jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, pelaku teror saat ini tidak lagi berjejaring.
Namun, pelaku melakukan radikalisasi diri melalui bacaan-bacaan dan literatur yang ditemukan melalui berbagai sumber, khususnya di internet.
BACA JUGA: Gereja Bedog Diserang, Polisi Sigi Jejak Pelaku di Magelang
Hal itu dikatakan Charles menanggapi hasil pemeriksaan sementara aparat kepolisian bahwa serangan teror di Gereja St Lidwina, Sleman, Yogyakarta dilakukan seorang diri.
Bila benar, maka fenomena lone wolf terrorism juga terjadi di Indonesia. “Aksi-aksi lone wolf terrorism dalam beberapa tahun terakhir terjadi beberapa kali di Amerika dan Eropa,” kata Charles di gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2).
BACA JUGA: Taufik Sebut Penyerangan Gereja St Lidwina Kriminal Murni
Charles mencontohkan di Miami, Amerika Serikat, seorang pemuda keturunan Afghan menembakkan senapan mesin dan menghabisi 49 pengunjung sebuah kelab malam.
Beberapa bulan yang lalu seorang penembak jitu menembak puluhan kali ke kerumunan pengunjung konser di Las Vegas. “Semuanya dilakukan atas inisiatif sendiri," ujar Charles.
BACA JUGA: Polri Jamin Keamanan Kegiatan Ibadah di Seluruh Daerah
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, aksi teror yang direncanakan oleh pelaku lone wolf terrorism juga sulit dideteksi karena mereka tidak berjejaring.
Mereka seringkali tidak melakukan komunikasi dengan siapa pun. Radikalisasi diri dilakukan melalui bacaan-bacaan yang ditemukan di internet.
Karena itu, Charles menyarankan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Mabes Polri lebih waspada akan penyebaran konten-konten radikal dan kekerasan di internet.
Dia menegaskan, situs-situs radikal harus ditutup dan grup-grup chatting di media sosial yang dicurigai terkait radikalisme harus diawasi secara khusus.
Program patroli siber harus digalakkan untuk mencegah radikalisasi diri. Program literasi digital kepada publik juga sangat penting dilakukan.
"Masyarakat harus diberikan pemahaman dan edukasi terkait konten negatif di internet. Penyebaran konten-konten negatif seperti ujaran kebencian berkontribusi terhadap aksi-aksi kekerasan termasuk aksi terorisme," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gawat jika Negara Tidak Mampu Atasi Orang Gila
Redaktur & Reporter : Boy