Condong ke Swasta, Khawatir Listrik Mahal

Rabu, 09 September 2009 – 09:50 WIB
LELAP : seorang anggota DPR sedang tidur dalam sidang paripurna DPR,Selasa (8/9).Dalam sidang ini diputuskan bahwa Rancangan Undang - Undang ketenagalistrikan telah di setujui menjadi Undang - Undang Ketenagalistrikan. Foto: Wildan Almasihu Royan/Rakyat Merdeka.
JAKARTA - Pengesahan Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan (RUUK) menjadi UU oleh DPR, membuka peluang swasta untuk dapat menjual listrik secara langsung ke masyarakat di daerah yang belum terjangkau listrik PLN

Sedangkan untuk daerah yang sudah terjangkau listrik PLN, maka pihak swasta, koperasi dan BUMN, bisa menjual listriknya ke PLN

BACA JUGA: Hari Ini, KPK Periksa Gubernur Riau

Hal tersebut dijelaskan oleh Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, J Purwono, usai pengesahan UU Ketenagalistrikan lewat Rapat Paripurna DPR, yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, di Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).

Kendati demikian, pihak swasta yang akan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat, menurut Purwono juga harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan pemerintah daerah dan DPRD setempat sebelum menetapkan tarif
"Pihak Pemda nanti yang memberi izin, sedangkan besaran tarif akan diatur Pemda dengan persetujuan DPRD

BACA JUGA: Monumen World Peace Didirikan di Ambon

Jadi, mahal atau murahnya tarif akan tergantung Pemda dan sumber energinya sendiri," imbuhnya.

Selain itu dijelaskannya, UU Ketenagalistrikan juga mengatur bahwa jika pemerintah pusat dan Pemda menetapkan tarif di bawah biaya produksi listriknya, maka mereka diharuskan menyediakan subsidi
"Untuk daerah terpencil, maka yang dipakai adalah APBD

BACA JUGA: Usir Asap dengan Shalat Istisqa

Kalau PLN, karena antar provinsi, maka harus menggunakan APBN," jelas Purwono lagi.

Purwono pun menegaskan, dengan ditetapkannya UU Ketenagalistrikan yang baru ini, diharapkan akan mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi di seluruh Indonesia"Sampai kapan kalau kita menunggu PLNSekarang ini saja, baru 65 persen rumah tangga yang terlistrikiSedangkan untuk daerah yang belum terjangkau PLN lebih dari lima tahun, kita kasih kesempatan kepada swasta untuk masuk," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja BUMN Strategis, Ahmad Daryoko, menilai bahwa UU Ketenagalistrikan yang meliberalkan pengelolaan listrik patut diwaspadai, karena diterapkannya sistem pemisahan atau pemecahan usaha ketenagalistrikan (verticaly unbundling system)"Karena, pemerintah punya wewenang untuk menunjuk pelaku usaha ketenagalistrikan secara berbeda-bedaPraktek ini akan mengakibatkan tidak terjaminnya pasokan listrik bagi seluruh lapisan masyarakatBuktinya bisa dilihat di Eropa, Amerika Latin, Korea dan Meksiko, yang gagal menerapkan sistem unbundling dalam restrukturisasi tenaga listrik," paparnya.

Ahmad menambahkan, berdasarkan Pasal 3 UU Ketenagalistrikan, penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan Pemda berlandaskan prinsip otonomi daerahArtinya, jika Pemda kesulitan dalam mengelola listrik dan akhirnya menggandeng investor lain, maka tarif listrik untuk rakyat bisa menjadi tidak terkontrol"Masyarakat nanti bisa merasakan tarif dasar listrik yang makin mahal, serta (bisa terjadi) kesenjangan pasokan listrik di luar Jawa dan Bali," tukasnya

Sementara pengamat Kelistrikan Fabby Tumiwa menilai RUU Ketenagalistrikan yang baru ini tidak jelas masksud dan arah tujuannya."RUU ketenagalistrikan ini tidak jelas maksudnya, tujuannya apa" Memang didalamnya ada desentralisasi dan otonomi daerah, tapi tujuannya untuk apa?' kata Fabby, di Jakarta, kemarin.

Fabby memaparkan, daam RUU yang baru ini memang ada beberapa hal yang cukup prinsipil dibanding  UU yang lamaDiantaranya adanya desentralisasi pengaturan penyediaan ketenagalistrikaan.'Pemda diberikan kewenangan lebih besar terutama dalam pengusahaannyaSelain itu Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) kini tidak hanya satu (PLN), tetapi lebih dari satu.  Pemerintah Daerah kini bisa punya perusahaan listrik sendiriPenetapan tarif regonal yang tidak lagi seragam seperti yang sudah terjadi di Batam dan TarakanKetiga aspek ini yang terkait dalam UU ini yang membedakan dengan yang lama,'ujar Fabby.

Namun Fabby menyayangkan RUU ini tanpa ada proses uji sehingga dinilainya tidak jelasUU No 20 Tahun 2002 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2004 justru menurut Fabby lebih jelas karena ingin mengubah sistem paket ketenagalistrikanBegitupun UU No 15 tahun 1985 yang digantikan UU Kelistrikan ini dengan jelas mengatur mengenai konsep negara dalam penyediaan listrik.

Kadin Tolak Kenaikan 30%


Kalangan pengusaha menyatakan penolakan atas rencana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik rata-rata 30% pada 2010 mendatang"Kami menolak kenaikan  TDL itu," ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) M.SHidayat di Jakarta.Hidayat menilai, rencana kenaikan tarif listrik menjadi dilemaSebab, di satu sisi PT PLN (Persero) memiliki beban aliran keuanganNamun, di pihak lain tahun depan akan ada tambahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap 10.000 megawatt, sehingga beban PLN bisa berkurang.

"Pada prinsipnya pengusaha tidak ingin kenaikan TDL itu jadi satu-satunya opsi karena berpengaruh terhadap daya saing," ujar HidayatPengusaha pun memahami persoalan PLN yang belum bisa menyediakan pasokan listrik di JawaSehingga frekuensi pemadaman listrik di luar Jawa bisa antara 4-5 kali sehari."Buat konsumen dan dunia usaha ini tentu tidak nyaman," ujarnya.

Kalaupun kenaikan listrik harus terjadi, Kadin ingin memberi masukan mengenai besaran kenaikan tarif listrikRencana kebijakan ini menunjukkan tidak adanya koordinasi antar departemen pemerintahPasalnya, kebijakan kenaikan tarif listrik dan menaikkan daya saing bertentanganDalam industri tekstil misalnya, biaya listrik sekitar 18% dari biaya produksiDisektor lain, biayanya biasa mencapai di atas 20% (fas/aj/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Yahukimo Merasa Dilangkahi Yakpesmi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler