jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris melihat adanya upaya menciptakan opini tentang tindakan aparat kepolisian menindak penyebar hoaks, ujaran kebencian ataupun hasutan menjadi pembungkaman terhadap kritik. Menurutnya, tujuan opini itu memunculkan kesan bahwa Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang dari sipil justru bertindak otoriter dan antikritik.
“Proses hukum oleh kepolisian hendaknya tidak dipolitisasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan persepsi seolah-olah pemerintah atau Presiden Jokowi antikritik. Justru ada pemimpin lain dari kalangan elite yang sering cepat tersinggung, sebentar-bentar marah dan menggebrak meja,” ujar Charles melalui pesan singkat ke JPNN, Selasa (28/5).
BACA JUGA: Sebelum Menangkap, Bareskrim Pernah Minta Mustofa Nahrawardaya Berhenti Menyebar Hoaks
Baca juga: Kapolri Mengaku Abaikan Peraturan demi Aksi 22 Mei
Legislator PDI Perjuangan di Komisi Intelijen dan Informasi DPR itu menambahkan, langkah Polri menindak penyebar hoaks, ujaran kebencian dan penghasut merupakan upaya untuk menjalankan perintah undang-undang. Menurutnya, siapa pun yang melakukan fitnah, menyebar hoaks, menghasut dan berujar kebencian tak boleh lepas dari jerat hukum.
BACA JUGA: Belum Ada Tokoh Beken Mau Jamin Penangguhan Penahanan Mustofa Nahrawardaya
“Harus ada tindakan oleh polisi bagi pembuat hoaks, ujaran kebencian dan penyebar hasutan, tanpa penduli mereka pendukung 01 (Jokowi) atau 02 (Prabowo, red), termasuk nonpartisan,” tegasnya.
Penerima penghargaan Ten Outstanding Young Persons (TOYP) 2018 itu menegaskan, ada perbedaan antara mengkritik, memfitnah, meyebar hoaks, menghasut dan mengujarkan kebencian. Mengkritik, tuturnya, jelas tidak melanggar hukum.
BACA JUGA: Jubir BPN Prabowo - Sandi Sebut Mustofa Nahrawardaya Dijebak
“Sementara memfitnah, meyebar hoaks, menghasut dan membuat ujaran kebencian adalah pelanggaran hukum yang sudah diatur sejumlah undang-undang. Ada KUHP, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU Antidiskriminasi Ras dan Etnis,” katanya.
Charles secara terbuka menduga Gerindra dan koalisi pendukung Prabowo berupaya mengaburkan pandangan masyarakat tentang hal-hal yang termasuk pelangaran hukum dengan yang tidak. Menurutnya, langkah polisi menindak tokoh-tokoh di barisan pendukung Prabowo seperti Eggi Sudjana dan Mustofa Nahrawardaya karena murni penegakan hukum.
Baca juga: Brigjen Dedi Sebut Mustofa Nahrawardaya Kreator & Buzzer Hoaks soal Rusuh 21-22 Mei
“Jadi, jangan sekali-kali mengaburkan berbagai pelanggaran hukum dengan satu kata bernama kritik. Di sinilah kewarasan kita semua diuji. Jangan hanya karena alasan politik, pelanggaran hukum berupa hoaks, fitnah, penghasutan dan ujaran kebencian direduksi dan disebut sebagai sekadar kritik,” pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Brigjen Dedi Sebut Mustofa Nahrawardaya Kreator & Buzzer Hoaks soal Rusuh 21-22 Mei
Redaktur & Reporter : Antoni