Mulai September tahun ini, Amber Daines akan mendapat kejutan besar. Cicilan kredit rumahnya naik dan dia harus menambah AU$3.000 sebulan setelah masa berlaku bunga tetap kreditnya habis.
Seperti kebanyakan warga Australia yang memiliki cicilan rumah, Amber sangat kecewa dengan keputusan Bank Sentral Australia (RBA) yang sudah berkali-kali menaikkan suku bunga.
BACA JUGA: Sisa Tubuh Manusia Ditemukan di Puing Kapal Selam Titan
"Kami berani mengambil pinjaman dengan patokan setidaknya dalam tempo tiga tahun suku bunga tidak akan naik," ujarnya kepada ABC.
Patokan yang dimaksud Amber adalah pernyataan Gubernur RBA Dr Philip Lowe pada akhir tahun 2020 dan sepanjang tahun 2021, bahwa suku bunga kemungkinan tidak akan naik hingga tahun 2024.
BACA JUGA: Australia Bakal Berlakukan Denda Jutaan Dolar untuk Penyebar Hoaks
Faktanya, sejak Mei 2022, RBA telah menaikkan target suku bunga sebesar 400 basis poin, atau 4 poin persentase, hanya dalam waktu satu tahun.
Amber dan suaminya adalah tipikal warga di Australia kelas menengah dengan pekerjaan tetap, yang tadinya yakin bisa mengelola kewajiban keuangan yang mereka hadapi.
Gubernur RBA Dr Lowe meminta maaf kepada warga Australia dan mengatakan dia akan "memilih bahasa yang berbeda" di kemudian hari.Pembeli tunai tak terdampak
Meski mayoritas pembeli rumah sangat terdampak pada kenaikan suku yang kini di atas 6 persen, namun ada sekelompok konsumen yang tak terpengaruh.
Jumlahnya sekitar 25 persen dari pembeli rumah di Queensland, Victoria, dan New South Wales sepanjang tahun lalu. Mereka membeli secara tunai, tidak menggunakan kredit bank.
Menurut data Property Exchange Australia (PEXA), dari properti senilai $478,6 miliar yang terjual pada tahun 2022, sebesar $122,5 miliar di antaranya dibayar tunai.
PEXA menemukan 25,6 persen atau 135.544 properti perumahan yang dijual tahun lalu dibeli tanpa cicilan, umumnya dari kalangan pensiunan yang ingin pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil atau istilahnya 'downsize'.
Kepala penelitian PEXA, Mike Gill, menjelaskan mereka ini umumnya orang tua Australia yang pensiun dan ingin berhemat, mendapat keuntungan dari selisih harga rumah lama mereka yang tinggi dan membeli rumah yang lebih kecil.
"Pemilik rumah yang lebih muda cenderung memiliki pinjaman yang lebih besar, terutama mereka yang baru saja membeli, sementara banyak pemilik rumah yang berusia lebih tua cenderung sudah melunasi pinjamannya," jelas Mike.Inflasi sudah turun, suku bunga masih bisa naik?
Langkah RBA yang terus menaikkan suku bunga dilakukan dengan tujuan mengendalikan laju inflasi yang sempat meningkat pasca pandemi COVID-19.
Artinya, bila inflasi terkendali, apakah suku bunga RBA tidak akan naik lagi?
Faktanya, hal itu belum terjadi.
Indikator harga konsumen bulanan terbaru menunjukkan inflasi turun tajam menjadi 5,6 persen selama 12 bulan hingga Mei, atau turun dari 6,8 persen pada bulan April.
Terjadi penurunan besar harga bahan bakar merupakan penyumbang terbesar dalam penurunan harga-harga.
"Pergerakan tahunan harga bahan bakar otomotif tetap fluktuatif, sebagian mencerminkan perubahan harga dari 12 bulan lalu," kata Michelle Marquardt dari Biro Statistik Australia (ABS), yang menyusun data tersebut.
Sebagian besar analis setuju bahwa data inflasi terbaru akan mengurangi tekanan pada Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga lagi minggu depan.
Pengamat dari lembaga IG, Tony Sycamore, mengatakan data inflasi ini menimbulkan harapan bahwa RBA akan menghentikan kenaikan suku bunga pada bulan Juli dan mungkin setelahnya.
David Bassanese, kepala ekonom di Betashares setuju data inflasi saat ini meningkatkan kemungkinan RBA mengambil jeda kenaikan suku bunga bulan depan, tapi ia tidak berharap hal itu akan bertahan lama.
"RBA kemungkinan memiliki setidaknya satu tembakan terakhir, tapi bisa menunggu hingga Agustus," ucapnya.
Ekonom dari JPMorgan, Tom Kennedy, juga percaya para penyicil rumah harus mengantisipasi kenaikan suku bunga lagi.
Diana Mousina dari AMP memperkirakan RBA masih akan melakukan satu atau dua kali kenaikan suku bunga, meski mengakui inflasi telah melewati puncaknya tahun lalu dan kini turun cukup cepat.Restrukturisasi RBA dan nasib Philip Lowe
Pemerintahan PM Anthony Albanese melakukan tinjauan mendasar terhadap RBA, yang akan membawa perubahan yang belum pernah terlihat dalam satu generasi.
Tinjauan tersebut menelorkan 51 rekomendasi tentang bagaimana bank sentral harus berfungsi untuk menangani inflasi dan lapangan kerja dengan lebih baik serta lebih transparan.
Menteri Urusan Perbendaharaan Negara (Treasurer) Jim Chalmers menugaskan evaluasi ke RBA pada Juli tahun lalu, dengan tujuan "memastikan kita memiliki bank sentral terbaik dan paling efektif di dunia di masa depan".
Ini adalah tinjauan pertama terhadap RBA sejak bank sentral mulai menangani inflasi pada awal 1990-an.
Tinjauan terhadap RBA mencakup transparansi RBA, dalam cara mengambil keputusan tentang suku bunga tunai, kesimpulan bulanan, saat ini, yang memengaruhi suku bunga
Topik utama dari tinjauan tersebut adalah dewan bank sentral harus dipecah menjadi dua.
Mengapa dewan RBA dibagi menjadi dua? Alasanya, untuk memastikan adanya keragaman pandangan yang lebih luas dan lebih banyak pakar kebijakan moneter dilibatkan dalam membuat keputusan.
Kedua dewan di RBA terdiri atas dewan kebijakan moneter dan dewan tata kelola perusahaan.
Seperti namanya, dewan kebijakan moneter akan melihat keputusan kebijakan moneter, artinya merekalah yang akan memikirkan apa yang harus dilakukan dengan nilai tukar tunai untuk mengelola inflasi.
Sebaliknya, dewan tata kelola perusahaan akan fokus pada operasi sehari-hari bank sentral dan tidak akan memiliki suara tentang kebijakan moneter.Memiliki karir panjang
Yang terjadi saat ini, Gubernur Philip Lowe bertanggung jawab atas kedua hal tersebut, tapi bahkan dia mengakui pengaturan dewan RBA saat ini tidak memenuhi standar.
Dr Lowe mulai bekerja untuk RBA pada tahun 1980. Saat itu, dia berusia sekitar 18 tahun.
Dia telah menghabiskan sebagian besar masa kerjanya di sana selain dari tugas singkat selama dua tahun di Bank for International Settlements yang berbasis di Swiss.
Selama lima dekade terakhir, dia naik pangkat untuk menjadi kepala penelitian ekonomi, stabilitas keuangan, pasar domestik, wakil gubernur dan, akhirnya, gubernur RBA sejak tahun 2016.
Masa jabatannya akan berakhir pada bulan September dan para ekonom mengatakan kecil kemungkinan pemerintah akan memperpanjang jabatannya.
Jika Treasurer Jim Chalmers memperpanjang masa jabatan Dr Lowe, itu akan menjadi "dukungan atas banyak sekali kegagalan yang terjadi di bawah pengawasannya", tambah Dr Steven Hamilton dari George Washington University.
Dr Hamilton berpendapat kesalahan terbesar oleh Dr Lowe dan dewan RBA adalah keputusan mereka untuk lebih spesifik, dengan menyarankan suku bunga akan tetap rendah hingga 2024.
"Sangat jelas bahwa mereka membuat kesalahan besar dalam menjanjikan secara implisit bahwa suku bunga akan ditahan selama bertahun-tahun," katanya.
RBA juga merupakan salah satu bank sentral besar terakhir yang mulai menaikkan suku bunga, tepat sebelum Bank Sentral Eropa.
Pada saat RBA memulai siklus kenaikan suku bunga, banyak negara, seperti Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat, telah menaikkan suku bunga selama beberapa bulan.
"Saya pikir tidak ada keraguan bahwa Philip Lowe harus diganti," kata Dr Hamilton.Terpaksa menjual rumah
Di tengah meningkatnya harga beli dan sewa rumah, bahan makanan, listrik, dan lainnya, Amber berpikir untuk menjual salah satu rumahnya.
Bersama suaminya dia memiliki dua hipotek atau cicilan rumah, satu dengan 80 persen suku bunganya tetap, dan pinjaman rumah lainnya hanya dicicil bunganya saja saat ini.
Mereka menyewakan rumah kedua, tapi Amber menyebut hasil sewa tidak akan menutupi cicilan rumah dan mereka mungkin terpaksa menjualnya.
"Seperti banyak orang lainnya, kami meminjam berdasarkan kepercayaan bahwa bank sentral itu terlihat seperti orang paling pintar yang mengambil keputusan tentang ekonomi," ucapnya.
"Saat ini masih sulit untuk percaya kalau kita sudah selesai dengan kenaikan suku bunga," katanya.
"Kami sudah mengantisipasi skenario bahwa tingkat suku bunga variabel akan menjadi 7 persen pada akhir tahun. Artinya, rencana untuk pensiun juga tertunda," tambah Amber.
Dia berharap RBA perlu mempertimbangkan kembali cara menyampaikan pesannya, meski masyarakat juga perlu memikirkan dengan hati-hati berapa banyak utang yang mereka ambil dari bank.
"Membeli rumah adalah keputusan finansial terbesar, jadi perlu memiliki jaminan kita mampu membayarnya. Kalau tidak, risiko melepas properti itu sangat tinggi," kata Amber.
Risiko itulah yang kini dihadapinya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim, simak artikel menarik lainnya dari ABC Indonesia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasi Bungkus