Cukai Naik, Indonesia Dibanjiri Rokok Ilegal

Selasa, 10 Februari 2015 – 21:00 WIB
Cukai Naik, Indonesia Dibanjiri Rokok Ilegal. Tampak petani tembaku. Foto JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) punya pandangan lain terhadap target cukai rokok yang termaktub dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanjara Negara (RAPBNP) 2015 sebesari Rp 141,7 triliun. Jumlah target itu cukup fantastis karena naik menjadi 27 persen dari penerimaan cukai rokok sebesar Rp 112 triliun tahun 2014.

Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Jenderal Agro Kemenperin, Faiz Ahmad mengatakan dengan kenaikan ini, ia khawatir mengakibatkan industri rokok nasional akan tutup. Alasannya, kenaikan cukai yang harus dibayar terbebani karena perusahaan rokok juga harus membayar retribusi daerah.

BACA JUGA: Tutup Konter Tiket, AP II Janjikan Mesin Canggih

“Kenaikan cukai rokok dipastikan memukul produsen rokok, karena mereka juga terkena pajak daerah serta retribusi daerah (PDRD) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selama ini, banyak kebijakan pemerintah yang merugikan industri rokok nasional,” kata Faiz di Jakarta, Selasa (10/2).

Dengan banyaknya perusahaan rokok, tentu berimbas pada produksi yang menurun. Untuk menghadapi kebutuhan, Indonesia bakal kebanjiran rokok illegal, baik itu dari penyelundupan maupun rokok illegal buatan dari dalam negeri.  

BACA JUGA: Relawan Jokowi Ingin Ekonomi Mikro Diperkuat

"Jika kenaikan cukai terlalu tinggi, peredaran rokok ilegal makin besar dan ini tentu merugikan pengusaha dan pemerintah juga," tegasnya.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran pun sudah angkat bicara tentang dampak tingginya kenaikkan cukai. “Pada tahun 2014, dengan kenaikan cukai kurang dari 12 persen, telah terjadi PHK 10 ribu buruh rokok kretek, hampir semua perempuan,” ujar Ismanu.

BACA JUGA: Ini Jadwal Penutupan Konter Tiket Bandara

Ismanu menyesalkan, keputusan kenaikkan tarif cukai itu sama sekali tidak melibatkan industri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun melalui Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dinilai enggan mendengarkan suara industri.

Ia mengingatkan, jika ini dipaksakan berpotensi melanggar Undang-undang Cukai Nomor 39/2009. “Dalam UU Cukai disebutkan syarat harus melihat situasi industri dan mendengar aspirasi dunia usaha,” ungkap Ismanu.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng juga meminta Menteri Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja untuk campur tangan mencegah rencana ini. Daeng menjelaskan, akibat kenaikan target cukai sebesar 27 persen dari realisasi 2014 sebesar Rp 112 triliun, pabrik skala kecil menengah akan menjadi korban pertama. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menjabat Tiga Pekan, Dirut AP II Siapkan Kejutan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler