jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Chusnul Mar'iyah mengatakan, aksi kudeta yang dilakukan kubu Moeldoko terhadap kursi Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bukan hanya untuk memuluskan pencalonan kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) itu di Pilpres 2024.
Namun, kata perempuan kelahiran 1961 itu, ada berbagai kepentingan lainnya, termasuk oligarki ekonomi dan politik.
BACA JUGA: Bang Munarman Mengomentari Kisruh Partai Demokrat
Menurut dia, ada bayang-bayang kepentingan besar yang menyusup di belakang aksi kudeta tersebut.
"Semuanya untuk kepentingan 2024," ujar dosen Ilmu Politik di UI ini dalam akun Realita TV di YouTube.
BACA JUGA: Hencky Luntungan Berencana Menyeret AHY dan SBY ke Proses Hukum
Partai Demokrat, lanjutnya, dinilai menjadi ancaman lantaran berhasil merebut simpati rakyat dengan jargon 'berkoalisi dengan rakyat'.
Jargon ini menurut Chusnul, mengena ke hati masyarakat karena rakyat sudah jenuh dengan kondisi mayoritas partai yang mengekor di belakang pemerintah.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Habib Rizieq: Biar Saja Jaksa Sidang Bertiga dengan Hakim dan Tembok
"Jadi siapa pun yang dinilai menjadi ancaman bagi penguasa bakal menjadi target operasi," ucapnya.
Bahkan sebelum Demokrat dipecah-pecah, kata Chusnul, sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan tokoh yang kritis ditangkapi. Dia mencontohkan kasus Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan lainnya.
"Jadi ini yang oposisi dihabisi. Balik lagi model otoriter di rezim orde baru," katanya.
Dia juga menyoroti pidato Moeldoko di Sibolangit, Deli Serdang Sumatera Utara sesaat setelah KLB Demokrat.
Moeldoko saat itu menyatakan apa yang dilakukannya dalam rangka menjaga demokrasi di Indonesia.
"Pidato itu dikatakan Moeldoko tanpa rasa canggung, tanpa beban, ditambah lagi tanpa etika menurut saya," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pengambilalihan Partai Demokrat merupakan upaya merusak demokrasi.
Juga bagian dari persekongkolan politik dengan ekonomi dari kepentingan-kepentingan para bandar sejak pemilu 2014 hingga 2019.
"Semua elemen bangsa harus mencari cara bagaimana caranya memperbaiki itu semua," tegasnya.
Dia mengingatkan para wakil rakyat di parlemen bahwa mereka bukan wakil para penguasa. (esy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad