Amerika Serikat memperingatkan Tiongkok tentang sanksi ekonomi dan isolasi global yang akan dihadapi Beijing jika terus membantu Rusia dalam invasinya ke Ukraina.
Peringatan ini disampaikan di saat Uni Eropa mengumumkan paket sanksi keempat terhadap Rusia pekan ini.
BACA JUGA: China Pamer Dukungan untuk Indonesia, Lalu Minta KTT G20 Tak Bahas Masalah Ini
Dalam pertemuan selama tujuh jam di Kota Roma, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, menyampaikan kekhawatirannya kepada pejabat Tiongkok, Yang Jiechi, tentang keberpihakan Tiongkok pada Rusia.
Sebelumnya, Pemerintah AS memberi tahu sekutunya di NATO dan beberapa negara Asia bahwa Tiongkok telah mengisyaratkan kesediaannya memberikan bantuan militer dan ekonomi ke Rusia untuk mendukung perang.
BACA JUGA: Tiongkok Mencatat Kenaikan Kasus Omicron Dua Kali Lipat dalam 24 Jam Terakhir
Pesan tersebut, yang dikirim melalui kabel diplomatik, juga menyebutkan bahwa Tiongkok diperkirakan akan menolak tudingan itu.
"Ini nyata, ini punya konsekuensi dan sangat mengkhawatirkan," kata pejabat AS yang tak bersedia disebutkan namanya.
BACA JUGA: Cara Mendapatkan Bantuan Keuangan untuk Korban Banjir di Australia
Setelah pembicaraan keamanan berakhir, Gedung Putih mengeluarkan pernyataan singkat, menjelaskan bahwa Jake Sullivan mengangkat "berbagai masalah dalam hubungan AS-Tiongkok, termasuk diskusi substansial tentang perang Rusia melawan Ukraina".
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, pada konferensi pers di Washington mengatakan bahwa AS akan "mengawasi dengan cermat" apakah Tiongkok atau negara lain memberikan dukungan kepada Rusia.
"Kami telah berkomunikasi, dengan sangat jelas, ke Beijing bahwa kami tidak akan berdiam diri," katanya.
"Kami tidak akan mengizinkan negara mana pun untuk memberikan kompensasi kepada Rusia atas kerugiannya [akibat sanksi]," kata Ned Price.
Pada hari Minggu (13/03), waktu setempat, AS mengatakan bahwa Rusia telah meminta peralatan militer Tiongkok untuk membantu "operasi militer khusus".
Rusia membantah telah meminta bantuan militer Tiongkok dan mengatakan kekuatan militer mereka cukup untuk memenuhi semua tujuannya di Ukraina.
Juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok, Zhao Lijian, menggambarkan laporan bahwa Rusia mencari peralatan militer dari Tiongkok sebagai "disinformasi" dari pihak AS.
Pejabat Amerika Serikat dan negara-negara lain berusaha menjelaskan kepada Tiongkok bahwa sikap memihak ke Rusia dapat membawa konsekuensi bagi arus perdagangan, pengembangan teknologi baru, dan dapat menyebabkannya terkena sanksi sekunder.
Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan peningkatan kemitraan strategis "tanpa batas" hanya beberapa minggu sebelum invasi ke Ukraina.
Tiongkok, mitra dagang utama Rusia, telah menolak menyebut tindakan Moskow sebagai invasi.
Presiden Xi pekan lalu menyerukan "semua pihak menahan diri secara maksimum" di Ukraina dan menyatakan keprihatinan tentang dampak sanksi Barat terhadap ekonomi global. Uni Eropa umumkan sanksi baru
Uni Eropa pada Senin malam mengumumkan bahwa 27 negara anggotanya telah menyetujui paket sanksi keempat untuk menghukum Moskow atas invasinya ke Ukraina.
Prancis, yang memegang kursi kepresidenan Uni Eropa, mengatakan bahwa negara-negara ini menyetujui paket yang menargetkan "individu dan entitas yang terlibat dalam agresi terhadap Ukraina", begitu pula dengan sektor ekonomi Rusia.
Detail pasti dari paket sanksi terbaru akan diungkapkan dalam jurnal resmi UE.
Menanggapi hal ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berterima kasih kepada UE melalui postingan di akun Twitternya.
Sejak perang dimulai bulan lalu, UE telah mengambil tindakan keras yang menargetkan Presiden Putin, sistem keuangan Rusia, dan sejumlah oligarki negara itu.
Pekan lalu, UE setuju untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut pada 160 orang dan menambahkan pembatasan baru pada ekspor navigasi maritim dan teknologi komunikasi radio.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari ABC News untuk ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sindir Barat, Presiden Ukraina: Bantuan Kalian Habis dalam 20 Jam