Cowok Belajar di Gedung, Cewek di Tenda

Senin, 11 Juni 2018 – 07:09 WIB
Kelas khusus perempuan di Afghanistan. Foto: AP

jpnn.com, KABUL - Tangan Mahnoz Aliyar menunjuk sebuah tenda kecil. Letaknya di dalam kompleks Sekolah Sayedul Shohada, Kabul, Afghanistan. Gadis 16 tahun itu adalah siswa di sekolah tersebut. Tenda yang ditunjuknya bukanlah kemah anak-anak Pramuka, melainkan kelas untuk pelajar putri.

”Lihat sendiri. Kami tidak punya kelas. Tidak ada gedung, tidak ada fasilitas memadai untuk para siswi,” ujarnya saat diwawancarai oleh jurnalis.

BACA JUGA: Pengamat: Anak Milenial Tidak Butuh Teori Pancasila

Sekolah Sayedul Shohada tentu saja punya banyak kelas. Tapi, kelas-kelas itu hanya ditempati oleh anak laki-laki. Para siswi ditempatkan di tenda maupun menggelar tikar di tempat terbuka.

Aqeela Tavakoli, kepala Sekolah Sayedul Shohada, mengungkapkan bahwa donatur dari Jepang membantu membangun dua gedung untuk para siswi sekitar lima tahun lalu. Tapi, setelah selesai, dewan syura sekolah memutuskan gedung tersebut untuk para siswa.

BACA JUGA: Jumlah Guru Sudah Cukup, Buat Apa Ditambah?

Sejak Taliban digulingkan pada 2001, jutaan gadis memang bisa kembali ke sekolah. Bantuan dari berbagai lembaga internasional juga digelontorkan untuk meningkatkan sistem pendidikan di negara tersebut.

Sayangnya, budaya untuk lebih mendahulukan lelaki belum luntur. Anak perempuan hampir selalu dinomorduakan. Mayoritas orang tua ingin anak perempuannya belajar mengurus rumah saja. Tak perlu pergi sekolah.

BACA JUGA: 4 Catatan Kritis FSGI soal Bibit Radikalisme di Sekolah

Keamanan di negara tersebut yang masih minim juga membuat orang tua ketir-ketir untuk mengirimkan anak perempuannya pergi ke sekolah.

Militan Islamic State (IS) alias ISIS dan Taliban masih sering menyerang berbagai tempat, termasuk sekolah. Alasan lainnya adalah kualitas pendidikan di Afghanistan yang masih buruk.

Mantan Direktur Badan Antikorupsi Afghanistan Muzaffar Shah mengungkapkan bahwa profesi guru biasanya diserahkan kepada orang yang punya koneksi dan bisa membayar suap.

Mereka yang berkualitas akhirnya tersingkir. Untuk mendapatkan pekerjaan pun, ada diskriminasi.

”Laki-laki memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan,” tegasnya seperti dilansir Al Jazeera. Karena mayoritas guru adalah laki-laki, orang tua malah kian tak ingin menyekolahkan anaknya. (sha/c6/dos)

 

Pendidikan Pilih Kasih di Afghanistan

– UNICEF melaporkan sekitar 3,6 juta anak-anak usia 7–17 tahun di Afghanistan tak sekolah. Sekitar 60 persen di antaranya adalah perempuan.

– Di beberapa provinsi seperti Kandahar, Helmand, Wardak, Paktika, Zabul, dan Uruzgan, gadis-gadis yang tak sekolah mencapai 85 persen.

– Pada 2017, Bank Dunia menyatakan secara keseluruhan 66 persen gadis di Afghanistan tidak sekolah.

– Bulan ini sekitar 80 sekolah khusus untuk perempuan di Provinsi Nangarhar ditutup gara-gara diancam bakal dibom ISIS.

– Diperkirakan, 75 persen lulusan pendidikan keguruan menjadi penganggur. Mayoritas adalah perempuan karena tak memiliki koneksi dengan pejabat tertentu. Guru perempuan kurang dari 20 persen.

– Hanya 37 persen remaja putri yang bisa baca tulis, sedangkan remaja putra mencapai 66 persen.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Diminta Menggeber Deradikalisasi di Sekolah


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler