluarga itu mengobatinya ke klinik terdekat yang sekali berobat bisa menghabiskan biaya Rp 300 Ribu. Saat pertemuan, salah satu anak dibawa dengan kondisi badan gatal-gatal.
“Dengan mata berkaca-kaca dan suara serak, sang ayah menceritakan bahwa anak-anaknya menjadi tidak nyenyak tidur pada malam hari karena rasa gatal yang tidak tertahankan, bahkan sang anak pernah berkata sudah tidak kuat lagi”, cerita Retno.
Kemudian, cerita mengenaskan menimpa seorang anak yang terpaksa harus mengganti kornea mata dari donor mata.
Hal tersebut bermula pada 2019, saat sang anak yang kerap bermain di RPTRA mengaku matanya sakit dan mengeluarkan air secara terus menerus.
Dia mengucek matanya karena gatal dan diduga kuat partikel halus dari abu batu bara mengenai mata si anak. Matanya kemudian bernanah dan terus mengeluarkan air.
Perawatan mata anak itu dilakukan di RSCM dalam jangka lumayan panjang, sampai akhirnya dokter menyatakan matanya sudah rusak total dan harus donor mata.
BACA JUGA: Anak Buah Kombes Gidion Bertemu 3 Begal saat Berpatroli, Ini yang Terjadi
"Baru pada 2021, si anak mendapatkan donor mata. Lama kelamaan si ibu yakin bahwa hal itu karena terpapar abu batu bara di lingkungan tempat tinggalnya,” tuturnya.
Cerita lainnya diungkapkan warga yang tinggal di RW 07, di mana posisi towernya berdekatan dengan pelabuhan Marunda.
Warga tersebut menyatakan bahwa sakit pernapasan kerap dialami oleh keluarganya, begitu pun tetangga lainnya.
BACA JUGA: Khofifah Ungkap Keistimewaan Tanah & Air untuk IKN Ini, Ternyata
Mengingat banyak korban terutama anak yang terdampak dari pencemaran batu bara ini, KPAI merekomendasikan banyak pihak untuk bertindak sesegera mungkin menyelamatkan warga.
KPAI berjanji akan menindaklanjuti laporan warga Rusun Marunda ke pihak Pemprov DKI Jakarta, karena penyelesaiannya harus melibatkan instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), dan Dinas pendidikan.
Retno juga sudah berkoordinasi WALHI Jakarta untuk melakukan advokasi sesuai kewenangannya.
KPAI lalu mendorong DPRD DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan ke lapangan dan sekaligus memanggil pemerintah dan juga perusahaan pencemar untuk dimintai penjelasan.
Pihaknya juga meminta pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi Amdal dan dampak-dampak pencemaran terhadap lingkungan Rusun Marunda. (mcr4/fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tuduh Hakim Tak Cermat, Pemprov DKI Malah Cabut Banding Perkara Kali Mampang
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi