CSIS Luncurkan Dashboard untuk Memotret Tren Ujaran Kebencian di Twitter

Rabu, 18 Agustus 2021 – 19:38 WIB
Tangkapan layar Direktur Eksekutif CSIS Philips Vermonte memberi sambutan dalam seminar bertajuk Api dalam Sekam: Fenomena Ujaran Kebencian di Indonesia, yang diselenggarakan secara daring, Rabu. (18/8/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri/pri.

jpnn.com, JAKARTA - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) meluncurkan 'dashboard' untuk melihat tren ujaran kebencian di platform daring, khususnya di Twitter.

Diberi nama CSIS National Hate Speech Dashboard.

BACA JUGA: HNW Sindir Usulan Amendemen UUD 1945, Singgung Rumor Pemilu 2024 Diundur

Dapat diakses melalui hatespeech.csis.or.id.

"Dashboard ini mudah-mudahan bisa memberi sumbangan pada usaha-usaha kita untuk mengurangi risiko konflik (akibat ujaran kebencian, red)," ujar Direktur Eksekutif CSIS Philips Vermonte.

BACA JUGA: Kelulusan Seleksi Administrasi 26 CPNS ini Terpaksa Dibatalkan

Philips menyatakan pandangannya pada seminar bertajuk 'Api dalam Sekam: Fenomena Ujaran Kebencian di Indonesia', yang diselenggarakan secara daring, Rabu (18/8).

Seminar digelar untuk memperkenalkan National Hate Speech Dashboard kepada publik.

BACA JUGA: Keren! Indonesia Bakal Punya Pesawat Bertenaga Listrik

Dia mengatakan dashboard ujaran kebencian ini merupakan cara baru yang dibentuk oleh para peneliti CSIS untuk melihat tren kebencian yang terjadi di platform daring, khususnya Twitter.

Pentingnya mengawasi tren kebencian di masyarakat dilatarbelakangi banyaknya konflik etnis, agama dan politik yang bermula dari tidak terkendalinya ujaran kebencian di media sosial.

"Sehingga pecah menjadi konflik terbuka yang mengakibatkan banyak korban jiwa," ucapnya.

Karena itu, Philips mengatakan penting bagi peneliti dan pemerintah untuk melihat peningkatan frekuensi ujaran kebencian yang dilakukan berbagai kelompok masyarakat.

Agar dapat segera melakukan mitigasi konflik.

"Dashboard ini berperan untuk memotret tren (ujaran kebencian, red) dan kemudian mendorong rekomendasi-rekomendasi kebijakan," ucapnya.

Seluruh peneliti, termasuk para analis kebijakan yang berada di berbagai kementerian terkait, dapat memanfaatkan data yang ditampilkan di dashboard ujaran kebencian untuk melakukan analisis kebijakan.

"Sehingga dapat memitigasi persoalan terkait hate speech dan konflik sosial maupun politik di Indonesia," katanya.

Dashboard ujaran kebencian saat ini hanya tersedia dalam bahasa Inggris.

CSIS juga masih membatasi fokus ujaran kebencian pada serangan-serangan yang ditujukan ke Ahmadiyah Indonesia, Syiah Indonesia dan etnis Tionghoa-Indonesia.

Peneliti CSIS Alif Satria menambahkan, meski berangkat dari tiga minoritas tersebut, CSIS memiliki tujuan untuk memperluas cakupan agar dapat menjangkau kelompok etnis Papua, umat Kristen di Indonesia, dan kelompok-kelompok lain yang sering menjadi target ujaran kebencian.

Platform sosial media yang menjadi sumber data dari dashboard ini adalah platform Twitter.

Hal ini didasari hasil penelitian Simon Kemp yang berjudul 'Digital 2020: Indonesia'.

Penelitian Simon menunjukkan bahwa tingkat engagement (keterlibatan, interaksi, dan pengaruh) Twitter menduduki peringkat kedua tertinggi di Indonesia dibanding platform lainnya (Instagram, Facebook, YouTube, dan lain-lain).

Twitter juga menempati peringkat kedua berdasarkan lama durasi kunjungan yang dilakukan oleh pengguna.

Atas temuan-temuan tersebut CSIS menetapkan Twitter sebagai platform yang digunakan untuk mengumpulkan data.

"Tentu saja kami ada keinginan untuk ekspansi ke platform-platform lain," pungkas Alif Satria.(Antara/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler