jpnn.com - JAKARTA - Pasar bebas sektor keuangan dalam skema Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan berlaku mulai 2020. Perbankan nasional pun harus mulai pasang kuda-kuda untuk menghadapi serbuan raksasa-raksasa perbankan Asean.
Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengakui, dengan peta perbankan Asean saat ini, bank-bank asal Indonesia bakal menghadapi tantangan berat di era MEA.
BACA JUGA: Bandel, BPJS Ketenagakerjaan Surati 150 Ribu Perusahaan
Karena itu, dia mendorong perbankan untuk melakukan konsolidasi guna memperkuat daya saing. "Salah satunya (dengan) merger, supaya bank-bank Indonesia kuat bersaing dengan bank-bank (asal) luar (negeri)," ujarnya kemarin (15/7).
Menurut CT, dalam situasi persaingan bebas, maka yang dibutuhkan bukan jumlah bank yang banyak, melainkan bank yang besar atau kuat. Apalagi, saat ini, postur aset bank-bank di Indonesia masih kalah jauh dibanding bank-bank asal Singapura dan Malaysia.
BACA JUGA: Jelaskan Kinerja Kuartal I, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Jadi Moderator
Padahal, dari ukuran produk domestik bruto (PDB), Indonesia adalah yang terbesar di Asean. "Karena itu, bank terbesar itu mestinya dari Indonesia, bukan Singapura," katanya.
CT menilai, jumlah bank di Indonesia yang mencapai 120 dengan mayoritas ukuran kecil sudah terlalu banyak. Karena itu, konsolidasi melalui merger sangat diperlukan untuk membentuk bank yang kuat.
BACA JUGA: Penyedia Jasa Penukaran Uang Mulai Beroperasi
"Misalnya kita punya bank yang cukup besar, yakni Bank Mandiri, itu harus lebih besar lagi supaya bisa bicara banyak di Asean Economic Community," ucapnya. Sebagai perbandingan, Singapura hanya memiliki 3 bank dan Malaysia hanya 8 bank.
Sementara Indonesia masih berkutat dengan skema merger perbankan, tiga bank Malaysia sudah menjalankan aksi merger, yakni CIMB Group, RHB Capital, dan Malaysia Building Society yang berpotensi membentuk entitas bank raksasa dengan nilai aset sekitar Rp 2.300 triliun.
Kegelisahan senada juga sering diungkapkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Menurut dia, era Masyarakat Ekonomi Asean pada 2020 menuntut keberadaan bank nasional yang kuat untuk bersaing dengan raksasa-raksasa perbankan asal Singapura dan Malaysia.
"Itulah yang membuat saya ngotot untuk me-merger BTN (Bank Tabungan Negara) dan Bank Mandiri meski banyak penolakan," ujarnya.
Dahlan menyebut, waktu 5 tahun merupakan periode singkat untuk mempersiapkan bank-bank nasional agar benar-benar siap. Karena itu, pemerintah dan pelaku usaha tidak bisa hanya sekedar mengadakan berbagai seminar untuk membahas pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
"MEA ini sudah pasti terjadi, sehingga tidak perlu ditakuti. Yang lebih penting adalah bagaimana mempersiapkan daya saing yang kuat," katanya.
Ekonom yang juga Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, dalam MEA, ada poin penting terkait liberalisasi sektor keuangan yang disebut Asean Banking Integrated Framework (ABIF). Dalam kondisi tersebut, ukuran perbankan memang akan sangat menentukan daya saing.
"Sayangnya, dari sisi peringkat aset, bank-bank asal Indonesia masih ketinggalan. Karena itu, konsolidasi menjadi kunci," ucapnya. (owi)
Peringkat Bank Asean Berdasar Aset
Bank Negara Aset (Rp Triliun)
DBS Bank Singapura 2.628
OCBOC Bank Singapura 2.142
UOB Bank Singapura 1.827
Maybank Malaysia 1.419
CIMB Group Malaysia 947
Public Bank Malaysia 787
Bangkok Bank Thailand 668
Bank Mandiri Indonesia 561,1
BRI Indonesia 547,5
BCA Indonesia 436,7
BNI Indonesia 386
Sumber: INDEF 2014, Berbagai Sumber
BACA ARTIKEL LAINNYA... Manfaatkan Gas Buang, Semen Indonesia Gandeng Jepang
Redaktur : Tim Redaksi