Chairul Imam: Figur Jaksa Agung Sebaiknya dari Kalangan Internal

Selasa, 02 Juli 2019 – 09:09 WIB
Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam. Foto: Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar mengangkat figur Jaksa Agung dari kalangan orang dalam atau internal kejaksaan dan bukan berlatar belakang partai politik.

Menurut Chairul, figur Jaksa Agung adalah orang yang awal kariernya di Kejaksaan. Calon Jaksa Agung juga bisa sosok pensiunan di kejaksaan asalkan tidak tertalu tua.

BACA JUGA: DPR: Mengapa Dua Jaksa Terjaring OTT Tidak Digarap KPK?

“Oleh karena itu, menurut saya, sebaiknya tutup pintu untuk calon Jaksa Agung dari kalangan politik atau partai politik,” tegas Chairul Imam di Jakarta, Senin (1/7).

Di Indonesia, menurut Chairul, setiap kali presiden memilih Jaksa Agung seperti memilih menteri. “Itu tidak cocok, karena kabinet itu organ politik. Kejaksaan Agung sebagai sebuah institusi berbeda dengan institusi kementerian,” kata Chairul.

BACA JUGA: Usut Kartel Tiket Pesawat, DPR Ingin Bentuk Panja Garuda

BACA JUGA: Pesan Jaksa Agung Kepada Intelijen Korps Adhyaksa Pasca-Putusan MK

Lebih lanjut, Pengajar pada Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kejaksaan ini menjelaskan Jaksa Agung berbeda dengan menteri kabinet.

BACA JUGA: Menaker Minta Jajarannya Tingkatkan Kinerja di Tiga Sektor Prioritas

Menurut dia, Jaksa Agung bertanggung jawab terhadap teknis dan administratif pada setiap tingkatan kejaksaan. “Karena itu, Jaksa Agung hendaknya figur yang kompeten dan sangat memahami seluk-beluk tata kelola kejaksaan,” katanya.

Pada cabang kekuasaan yudikatif, Kejaksaan Agung itu seperti direktorat jenderal tetapi lebih besar, karena Jaksa Agung harus paham seluk beluk tata kelola kejaksaan agung.

Chairul menegaskan seorang menteri membuat keputusan politis, sedangkan Jaksa Agung tidak membuat keputusan politik hukum. Karena keputusan politik di bidang hukum, ada pada Menteri Hukum dan HAM.

Menurutnya, menteri yang memimpin kementerian membuat keputusan yang bersifat politis. Berbeda dengan jaksa agung yang mengambil keputusan bukan atas pertimbangan politis.

"Artinya seorang jaksa agung harus tahu seperti apa dunia kejaksaan. Kalau seorang menteri tidak perlu terlalu detail mengetahui soal kementerian karena ada dirjen-nya,” kata dia.
"Jadi kenapa seorang jaksa agung harus tahu detail masalah di lingkungan kejaksaan agung karena dia decision maker sehingga jaksa agung seharusnya dijabat orang dalam atau internal,” Chairul menambahkan.

Selain itu, yang tak kalah penting seorang jaksa agung harus benar-benar yang memiliki track record bersih dan berpengalaman menangani persoalan penting di kejaksaan agung sehingga kinerjanya teruji.

"Dia punya kemampuan manajerial dan kemampuan eksekusi. Itu perlu menjadi perhatian presiden," katanya.

Hal lainnya yang menjadi sorotan Chairul adalah posisi jaksa agung selama ini yang masuk anggota kabinet.

Menurut Chairul, presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus dipisahkan statusnya dalam memilih jabatan setingkat menteri.

“Jaksa agung hendaknya di bawah presiden sebagai kepala negara bukan presiden sebagai kepala pemerintahan sehingga kejaksaan agung tidak bisa diobok-obok politik praktis. Jabatan gubernur BI misalnya itu di bawah kepala negara,” kata Chairul.

Dia mencontohkan kalau jabatan jaksa agung ada di bawah kabinet maka putusannya bisa mendadak batal jika ada menteri lainnya yang keberatan.

"Sistem pengangkatan jaksa agung oleh presiden sebagai kepala negara. Kalau jabatannya di bawah kepala pemerintahan maka jika presiden diganti otomatis penegakan hukum bisa stagnan. Sebab jabatannya tergantung kemauan.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alsintan Berbasis Teknologi 4.0 Bikin Biaya Efisien Hingga 75 Persen  


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler