Cermati Empat Menteri dalam 100 Hari Pertama

Kamis, 22 Oktober 2009 – 12:30 WIB
KETIKA dua gubernur ini diundang untuk berdebat di Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) pada Juni lalu, kami memang berharap salah satunya akan sangat baik kalau bisa menjadi menteri da­lam negeri: Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi dan Guber­nur Gorontalo Fadel Muhamad.

Dua-duanya gubernur yang sangat berprestasi, meski melakukan pen­dekatan yang berlawananGamawan lebih cenderung sentralisasi, namun dengan aturan yang jelas dan mudah

BACA JUGA: Agar Birokrasi di Bawah Menteri Bergerak Cepat

Sedangkan Fadel berpihak pada otonomi daerah yang lebih penuh.

Perdebatan hari itu sangat menarik
Dua kutub yang berlawanan namun dengan tujuan sama: memajukan Indonesia

BACA JUGA: Catatan dari World Media Summit di Beijing

Dua-duanya sangat gamblang dalam memberikan alasan
Dan dua-duanya membuahkan hasil yang gemilang.

Gamawan, meski prosentralisasi, bukan berarti antidesentralisasi

BACA JUGA: Nuansa Bunga, Warna Militer Berkurang

Sebagai gubernur yang sebelumnya sangat sukses menjadi bupati Solok dua periode, dia tahu benar kesulitan-kesulitan kepala daerahSebagian besar kesulitan itu berasal dari saling bertentangannya peraturan atau tidak adanya peraturan

Sampai-sampai, dalam suatu kesempatan berbincang dengan saya di Padang dua tahun lalu, Gamawan bersumpah tidak akan maju lagi menjadi gubernur untuk periode keduaDengan kebijakan menteri dalam negeri selama ini, dia merasa tidak ada manfaatnya menjadi gubernur.

Gamawan ternyata memang tidak mungkin menjadi gubernur lagiDia malah menjadi menteri dalam negeriMaka, Gamawan mestinya sudah tahu persis apa yang harus diperbuat dalam jabatannya yang baru iniAtau, dia ternyata juga seperti menteri sebelumnya: begitu masuk ke departemen dalam negeri, dia langsung terjerat oleh kerangkeng birokrasi yang kuat di dalamnya -dan dia bisa menikmatinya.

Fadel sendiri ternyata juga menjadi menteri: perikanan dan kelautanSebuah kementerian yang semestinya juga cocok untuk dirinyaBukankah lima tahun lalu Fadel sangat jengkel karena idenya gagal dilaksanakan karena dia hanya seorang gubernur? Yakni, ide untuk membuat Teluk Tomini yang begitu kaya ikan sebagai wilayah khusus yang perikanannya bisa menarik perhatian dunia.

Ide Fadel itu gagal karena Teluk Tomini ''dimiliki'' oleh tiga gubernur: Sulut, Gorontalo, dan SultengUntuk membuat potensi Teluk Tomini menjadi pusat perikanan dunia, haruslah tiga gubernur tersebut sepakatKesepakatan itulah yang gagal dia perolehKini, sebagai menteri perikanan dan ke­lautan, Fadel tentu akan bisa memaksakan ide lamanya tersebut.

Apalagi, bekal dari menteri perikanan dan kelautan sebelumnya, Fredy Numberi, sudah cukupNumberi yang kurang dikenal prestasinya itu sebenarnya menteri perikanan dan kelautan yang sangat hebatBahkan, Numberi-lah menteri perikanan dan kelautan yang terhebat yang pernah ada di negeri iniPrestasinya yang paling mencolok adalah: dikeluarkannya keputusan menteri bahwa kapal-kapal ikan asing dilarang menangkap ikan di perairan IndonesiaKalau mau menangkap ikan di Indonesia, haruslah mengolah hasil tangkapannya menjadi produk setengah jadi.

Akibat keputusannya itu luar biasaSelama ini, ternyata ada sekitar 1.000 kapal asing yang menjarah perairan kaya ikan di Indonesia timurTerutama dari Thailand dan TaiwanSampai-sampai, seorang tokoh swasta yang dinilai dekat dengan Numberi dilobi oleh perusahaan asing untuk mengusahakan agar pelaksanaan peraturan tersebut ditundaUntuk itu, pengusaha asing tersebut bersedia menyogok USD 10 juta (sekitar Rp 100 miliar)Semua itu tidak mempanFredy Numberi adalah menteri yang integritasnya sangat tinggi.

Integritas itulah yang diperlukan untuk menjadi menteri perhubunganModal integritas itulah yang akan menjadi andalan Numberi untuk menduduki jabatan barunya sebagai menteri perhubunganKementerian ini sangat-sangat basah: pelabuhan, bandara, perkapalan, penerbangan, semua ada di wilayahnya

Diperlukan disiplin yang kuat untuk menertibkan semua ituJangankan soal yang berat-berat, urusan mengatur antre di bandara saja tidak pernah diurus dengan baikPadahal, sistem antre sekarang ini sudah sangat-sangat modernApalagi soal-soal yang lebih basah itu: diperlukan integritas seperti Numberi untuk mengeringkannya.

Setelah aturan kelautan dan perikanan ditegakkan Numberi, kini era Fadel yang akan mewujudkannya sebagai ''emas berloncatan'' bagi IndonesiaIndustri perikanan pasti akan maju di tangan FadelSekarang saja sudah 10 investor asing yang berminat terjun ke perikanan Indonesia setelah mereka tidak boleh lagi menjarah begitu saja.

Gamawan, menteri dalam negeri sipil pertama sejak Orde Baru, pasti akan memberi warna baru pembenahan birokrasi yang amat ruwet ituFadel, yang lahan tandus pun bisa dia ubah jadi pusat produksi jagung, tentu dengan kepiawaiannya itu bisa melahirkan ''emas berloncatan'' sebagai sumber kemakmuran baruApalagi, mengandalkan emas hitam ternyata hanya membuat kita tergelincir dan emas hijau kita juga sudah parah keadaannya.

Diluar itu, ada MNuh yang kini menjadi MendiknasYang menarik adalah bagaimana orang yang punya integritas dan sangat jujur ini sekarang harus mengelola anggaran Rp 250 triliunOrang pasti ingin tahu bagaimana menteri yang rumahnya berada di sebuah perkampungan di Surabaya itu harus mengatur dana terbesar APBN Indonesia.

Rasanya, hanya empat menteri ini yang menarik untuk diulasSelebihnya tentu harus dilihat dulu dalam waktu 100 hari ke depanKalaupun tidak mau menunggu, juga tidak apa-apaSiapa yang mau peduli dengan nama Agung Laksono, atau Linda siapa itu, atau siapa pun yang menjadi menteri daerah tertinggal(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 60 Tahun Tiongkok


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler