jpnn.com, JAKARTA - Ketua Eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) Chandra Purna Irawan ikut menyoroti pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah yang disiarkan langsung di televisi pada Sabtu (3/4).
Dalam pendapat hukumnya, Chandra mengaitkan pandangan publik dan pemberitaan media terkait beberapa kerumunan saat pandemi Covid-19 yang belum diproses hukum layaknya kasus Habib Rizieq Shihab (HRS).
BACA JUGA: Pernikahan Atta dan Aurel Diunggah Akun Pemerintah di Medsos, Ernest Prakasa Bilang Begini
"Misalnya agenda pernikahan pejabat-artis, pejabat publik yang bagi-bagi hadiah ketika kunjungan kerja dan lain-lain," kata Chandra kepada JPNN.com, Senin (5/4).
Chandra menyatakan prinsip equality before the law dalam negara hukum untuk memastikan seluruh penduduk dalam suatu negara termasuk pejabat negara memiliki kedudukan hukum dan diperlakukan sama.
BACA JUGA: Protes Pertamina atas Kenaikan Harga BBM, Gubernur Edy Rahmayadi Dinilai Salah Kaprah
"Perbedaan dalam penegakan hukum dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan dan pembangkangan publik," ujarnya.
Ketua LBH Pelita Umat itu juga berpendapat bahwa berbagai pembelaan, perbedaan perlakuan dalam hukum terhadap oknum pejabat sangat berbahaya bagi kelangsungan sebuah negara.
BACA JUGA: Penangkapan CB Mengejutkan, Konon Tim Densus 88 Ikut Salat Jumat Lalu Membuntutinya
"Pemegang kekuasaan terkadang mengatasnamakan negara untuk kepentingannya," ucap Chandra.
Dia lantas mengutip pendapat Thomas Hobbes bahwa negara dianggap menakutkan karena menuntut penuh kepatuhan warga negaranya demi tujuan tertentu.
Menurut Chandra, Thomas Hobbes bahkan memandang kekuasaan negara dengan sangat ekstrem, ketika menyebut negara ideal itu dengan sebutan Leviathan.
Leviathan merupakan gambaran tentang monster laut dalam legenda, sebuah simbol bahwa negara harus mempunyai kekuasaan yang luas dalam mengatur masyarakat.
"Negara dan kekuasaan adalah dua sisi mata mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Ke mana negara akan berlayar tergantung siapa yang memegang kekuasaan," kata Chandra.
Lantas apakah pernikahan Atta dan Aurel di mana Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo Subianto menjadi saksi merupakan bentuk pembedaan persamaan kedudukan di depan hukum? Chandra menjawab tegas.
"Kalau terdapat kerumunan, apabila tidak ditindak saya kira dapat dinilai pembedaan kedudukan hukum," jawabnya.
Namun, dia tidak bisa menilai apakah dalam pernikahan Atta dan Aurel terjadi kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan atau tidak.
"Saya tidak memperhatikan secara langsung, hanya saja jika menggunakan logika, apabila undangan dalam jumlah banyak maka potensi kerumunan terjadi," ucap Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam