Saat jutaan penduduknya masih menjalani lockdown, Tiongkok mencatat lonjakan angka COVID  sebanyak 3.500 kasus dalam 24 jam terakhir yang disebabkan oleh varian sempalan Omicron.

Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok mengatakan 3.507 kasus baru dilaporkan terjadi, naik dari 1.337 kasus di hari sebelumnya.

BACA JUGA: 3 Makanan Sehat yang Bisa Atasi Infeksi Omicron

Kebanyakan kasus ini terjadi di provinsi Jilin, sekitar 1.082 km jauhnya dari ibu kota Beijing, provinsi yang berada di kawasan Timur Laut Tiongkok, di mana di sana tercatat 2.601 kasus.

Jumlah kasus mereka yang tidak bergejala, yang dalam aturan di Tiongkok tidak dianggap sebagai kasus yang positif berjumlah 1.786.

BACA JUGA: 1 Pelajar di Kabupaten Paser Meninggal Dunia Akibat Covid-19

Sejauh ini belum ada kematian yang dilaporkan dalam penyebaran kasus yang terjadi di beberapa kawasan di sana.

Cepatnya penyebaran varian yang sekarang disebut 'sempalan' dari Omicron menjadi tantangan bagi pihak berwenang di sana yang masih menerapkan kebijakan nol kasus COVID, kebijakan yang sudah dijalankan sejak kasus pertama muncul di kota Wuhan di awal tahun 2020.

BACA JUGA: Ratusan Penerbangan Tujuan Shanghai, Tiongkok, Terpaksa Dialihkan

Walau angka kasus di Tiongkok ini masih termasuk rendah dibandingkan di negara-negara lain, jumlah yang lebih dari 10 ribu kasus dalam dua minggu di bulan Maret ini sudah melebihi jumlah kasus dibanding masa-masa sebelumnya.

Para pakar kesehatan mengatakan tingkat kenaikan kasus harian selama beberapa pekan ke depan akan menjadi faktor penting untuk melihat apakah kebijakan penanganan kasus COVID-19 selama ini di Tiongkok sudah efektif dalam menghadapi varian yang sekarang lebih mudah menular.

Prediksi COVID-19 yang dilakukan oleh Lanzhou University mengatakan bahwa penyebaran kasus saat ini akan bisa ditangani di awal April.

Universitas tersebut memperkirakan jumlah kasus sekarang akan mencapai puncak dengan total sekitar 35 ribu kasus.

Dalam laporan terbaru yang dikeluarkan hari Senin (14/03), Universitas Lanzhou mengatakan bahwa kondisi saat ini merupakan yang paling serius di Daratan Tiongkok sejak Wuhan di tahun 2020.

Namun negeri itu  memiliki kemampuan untuk menguasai keadaan sepanjang kebijakan pemberantasan serius tetap dijalankan.

Per tanggal 14 Maret, Tiongkok sudah melaporkan adanya 120.504 kasus, termasuk kasus penularan lokal dan mereka yang datang dari luar Tiongkok. Larangan perjalanan karena lockdown

Provinsi Jilin, adalah kawasan yang berpenduduk 24,1 juta orang di mana 90 persen kasus baru terjadi di sana. 

Warga Jilin dilarang untuk meninggalkan provinsi tersebut atau bepergian di dalam kota tanpa memberitahu polisi setempat.

Di media partai komunis setempat, seorang pejabat partai mengatakan bahwa Jilin harus mempersiapkan lebih banyak rumah sakit darurat dan juga berbagai akomodasi sementara guna memastikan semua pengidap kasus dan kontak terdekat mereka bisa menjalani isolasi guna mencegah penyebaran lebih lanjut.

Beberapa penyebaran lebih kecil juga terjadi di belasan provinsi dan kota besar termasuk di ibu kota Beijing, di mana dilaporkan adanya enam kasus baru, juga di Shanghai sebanyak sembilan kasus.

Shenzhen yang terletak di provinsi Guangdong yang tidak jauh dari Hong Kong mencatat 48 kasus baru.

Kota berpenduduk 17,5 juta orang tersebut sudah dinyatakan lockdown sejak hari Minggu setelah adanya 75 kasus baru yang dilaporkan di sana.

Semua warga di Shenzhen harus menjalani tes sebanyak tiga kali, dan semua bisnis kecuali bisnis pemasok makanan, bahan bakar, dan keperluan penting lain, harus ditutup dan warga harus bekerja dari rumah sejak hari Senin.

Shenzhen adalah pusat dari beberapa perusahaan besar Tiongkok, termasuk perusahaan alat telekomunikasi Huawei dan Tencent Holding, operator layanan media sosial WeChat. Jepang longgarkan masuknya warga

Sementara itu di Jepang pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menaikkan jumlah kedatangan harian menjadi 10 ribu orang mulai bulan April dari angka 7 ribu orang saat ini.

Menurut kantor berita Jepang, Kyodo, mengutip seorang pejabat pemerintah hari Selasa, hampir tidak mungkin untuk melonggarkan pembatasan yang selama ini sudah diberlakukan.

Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan pemerintah akan melonggarkan pembatasan secara bertahap dengan melihat situasi di dalam negeri dan juga melihat kebijakan yang dilakukan negara lain.

Jepang sejak November tahun lalu menutup  negeri itu dari kedatangan warga asing sejak meningkatnya kasus Omicron, kebijakan yang banyak mendapatkan kritik karena dianggap terlalu ketat.

Sejak Maret, pembatasan mulai dilonggarkan dengan mulai diizinkannya warga Jepang kembali dari luar negeri, dengan kuota tujuh ribu orang sejak hari Senin (14/03).

Turis asing belum diperbolehkan masuk ke sana.

Di Jepang, bulan April adalah bulan di mana bisnis dan sekolah mulai berkegiatan lagi, dan biasanya perjalanan meningkat.

Dengan banyak mahasiswa asing sedang menunggu untuk bisa masuk lagi, pemerintah mengatakan akan memberikan prioritas bagi mereka. dan juru bicara pemerintah Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan kebanyakan dari mahasiswa asing ini diperkirakan akan datang di akhir bulan Mei.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Mendapatkan Bantuan Keuangan untuk Korban Banjir di Australia

Berita Terkait