jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut Kementerian Agama hadiah khusus dari negara untuk NU (Nahdlatul Ulama, bukan untuk umat Islam secara umum.
Dalam pendapat hukum menanggapi pernyataan Menag Yaqut, Chandra mengatakan Indonesia diperjuangkan oleh segenap elemen umat Islam dengan berbagai latar belakang, ormas, mazhab dan pandangan keagamaan.
BACA JUGA: Bang Saleh Minta Presiden Jokowi Tegur Gus Yaqut
Menurut Chandra, tidak boleh dan tidak dibenarkan ada klaim satu kelompok atau mazhab yang merasa memiliki peran terhadap negeri ini sehingga merasa memiliki hak dan kewenangan untuk memperlakukan elemen anak bangsa lainnya secara tidak adil.
"Terlebih lagi menuduh radikal dan mempersekusi," kata Chandra dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN.com, Senin (25/10).
BACA JUGA: Inilah Klarifikasi Gus Yaqut Soal Kemenag Hadiah Negara untuk NUÂ
Dia juga memandang pernyataan Gus Yaqut -panggilan beken Yaqut Cholil Qoumas- tersebut tendensius, bernada SARA, dan mengandung unsur kebencian, permusuhan, dan pecah belah terhadap umat Islam.
"Pernyataan itu telah memenuhi unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 28 Ayat (2) Jo. 45A Ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE," tuturnya.
BACA JUGA: Mbak DP Ternyata Penipu, Ratusan Orang Jadi Korbannya
Pada poin pendapat hukum berikutnya, Chandra mengatakan pernyataan Gus Yaqut tidak bisa dinilai sebagai guyon atau bercanda karena menteri agama menyampaikan secara serius dengan berbagai argumentasi yang mencoba meyakinkan.
"Tidak tampak wajah atau gestur atau intonasi yang menunjukkan sedang guyon atau bercanda," ujar Chandra yang juga ketua BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) itu.
Terakhir, dia mengatakan jika pernyataan itu dianggap guyon atau bercanda maka dapat dinilai memberikan pernyataan bohong dan mengakibatkan kegaduhan secara nasional.
"Hal ini dapat dikenakan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946. Dengan ancaman pidana sepuluh tahun," tandas Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam