Cium Tangan Kedua Orang Tua Saat Pergi Kerja, Omzet Puluhan Juta per Bulan

Minggu, 16 Juli 2017 – 00:05 WIB
Abdul Gani di depan bengkel yang baru dua tahun ini didirikannya, kemarin (15/7). Foto: THEA/LOMBOK POST

jpnn.com - Suara bising terdengar dari salah satu bengkel berukuran sedang di jalan Ade Irma Suryani, Monjok Culik, Kota Mataram, NTB.

NATHEA CITRA SURI, Mataram

BACA JUGA: Ingin Berwirausaha? Ini Trik Jitunya

Suara itu membaur dengan suara kendaraan yang hilir mudik di depannya. Kepulan asap membuat udara di sekitar tempat itu tak sehat lagi.

Di sisi jalan, plang besar tertancap dengan kokohnya. Tulisannya mencolok. "Tukang kayu, tukang las, dan tukang aluminium".

BACA JUGA: Program Magang Kemenkop UKM 2017 Dorong 500 Wirausaha Muda

Di dekat plang itu, ada beberapa aneka lukisan kayu modern. "Silakan duduk, maaf suaranya berisik, kami sedang ada kerjaan,” kata Abdul Gani pemilik bengkel las tersebut saat ditemui Lombok Post (Jawa Pos Group), beberapa waktu lalu.

Saat itu, Abdul Gani dan beberapa karyawannya sedang sibuk mengerjakan orderan dari salah satu pelanggannya. Dengan buru-buru, ia berusaha mencari lap tangan.

BACA JUGA: Program Magang Kemenkop UKM 2017 Dorong 500 Wirausaha Muda

Abdul Gani yang kini genap 23 tahun adalah bos di bengkel itu. “Semua ini saya lalui dengan proses yang sangat panjang,” ujarnya memulai cerita.

Ia merintis usaha ini sejak masih di bangku SMAN 4 Mataram. Saat kelulusan dan akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, tiba-tiba sang ayah mengajaknya berbicara empat mata.

“Beliau bilang, “sini Gani, duduk! Bapak ingin bicara sama kamu”. Beliau berbicara kalau tidak punya biaya untuk menguliahkan saya. Itu sekitar tahun 2011," ungkapnya.

Ketika di bangku sekolah, tidak pernah terpikirkan bahwa ia akan menjadi seorang pengusaha. Apalagi Gani tidak pernah bersentuhan pada hal-hal yang berbau las, mesin, dan masalah interior.

“Dari zaman sekolah, saya tidak ada pikiran ke sana. Ini semua karena keadaan. Apalagi saat itu saya tidak pintar-pintar amat,” terangnya.

Karena keadaan itulah, Gani mulai mencoba segala macam usaha untuk membiayai perkuliahannya kala itu.

Tepat pada awal bulan Ramadan tahun 2011, dirinya mendapatkan ide untuk berjualan jajanan kering.

“Kebetulan, sepupu saya menawarkan jajan kering. Dari detik itu juga saya buat kartu nama, agar orang-orang mudah mencari saya. Saya memasuki satu per satu kantor-kantor di Kota Mataram untuk menawarkan jajan kering,” bebernya.

Dengan menurunkan gengsi dan rasa malunya, ia terus menerus berkeliling. Akhirnya ia bisa punya uang tabungan Rp 650 ribu.

“Alhamdulillah, saya tidak menyangka. Akan mendapatkan keuntungan sebanyak itu. Mendapatkan Rp 100 ribu saja, saya senangnya luar biasa. Dengan uang sebanyak itu, harus saya manfaatkan untuk biaya masuk kuliah saya,” terangnya.

Setelah mencoba berwirausaha berjualan kue kering, ide di kepalanya pun tak lantas berhenti di sana.

“Setelah itu, saya sempat bermain ke kantor ayah saya, di Poldagri Kota Mataram. Di sana ada barang-barang bekas yang tidak digunakan,” jelasnya.

Dengan hanya melihat sisa-sisa kayu bekas dan triplek tersebut, dengan spontannya ia mendapatkan ide untuk membuat sebuah gerobak. Itu kemudian menjadi salah satu wadah pemasukan biaya perkuliahannya.

"Saya buatnya itu ketika habis tarawih. Jadi orang pulang tarawih saya malah sibuk dengan gergaji, itu saya lakukan hingga lebaran,” ungkapnya.

Dengan ukuran 2x50 cm, gerobak tersebut diisinya dengan beberapa macam mie, pop ice, dan bahan-bahan jus.

"Jadi uang yang saya dapatkan sebelumnya Rp 650 ribu itu saya gunakan semua untuk membuat gerobak, dan membeli persediaan jualan saya,” terangnya.

Semua itu tak dilaluinya dengan mudah. Uang yang didapatkannya hanya Rp 40 ribu hingga Rp 125 ribu dalam sehari.

Namun semua itu berubah. Ketika memasuki minggu kedua, omzet yang didapatkannya pun terbilang memuaskan.

"Ada suka dukanya sih. Pokoknya pembeli itu adalah raja, walau saya dihina, saya hanya senyumin mereka saja. Pokoknya jangan hina orang tua saya saja, kalau sampai itu kejadian, saya bunuh mereka,” katanya sambil tertawa.

Lantas dia balik lagi ke usaha lama, berjualan jajan pasar untuk dititipkan di beberapa sekolah-sekolah.

“Saya alih usaha lagi, setelah sebelumnya berjualan menggunakan gerobak selama dua bulan. Saya usaha lagi berjualan jajanan pasar, itu pun saya buat sendiri semuanya,” ujarnya.

Abdul Gani pun mulai menyiapkan berbagai bahan kebutuhan untuk membuat lumpia dan es pisang ijo.

“Saya bangun mulai dari jam dua pagi hingga jam lima pagi untuk membuat semua adonan itu,” jelasnya.

Awalnya, usaha itu diharapkan akan memberikan hasil yang baik. Namun belum memasuki bulan pertama, usahanya di-copy paste oleh penjaga kantin di masing-masing sekolah itu. Sehingga mau tak mau, usahanya tersebut harus berhenti saat itu juga.

“Saya kecewa, padahal usaha saya sudah bagus. Tapi ya namanya usaha, ada naik dan turunnya,” ceritanya.

Awalnya, ia ingin menyerah saat itu juga. Namun entah ada aliran semangat dari mana, ia kembali mencoba usaha-usaha lainnya.

"Karena saat itu, saya sebagai mahasiswa teknik mesin Unram. Saya berfikir untuk mencoba berwirausaha di jasa pengelasan. Kebetulan saat itu saya ada kenalan yang memiliki bengkel las,” ujarnya.

Singkat cerita, Gani bekerja sekaligus menimba ilmu pada salah satu pemilik bengkel las, saat tahun 2012. Semua berjalan lancar, sampai suatu ketika, ia diusir tanpa keterangan yang jelas.

“Saat itu, saya sedih sekali, sudah mendapatkan ilmu, eh malah diusir. Kecewa deh pokoknya, sembari berjalan, saya berdoa pada gusti Allah SWT, agar ketika di perjalanan ini saya akan temukan pekerjaan,” katanya.

Nah, saat dalam perjalanan itu ia melihat sebuah bengkel las yang berada di Jalan Pariwisata. Entah keberanian dari mana, ia langsung turun dari atas motornya untuk bertemu dengan sang pemilik.

“Saya lagsung masuk ke bengkel itu, Alhamdulillah pemiliknya, Amaq Ocon, menerima saya dengan tangan terbuka. Bahkan hari itu juga saya diberi pekerjaan di bagian pemasaran bengkelnya,” imbuhnya.

Dalam kurun waktu satu bulan, ia bisa mendapatkan banyak orderan. "Intinya satu, semua itu dijalani dengan ikhlas, dan jangan malu. Kuncinya sih, cium tangan kedua orang tua saat ingin kerja, maka Insyaallah tiada kesusahan yang akan kita hadapi,” tuturnya.

Setelah beberapa bulan bekerja di sana, Gani pun meminta izin untuk mendirikan sebuah bengkel miliknya sendiri.

Karena tidak memiliki basik pengalaman las, ia pun mencoba mencari teman-temanya di teknik mesin untuk bergabung menjadi mitranya di dalam begkel mini miliknya saat itu.

“Alhamdulillah selama tahun 2012 saya sudah memiliki usaha yang bermacam-macam. Memang tidak semua berhasil, namun itu adalah jalan cerita saya,” timpalnya.

Bahkan, ia juga pernah rugi belasan juta. Karena kesalahan dalam penghitungan barang-barang yang akan digunakan untuk membangun rumah salah satu pelanggannya.

Namun kini, atas semua kerja kerasnya, ia bisa membangun sebuah bengkel dengan belasan karyawan, dan bisa mendapatkan proyek bernilai puluhan juta per bulannya.

"Semua itu proses, tidak ada orang langsung jadi sukses, semua itu dari nol,” imbuhnya. (*/r5)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Program Magang Kemenkop UKM 2017 Dorong 500 Wirausaha Muda


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler