jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti langkah KPK menghentikan penyidikan alias SP3 kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka tersangka Sjamsul Nursalim.
Chandra mengatakan SP3 perdana di lembaga antirasuah untuk kasus yang terindikasi merugikan negara Rp 4,58 triliun itu merupakan produk pascarevisi UU KPK.
BACA JUGA: SP3 Kasus BLBI: Eks Bos KPK Ucapkan Selamat kepada Jokowi
"Perlu diketahui korupsi adalah kejahatan yang dapat dinilai sebagai kejahatan luar biasa dikarenakan terdapat intrik, melibatkan banyak pihak termasuk juga oknum pemegang kekuasaan," ucap Chandra dalam pendapat hukumnya yang yang diterima JPNN.com, Minggu (4/4).
SP3 kasus BLBI itu menurut Chandra bertolak belakang dengan dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan lembaga antikorupsi sebelum dilakukan revisi UU KPK.
BACA JUGA: Gubernur Papua Barat Minta Tambahan Bintara TNI AL dan AU kepada Marsekal Hadi
"Dalam UU KPK lama tidak mengenal gigi mundur yang ada adalah gigi maju, artinya proses hukum harus terus berlanjut hingga kerugian negara kembali dan pelaku ditindak," ucap Chandra.
Untuk mengembalikan gigi maju di KPK, ketua eksekutif BPH KSHUMI itu mendorong Presiden Jokowi menerbitkan Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) untuk mencabut UU tentang KPK mengganti dan mengembalikan UU yang lama.
BACA JUGA: AKBP Lukman Bawa Titipan Presiden Jokowi untuk Istri Terduga Teroris, Menyentuh
"Komitmen presiden diuji terkait hal ini. Jangan salahkan masyarakat apabila menilai SP3 KPK adalah hasil produk hukum di masa Presiden Joko Widodo," ujar Chandra.
Terakhir, dia menyebut masyarakat bisa menempuh upaya hukum atas tindakan lembaga yang kini dipimpin Firli Bahuri menerbitkan SP3 BLBI.
"Apabila terdapat indikasi kerugian negara, saya berpendapat masyarakat dapat melakukan praperadilan untuk berjuang membatalkan SP3 yang telah diterbitkan KPK," kata Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam