CropLife, Pemerintah, dan Kepolisian Perangi Pestisida Palsu

Senin, 04 Desember 2017 – 12:46 WIB
Petani di sawah. Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - CropLife Indonesia memiliki komitmen membantu memerangi pestisida palsu di kalangan petani.

CropLife Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya untuk menyosialisasikan pengetahuan tentang informasi mengenai produk palsu kepada petani.

BACA JUGA: Musim Kemarau, Kementan Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Pasalnya, tingkat pemakaian pestisida palsu di kalangan petani masih cukup tinggi.

Survei Insight Asia menunjukkan sekitar 26 persen petani pernah membeli produk perlindungan tanaman atau pestisida palsu dari toko-toko pertanian tingkat desa.

BACA JUGA: Jatim Ekspor Bawang Merah ke Singapura dan Thailand

Padahal, lebih dari 67 persen petani sudah mempunyai pengetahuan mengenai informasi pestisida palsu dan ilegal.

Data Insight Asia menunjukkan, dari data survei wawancara yang dilakukan, persentase informasi keberadaan pestisida palsu dan ilegal sangat kecil.

BACA JUGA: Wacana Pembatasan Impor Tembakau Ancaman Bagi Pabrik Rokok dan Buruh

Bahkan data di kepolisian hanya sepuluh persen. Sementara petani dan PPL rerata hanya 30 persen dan BP3 serta Bea Cukai mencapai angka 60 persen.

Petani yang memakai produk palsu baru menyadari ketika melakukan aplikasi pada tanamannya.

“Banyak produk palsu, pestisida palsu yang sangat merugikan petani yang dampaknya dapat merugikan produktivitas, kesehatan, dan lingkungan. Kami akan membangun kemitraan dan membantu pemerintah untuk memerangi produk palsu untuk mencapai swasembada pangan,” ujar Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan, Senin (4/12).

Agung menambahkan, CropLife bersama Kementerian Pertanian dan produsen harus bersama-sama menyosialisasikan dan mengedukasi mengenai pemakaian pestisida kepada petani. Denga begitu, pemakaian pestisida tidak berdampak negatif.

"Karena yang dijual itu (pestisida) racun, maka penggunaannya harus dilakukan dengan bijaksana sehingga memberi manfaat meningkatkan produksi. Sebab, kalau digunakan berlebihan tentu akan ada dampak negatif. Peran dan tanggung jawab kita bersama untuk memberikan informasi yang benar kepada petani agar penggunaan pestisida benar-benar bermanfaat,” tegas Agung.

Komitmen ini juga pernah menjadi topik utama dalam acara lokakarya yang diselenggarakan CropLife Indonesia, di Lembang dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang, Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Dalam lokakarya terdapat topik lain yakni pengendalian hama dan penyakit terpadu, manajemen resistensi, aplikasi dan perawatan alat semprot, pengenalan cara membaca label, alat pelindung diri dan lima aturan pokok penanganan produk perlindungan tanaman secara aman.

CropLife Indonesia bersama Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3), dan kepolisian juga sudah melakukan penandatanganan kesepahaman komitmen memerangi pestisida palsu dan ilegal.

MoU tersebut juga disaksikan Direktur Anti Pemalsuan Produk CropLife Asia Trina Devara.

Direktur Pengawasan Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) Karmila Ginting mengatakan, pestisida palsu merupakan musuh bersama yang harus diperangi bersama dengan melibatkan lintas sektor, baik kementerian maupun stakeholder.

Langkah nyata yang telah dilakukan pemerintah saat ini melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada distributor, pengecer, dan petani untuk bisa mengetahui produk pestisida palsu.

“Di lapangan banyak sekali aduan adanya produk pestisida palsu, dan yang paling banyak daerah pulau Jawa. Kalau pestisida yang beredar dan tidak sesuai dengan komposisi, maka produsennya akan kami berikan teguran. Bahkan ada beberapa yang sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum untuk diproses, karena memang sangat merugikan petani,” ujar Karmila.

Sementara itu, AKBP Sugeng Irianto dari Bareskrim Polri mengungkapkan, sudah puluhan kasus pestisida palsu yang sudah diungkap oleh kepolisian bahkan sudah sampai pengadilan.

Namun, dirinya merasa kecewa karena vonis yang ditetapkan para tersangka tidak sampai hukuman maksimal yaitu lima tahun penjara.

Dalam menindak produk palsu tersebut menurutnya, kepolisian menggunakan UU No.12 tahun 1992 tentang sistem budidadaya tanaman dan UU No.8 tahun 1992 tentang perlindungan konsumen.

“Modus yang mereka lakukan biasanya perusahaan yang sudah memiliki izin produksi produknya yang legal, tetapi juga memproduksi produk perusahaan lain yang sangat laku di pasaran. Sehingga produk tersebut ilegal karena tanpa izin produksi produk yang belum terdaftar, tanpa memenuhi standar mutu dan tanpa uji mutu,” ungkap Sugeng.

Sugeng menjelaskan, ada dua cara melapor. Pertama, laporan resmi di mana nanti pelapor akan bersedia dijadikan saksi dan dimintai pernyataan.

"Kedua, pelapor yang memberikan informasi, tidak harus datang, dan menjawab-jawab pertanyaan dari kami. Justru kami yang akan menindaklanjuti laporan tersebut di lapangan. Jadi, jangan takut untuk lapor,” kata Sugeng. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Trend Ekspor Produk Perkebunan Awal 2017 Positif


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler