jpnn.com, BOGOR - Puluhan kepala desa di Kabupaten Bogor mendatangi kantor bupati, Selasa (28/4) untuk memprotes penyaluran bantuan sosial terkait pandemi corona dari pemerintah. yang mereka anggap semrawut.
Mereka juga khawatir, bantuan langsung tunai dari Dana Desa akan menimbulkan huru-hara di tengah masyarakat yang masih harus menghadapi teror corona.
BACA JUGA: Warga di Lingkungan Tempat Tinggal Bu Ade Yasin Belum Makan
Warga yang terdampak wabah Covid-19 memang menjadi prioritas untuk mendapatkan BLT. Hanya saja, warga yang kena dampak di Kabupaten Bogor tidak sebanding dengan data pembagian BLT dari pemerintah pusat.
“Tidak semua warga bisa ter-cover oleh bantuan berupa uang tunai Rp 600 ribu dari pemerintah,” ujar Kepala Desa Cibanon, Kecamatan Sukaraja, Ujang, seperti dikutip dari Radar Bogor.
BACA JUGA: DPD RI Desak Pemerintah Perbaiki Sistem Penyaluran Bansos
Dari data yang diterima Radar Bogor, kuota bansos Kabupaten Bogor memang jumlahnya sangat terbatas. Yakni untuk 1.011.756 kepala keluarga. Jumlah itu masih jauh dari jumlah penduduk Kabupaten Bogor yang berjumlah sekitar 5,9 juta jiwa.
Ujang mengaku telah menyampaikan keresahan para kepala desa itu kepada jajaran Pemerintah Kabupaten Bogor, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor.
BACA JUGA: Sembuh dari COVID-19, Bima Arya Langsung Marah-Marah di Pasar
Ia mencontohkan, hanya lima keluarga di desanya yang mendapatkan bantuan dari presiden itu. Hal yang sama terjadi di desa lain. Penerima bantuan juga bisa dihitung jari.
“Itu ambil datanya dari mana? Ini akan menjadi masalah bagi kita semua dan masyarakat juga, bisa babak belur kalau seperti ini. Karena masyarakat pun tentu akan saling bertanya dan ke depan akan menjadi bumerang bagi kami,” terangnya.
Ia pun mengusulkan, BLT bisa dipotong menjadi Rp 150-300 ribu agar semua masyarakat yang terdampak Covid-19 bisa ter-cover. Menurutnya, langkah itu menjadi alternatif agar bantuan bisa merata.
Setidaknya, masyarakat yang terbantu juga bisa lebih banyak. Kalaupun tidak, pemkab sebaiknya menambah alokasi untuk dana desa tersebut.
“Namun, kami juga sebagai kepala desa meminta perlindungan kepada pemerintah daerah kalau hal semacam ini diperbolehkan. Jangan sampai nanti selesai pandemi, ujung-ujungnya kami malah dipenjara. Saya juga mohon, data-data yang sudah kami buat (dari RT dan RW), bisa menjadi acuan sebenar-benarnya,” tegasnya.
Kegusaran para kades memang cukup beralasan. Lantaran bansos belum menyentuh warga-warga yang membutuhkan. Mereka juga mempertanyakan anjuran bupati yang sempat meminta kepada warga untuk melapor jika tidak terdata dan tidak menerima bantuan. “Mau lapor juga, lapornya ke siapa?” ujarnya.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor, Rustandi meminta agar masyarakat bersabar. Proses pendataan sedang berjalan.
Data-data untuk penerima bansos, dari berbagai sumber, juga masih digarap. Mereka bakal mengupayakan polemik terkait data-data tersebut tidak berlarut-larut di lapangan selama masa pandemi Covid-19.
“Paling penting sekarang bagaimana menjelaskan kepada warga, bagi yang sudah punya data valid, tentu akan dibagikan. Inilah tantangan kami, tim sekretariat maupun bupati. Pemerintah sedang bekerja, karena bagaimana pun informasi yang disampaikan pusat dan provinsi kan berbeda-beda,” katanya.
Untuk diketahui ada tujuh jalur bantuan sosial dari pemerintah bagi warga terdampak Covid-19 yakni program keluarga harapan (PKH), kartu sembako pangan nontunai, kartu prakerja untuk pengangguran dan PHK, bantuan sosial Rp 600.000 selama tiga kali (tiga bulan), dana desa sekitar 30 persen dana desa untuk warga miskin baru, dana sosial dari provinsi Jawa Barat Rp 500.000 kali empat bulan dan dana sosial dari kabupaten.
Dari tujuh jalur ini, bantuan yang sedang berjalan adalah bantuan dari pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Kalau bansos ada beberapa pintu, dari pusat, dari provinsi, dan dari daerah. Dari pusat sudah berjalan, walaupun belum maksimal. Dari provinsi juga belum maksimal,” ujar Bupati Bogor Ade Yasin, kemarin
Dari evaluasi di lapangan, pihaknya mendapati terjadi ketidakcocokan antara bantuan yang disalurkan dengan penerima manfaat, atau dengan kata lain bantuan menjadi tidak tepat sasaran.
“Yang berjalan sekarang itu masih berpatokan data lama. Sehingga tidak ada verifikasi ulang. Alhasil ditemukan penerima bantuan ada yang sudah meninggal,” bebernya.
Karena itu, Pemkab Bogor lanjut dia, sedang berupaya melakukan verifikasi dan pembaruan data penerima manfaat. “Diharapkan ke depan penyaluran bansos untuk masyarakat tidak lagi terkendala,” pungkasnya. (mam/d)
Redaktur & Reporter : Adek