Cerita Saksi Mata Tentang Kekejaman Tiongkok di Kamp Uighur, Mengenaskan

Sabtu, 11 Mei 2019 – 15:56 WIB
Muslim Uighur di Tiongkok. Foto: Reuters

jpnn.com - Sayragul Sauytbay adalah saksi hidup dan bukti nyata penyiksaan yang terjadi di Xinjiang oleh pemerintah Tiongkok. Selama beberapa tahun, dia tinggal serta mengajar di pusat detensi wilayah otonomi khusus tersebut.

"Saya tahu, orang-orang di sana tidak ada yang bersalah." Pernyataan itu menjadi pembuka pengakuan Sayragul Sauytbay kepada CNN.

BACA JUGA: Poker Catur

Yang dia maksud adalah kamp detensi di Xinjiang, Tiongkok. Selama sekitar 2 tahun dia bekerja sebagai guru di tempat tersebut.

Sauytbay beretnis Kazakhstan. Dia besar dan tumbuh di Xinjiang. Menurut dia, sudah lama pemerintah Tiongkok memperlakukan penduduk Xinjiang dengan cara yang tidak adil.

BACA JUGA: Perundingan Dagang AS - Tiongkok di Ujung Tanduk

Karena itu, ketika pada 2016 suami dan dua anaknya meninggalkan Tiongkok dan tinggal di Kazakhstan, Sauytbay tak bisa ikut. Sebagai warga Kazakh yang menjadi anggota Partai Komunis, pergerakannya dibatasi. Dia akhirnya tetap di Xinjiang dan mengajar TK.

Tak berselang lama setelah kepergian suaminya, dia mendapat tawaran untuk mengajar. Bukan di sekolah, tapi di salah satu kamp detensi. Kamp itu berisi etnis Kazakhstan, Kirgistan, dan keturunan penduduk Asia tengah lainnya. Sauytbay mahir berbahasa Mandarin sehingga diminta mengajari orang-orang di kamp.

BACA JUGA: Ekspor Tiongkok Masih Anjlok, Apa Dampaknya Bagi Perundingan Dagang dengan AS?

Dalam bayangannya, dia akan mengajar seperti sekolah pada umumnya. Tapi, ternyata yang dilihatnya adalah penyiksaan berkepanjangan dengan kedok belajar. Sauytbay diberi tahu bahwa saat itu ada proses untuk mengubah etnis minoritas agar seperti etnis Han yang merupakan mayoritas. Orang-orang di kamp diajari tentang tata cara penguburan, pernikahan, dan berbagai hal lainnya tentang tradisi etnis Han.

"Yang lambat belajar dan tidak memenuhi target bakal dilarang makan," ujar Sauytbay.

Padahal, makanannya tak enak. Yaitu, hanya sesendok besar bubur nasi ditambah sepotong roti. Di pihak lain, mereka yang membangkang bakal disiksa. Kadang mereka dibawa ke luar kamar dan kembali dalam kondisi linglung.

Beberapa staf yang lain mengungkapkan kepada Sauytbay bahwa tahanan yang memberontak itu sudah disuntik obat. Tidak diketahui apakah itu hanya obat penenang atau ada kandungan lainnya.

Saat malam tahanan tidur dengan kondisi berdempet-dempetan dalam satu sel. Kamar mandi dan tempat tidur sel dijadikan satu. Toiletnya hanya berupa ember yang diberi dudukan kayu.

Jika ember itu penuh, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Buang air di tempat lain juga tak boleh. Mereka harus menuntaskan hajatnya di depan tahanan lainnya. "Ini adalah cara fasis menyiksa orang di abad ke-21," tegas Sauytbay.

BACA JUGA: Abaikan Penderitaan Muslim Uighur, MBS Dukung Program Deradikalisasi Tiongkok

Beberapa tahanan perempuan diduga mengalami pelecehan seksual. Perempuan-perempuan yang masih muda dan belum menikah biasanya dibawa dari selnya. Mereka rata-rata berusia 20 tahun. Mereka dikembalikan ke selnya di tengah malam dengan kondisi mengenaskan.

"Saya rasa mereka melakukan segala jenis penyiksaan dan pelecehan seksual kepadanya," terang Sauytbay.

Selama ini Tiongkok bersikukuh bahwa yang mereka bangun bukanlah kamp penyiksaan. Melainkan, sekolah vokasi atau sekolah kejuruan yang memberikan beragam keterampilan. Tapi, kenyataan di lapangan tidak demikian. "Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri," tegas Sauytbay.

Sauytbay kini dalam proses mencari suaka ke Kazahkstan. Pengacaranya meminta hakim tidak mendeportasinya ke Tiongkok. Sebab, jika sampai dipulangkan, dia mungkin akan dihukum mati. (sha/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejutan Bukan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler