CHI Awards 2023 Merayakan Pelestarian Seni Tari Nusantara

Kamis, 09 November 2023 – 20:51 WIB
Ajang penghargaan CHI Awards 2023 berlangsung di The Habibie & Ainun Library, Jakarta Selatan, 9 November 2023. Foto: Dok. CHI

jpnn.com, JAKARTA - Ajang penghargaan bagi pelaku seni dan budaya Indonesia yakni CHI Awards 2023 kembali digelar.

Yayasan Al-Maryati, AlMar Foundation selaku penyelenggara sukses menyelenggarakan CHI Awards dalam seni Wastra Nusantara-Batik pada 2018.

BACA JUGA: Livienne Russellia Kolaborasi Bareng Hubad Gelar Bakti Sosial, Ini Kegiatannya

Tahun ini, CHI Awards diberikan kepada sosok pelestari seni tari tradisional Indonesia.

Acara penghargaan tersebut berlangsung pada 9 November 2023 di The Habibie & Ainun Library, Jakarta.

BACA JUGA: Lawless Burgerbar Sumbangkan Keuntungan untuk Masyarakat Palestina

CHI Awards 2023 merupakan acara bergengsi yang ditujukan untuk menghargai individu yang telah menunjukkan dedikasi luar biasa dalam melestarikan dan mengembangkan kekayaan seni budaya di Indonesia.

CHI adalah kependekan dari The Cultural Heritage of Indonesia, yakni sebuah perkumpulan yang didedikasikan untuk turut serta berperan dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Indonesia.

BACA JUGA: Waspada, 5 Makanan Ini Bisa Menyebabkan Asam Urat Anda Kambuh Kembali

Demi mencapai tujuannya, CHI melakukan kerja sama dengan berbagai pihak dalam menyelenggarakan program-program.

"CHI Awards ini diselenggarakan sebagai apresiasi sekaligus pengingat akan sosok-sosok pegiat budaya Indonesia yang sesungguhnya mereka adalah pahlawan dalam menghidupkan geliat kelestarian budaya sepanjang zaman agar tidak terlena oleh budaya luar dan untuk selanjutnya mampu diwariskan ke generasi berikut," kata DR. Dewita R. Panjaitan, MARS, DrPH alias Wiwit Ilham, inisiator dan founder CHI dalam keterangan resmi, Kamis (9/11).

Dalam CHI Awards 2023, penghargaan diberikan kepada sosok pelestari seni tari tradisional yang telah berdedikasi menjaga warisan budaya.

Peran maestro tari yang punya kiprah, komitmen, dan konsistensi mampu membuat berbagai aspek tari lestari.

"Tujuan lain CHI Awards adalah sebagai media perusahaan melalui kegiatan CSR nya untuk lebih aware kepada kehidupan seni budaya Indonesia, khususnya pada sosok maupun wadah seni itu sendiri dan menjadi bagian dalam turut men-support agar warisan seni budaya Indonesia tetap terus terjaga," jelasnya.

Penerima CHI Awards 2023 dipilih oleh panel Dewan Pemerhati berdasarkan kriteria tertentu.

Adapun penerima penghargaan dibagi menjadi tiga kategori yaitu, 'Penerus', 'Pelestari', dan Penghargaan Khusus 'Amerta Askara Budaya'.

Proses seleksi para kandidat yang terpilih tidak langsung muncul begitu saja, namun melalui proses diskusi yang panjang dari para pendiri CHI.

Antara lain, DR. Dewita R.Panjaitan, MARS, DrPH, Insana Habibie, dan Anitasa Richir dengan para penasihat Ayu Dyah Pasha, Firman Ichsan, Nani Koespriani, dan Musa Widyatmodjo serta Amy Wirabudi mewakili anggota CHI.

Hasil diskusi memunculkan sederet nama untuk masuk ke proses seleksi selanjutnya yang melibatkan tim Dewan Pemerhati yang terdiri dari Prof. Dr. Wayan 'Kun' Adnyana (Rektor ISI Denpasar, Bali), Dr. Nungki Kusumastuti, S.Sn., M.Sos. (Dosen IKJ, DKI Jakarta), Yan Stevenson, S.Sn., M.Sn (Dosen ISI Padang Panjang, Sumatra Barat).

Dewan Pemerhati mengidentifikasi kandidat dari berbagai wilayah di Indonesia dengan mempelajari riwayat dedikasi terhadap seni tari nusantara melalui metode kualitatif.

Para penerima penghargaan akhirnya ditentukan dan ditetapkan Dewan Pemerhati secara bersama-sama, dengan tanpa perbedaan pandangan.

Acara CHI Awards 2023 berlangsung di The Habibie & Ainun Library di Jakarta dengan jumlah undangan untuk 125 orang.

Berikut para penerima penghargaan CHI Awards 2023:

Kategori Penerus Seni Tari Nusantara

- Elly D. Lutan, Eksplorasi Seni Tari Tradisi

Wanita kelahiran Makassar 27 Juli 1952 itu belajar menari dan mengenal wayang kulit di usia 4 tahun bersama PakDe & Budhe nya di Jember, Jawa Timur.

Ketika lulus Sarjana Muda, dia diangkat menjadi pegawai negeri di Dinas Kebudayaan dan Permusiuman, Provinsi DKI Jakarta, tanpa melalui tes seleksi.

Sejak itu, Elly mulai melakukan riset terhadap budaya Betawi yang melahirkan tari Betawi.

Eksplorasi berlanjut ke pedalaman suku Dayak (1974), Sulawesi (1975) hingga menyelami budaya suku Asmat (1986).

Bersama almarhum suaminya, Deddy Lutan, penari dan koreografer ternama saat itu, dia berkarya selama kurang lebih 23 tahun membawa nama sanggar tari Deddy Lutan Dance Company (DLDC).

Pasangan itu sempat menampilkan para penari suku Asmat keliling Amerika Serikat pada 1989. Karya-karya Elly lahir dari kegelisahan dan apa yang dirasakan saat itu.

Setelah suami berpulang pada 2014, Elly menjadikan rumahnya sebagai klinik seni untuk menghidupkan semangat para seniman muda untuk berkarya.

"Saya hanya ingin menjadi ibu bagi dunia seni," ujar Elly yang kini berusia 71 tahun.

- Ery Mefri, Sang Maestro Tari Minang

Ery Mefri merupakan putera semata wayang Jamin Manti Jo Sutan, seorang maestro Tari dan tokoh tradisi Minangkabau.

Pada 1983, Ery memutuskan untuk menjadi koreografer dan mendirikan Sanggar Tari Nan Jombang. Karya pertamanya berjudul Nan Jombang.

Berbeda dengan kebanyakan putra Minang yang merantau ke luar kota, Ery justru bertekad untuk menetap selamanya di Ranah Minang.

Nama Ery Mefri muncul ke panggung dunia pada 2004 berkat peran Kementerian Pariwisata lewat Indonesia Performing Arts.

Tahun 2007, Kelompok Nan Jombang pertama kali diundang tampil ke Brisbane, Australia dan dilanjutkan ke negara-negara lain.

Karya Ery yang paling sering ditampilkan di mancanegara adalah Rantau Berbisik diangkat dari kisah Ery saat merantau ke Jakarta.

Sebagai salah satu bentuk solidaritas terhadap para seniman Padang, Ery menggagas festival Galanggang Tari Sumatra (kini menjadi KABA Festival sejak 2014) dan Festival Nan Jombang Tanggal Tiga (dilakukan tanggal 3 setiap bulannya).

"Filosofi tanggal 3 itu diambil dari pepatah Minang, 'Tigo Tungku Sajarangan' yang menggambarkan 3
hubungan manusia: dengan sesama manusia (ninik mamak), dengan alam (cerdik pandai) dan dengan Tuhan (alim ulama," jelasnya.

Dalam usianya yang 65 tahun, Ery menggelar Perayaan Akbar 40 tahun Ery Mefri Berkarya di Ladang Tari Nan Jombang, Padang, sekaligus meresmikan museum tari dan peluncuran buku biografinya berjudul, Salam Tubuh pada Bumi.

Dia kini meraih penghargaan dari CHI Awards 2023 sebagai Penerus Seni Tari Nusantara.

Kategori Pelestari Seni Tari Nusantara

- Ni Ketut Arini, Sang Empu Tari Bali

Perempuan kelahiran Denpasar, 15 Maret 1943 itu tumbuh dan besar di lingkungan keluarga seniman.

Dia merupakan anak dari I Wayan Sapluh seorang penabuh gamelan dan Ketut Samprig, gemar mekidung (melantunkan tembang Bali).

Arini sempat menimba ilmu seni tari di Sekolah Konsevatori dan Kerawitan Indonesia Jurusan Bali (KOKAR Bali) dan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar.

Kreativitasnya mencipta tari dimulai sejak lulus Sarjana Muda dari Akedemi Seni Tari Indonesia pada 1973. Beberapa karya Tari Legong berhasil mendapat penghargaan, salah satunya Tari Legong Widya Lalita.

Bersama sanggar tari Warini, dia dipercaya untuk mengasuh program Bina Tari selama 20 tahun hingga dapat tawaran mengajar tari Bali dari mancanegara.

Arini sudah menulis 2 buku, yang pertama berjudul Teknik Tari Bali dan yang kedua Tari Pendet Pujiastuti.

Dalam usia yang sudah 80 tahun, dia tetap semangat mengabdi untuk seni tari Bali.

- Retno Maruti, Maestro Tari Jawa Klasik

Tidak hanya mampu menampilkan tari Jawa klasik, Retno Maruti juga berhasil mendidik seniman dan penari klasik berbakat.

Kategori Penghargaan Khusus 'Amerta Askara Budaya'

- Soekarno, Cahaya Seni Budaya Nusantara

Mendiang Presiden Soekarno dinilai sebagai pemimpin yang paling aktif memajukan kesenian tradisional sehingga layak dapat penghargaan khusus CHI Awards 2023. 

(ded/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler