jpnn.com, JAKARTA - Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) merupakan konferensi tahunan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yang telah mendapatkan penghargaan sebagai konferensi kebijakan luar negeri terbesar di dunia pada 2016, oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Pada konferensi sebelumnya, jumlah peserta melebihi 11.000 orang pada 2019 (sebelum pandemi COVID-19).
BACA JUGA: FPCI Mengapresiasi Prestasi Terbaik Politik Luar Negeri Presiden Jokowi
Kegiatan ini merupakan satu-satunya konferensi kebijakan luar negeri nasional di Indonesia yang mempertemukan pemangku kebijakan, menteri, tokoh publik, diplomat, selebritas, jurnalis, pakar, mahasiswa, dan toko-tokoh terkemuka di berbagai sektor.
Tema CIFP tahun ini adalah “From Non-Alignment to Creative Alignments”. Tema ini mencerminkan pentingnya merespon realita baru dimana politik luar negeri bebas aktif Indonesia di abad ke-21 perlu secara kreatif merintis, membangun dan memelihara berbagai alignments (bukan aliansi) dengan negara-negara dari timur, barat, utara, dan selatan baik untuk kepentingan nasional Indonesia, kawasan, dan global.
Tahun ini, FPCI menyelenggarakan CIFP dengan mengangkat salah satu tema menarik yaitu ‘Foreign Policy Challenge for the Next Indonesian President’.
BACA JUGA: FPCI dan Global Citizen Gelar Diskusi Bahas Masalah Internasional dengan Tokoh-Tokoh Dunia
FPCI mengundang tiga calon presiden periode 2024-2029 untuk menyampaikan gagasan mereka terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.
“Hanya ada satu konferensi nasional mengenai politik luar negeri di Indonesia, yaitu Conference on Indonesian Foreign Policy. CIFP adalah konferensi politik luar negeri terbesar di dunia dan ini semua adalah inisiatif dan hasil kerja keras para pemuda Indonesia dan mahasiswa Indonesia. CIFP adalah forum yang memberikan ruang bersama bagi pemimpin, menteri, diplomat, duta besar, pengusaha, selebriti, mahasiswa, pakar, peneliti, dan wartawan. Ini merupakan sebuah festival diplomasi akbar yang penuh dengan sesi-sesi berbobot dan penuh dengan peluang untuk melakukan networking," ujar Dino Patti Djalal, Pendiri dan Ketua Foreign Policy Community of Indonesia.
BACA JUGA: Gelar Indonesia Net-Zero Summit 2023, FPCI Ajak Masyarakat Selamatkan Bumi Â
Lebih lanjut lagi, Dino Patti Djalal mengatakan penyelenggaraan CIFP 2023 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Kita memasuki akhir 2023, yang mana tahun depan merupakan tahun politik, kita semua ingin mengetahui siapa calon presiden kita, apa visi misi mereka mengenai Indonesia Foreign Policy, dan langkah konkret apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan di masyarakat seperti, perubahan iklim, masalah ekonomi global, kesejahteraan, peace building, dan lain sebagainya," sambung Dino.
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, CIFP 2023 akan menjadi ruang temu antara calon presiden dengan masyarakat agar dapat berdiskusi lebih dalam.
“Kita semua juga ingin mengetahui dari para capres ini mana yang paling paham mengenai dunia internasional dan mempunyai suatu strategi atau rencana untuk memimpin Indonesia menghadapi lanskap dunia yang semakin ruwet dan bahkan berbahaya. Kita juga ingin tahu mana capres yang bukan hanya nasionalis tapi juga internasionalis," imbuhnya.
Sampai dengan saat rilis ini diterbitkan pada Kamis 30 November, sebanyak lebih dari 9,000 orang telah mendaftar CIFP 2023, yang akan dilaksanakan secara tatap muka (offline) pada hari Sabtu, 2 Desember 2023, pukul 09:00-17:00 di Grand Sahid Jaya, Jakarta.
CIFP 2023 ini akan menghadirkan 15 sesi paralel, di antaranya akan ada sesi launching survei FPCI dan ERIA bertajuk Living Among the Giants: Launching a Survey of ASEAN People's' Perceptions on China, India, Japan, and the USA. Sesi lain membahas Kebijakan Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif di Era Jokowi: Seberapa Bebas? Seberapa Aktif?; Creative Alignments di Abad ke-21: Seni Memperluas Kemitraan dan Melipatgandakan Peluang; Indonesia dan Perubahan Iklim: Dapatkah Indonesia Menjaga Kebijakan Net-Zero Selama dan Pasca Pemilu 2024?;
Kemudian Penanganan Konflik dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Era Jokowi: Palestina-Israel, Myanmar, Ukraina, Afghanistan, dan Laut Tiongkok Selatan; Indonesia dalam Perubahan Tatanan Dunia: Menilik Potensi Global South dalam Sistem Internasional Kontemporer, dan masih banyak lagi sesi-sesi menarik lainnya.
Salah satu sesi yang paling banyak diminati setiap tahunnya adalah sesi The Return of the Angels Part VI: Issues I Care About and Why You Should Too, di mana semua pembicaranya adalah selebritas.
Selain menghadirkan topik-topik menarik, CIFP 2023 juga akan menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang, di antaranya adalah Leonard Simanjuntak (Country Director Greenpeace Indonesia); Fadli Zon (Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen / Anggota Komisi 1 DPR RI); Denny Lesmana (Direktur Urusan Amerika dan Eropa, Badan Intelijen Negara RI); Christine Hakim (Aktris); dan Dr. Marty Natalegawa (Menteri Luar Negeri RI (2009-2014).
Selain itu hadir juga Putri Tanjung (Staf Khusus Presiden RI); Muhammad Lutfi (Menteri Perdagangan RI (2020-2022)); Prof. Rizal Ramli (Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya RI (2015-2016)); Mardani Ali Sera (Anggota Komisi 2 DPR RI); Lynn Kuok (Senior Fellow, Shangri-La Dialogue on Asia-Pacific Security, International Institute for Strategic Studies (IISS)); Arief Wijaya (Program Director, World Research Institute (WRI) Indonesia); Amanda Katili Niode Ph.D. (Direktur The Climate Reality Project); dan banyak pembicara-pembicara lainnya. (flo/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Natalia